Setelah pertemuan dadakan bersama Bridgette yang tidak pernah diduga sebelumnya. Kini Rose kembali melanjutkan perjalanannya menuju bar tempatnya bekerja. Ada klien yang tidak mau disebutkan namanya ingin Rose layani.Rose merasa aneh, tapi mendengar bayaran yang fantastis—dia mengurungkan niatnya membatalkan kontrak belum ditandatangani. Hitung – hitung uang itu bisa menambah jumlah tabungan Rose yang saat ini masih sangat kurang untuk menjalankan sebuah misi, misi rahasia yang disimpan rapat – rapat sampai saat ini.Mobil Rose melaju santai dengan kecepatan sedang. Ini masih sore, butuh beberapa jam lagi pertemuannya bersama klien penuh misteri itu.Mengenai Oracle, tadi Bridgette meminta izin untuk bersama anaknya sementara waktu. Tentu saja Rose tidak menolak. Brigette memiliki hak penuh atas Oracle. Lagipula, mana mungkin Rose tega melarang ibu dan anak itu bersama. Hidup sebatang kara membuat Rose mengerti hitam putih kehidupan.Perjalanan yang memakan waktu setengah jam akhirnya
“Apa – apaan ini, Aiden? Klien macam apa yang kau lemparkan padaku?!”Rose dengan emosi mengaduk sebagian isi kepala, masuk tanpa mengetuk pintu ruang privasi seorang pria yang saat ini duduk di kursi putar, sedang fokus menatap layar komputer di depannya.Aiden. Pria itu adalah pemilik bar sekaligus orang yang selalu mempromosikan Rose. Usia mereka terpaut 10 tahun.Bukan Rose lancang memanggil atasannya dengan sebutan nama. Tapi Aiden sendiri yang meminta. Dia tidak suka Rose memanggil dengan embel – embel yang terkesan menghormati, karena sebenarnya—Aiden menyimpan rasa pada Rose. Dia tahu bagaimana Rose. Wanita yang dia cintai, tidak pernah sekalipun meliriknya. Aiden tahu Rose murni menganggap hubungan mereka sebagai ‘atasan dan bawahan’. Tidak lebih. Dan dia lebih memilih menyimpan perasaannya, yang semakin hari semakin bertambah acapkali Rose memberi senyum termanisnya.“Aku sudah tahu kau akan datang ke sini, Rose. Ada apa, kenapa kau begitu marah?” Sebisa mungkin Aiden bersik
“Kenapa kau mengajakku bertemu. Apa Sean tahu?” tanya Rose begitu dia menghampiri pria yang tiba – tiba menghubunginya. “Tidak. Ada sesuatu yang mau aku bicarakan tentang Sean.” Pria itu menatap Rose tajam. Bibirnya melengkung membayangkan bagaimana akspresi terluka wanita di depannya saat tahu kenyataan yang akan dia kuak.“Apa?”“Sean dan aku menjalin hubungan yang dalam. Dia milikku dan aku miliknya.”Theo orang di balik pertemuannya bersama Rose. Ini hanya rencana awal. Theo ingin memastikan bagaimana reaksi Rose saat dia membongkar hubungan gelapnya bersama Sean.Tapi wanita itu malah tertawa terbahak dengan fakta yang dia beberkan. Apa Theo terlihat sedang bercanda? Tidak. Theo sendiri begitu yakin wajahnya sudah seperti kanebo kering, kaku.“Kau ini! Astaga. Aku tahu beban hidup terasa berat, tapi kalau mau bercanda jangan seperti ini. Kau membuat perutku sakit.” Sebisa mungkin Rose menahan gelak tawa yang masih terdengar. Theo benar – benar konyol! Pikirny
“Tinggalkan Sean, maka aku akan pergi dari sini!”Theo kembali bicara pada Rose begitu temannya pergi meninggalkan mereka.Benar – benar tidak tahu diri! pikir Rose mulai tersurut emosi.“Kau yang harusnya meninggalkan Sean. Dia calon suamiku, sudah melamarku. Tahun depan kami akan menikah!”Bagai disiram air kotoran, perasaan Theo mendadak hancur mendengar jawaban Rose. Sean tidak mengatakan bahwa pria itu sudah melamar Rose dan akan menikahinya. Apa yang ada di otak Sean sebenarnya? Untuk apa dia menjerumuskan Theo ke dalam dosa jika akhirnya pria itu memilih wanita lain daripada dirinya?“Sekarang pergi dari hadapanku!” pekik Rose melihat Theo hanya diam meresapi nasib.Sesaat Theo mengerjap. Lantas kepalanya menggeleng cepat tak ingin menyerah. Baru dilamar, belum sampai ke pelaminan. Theo masih bisa memisahkan keduanya, bahkan ketika sudah menikah.“Kau pelacur. Jangan harap Sean akan menikahimu. Kalian bagai langit dan bumi, tidak akan pernah bersatu.”Theo mulai tak sabar, hing
“Aku mencintaimu, T. Melamar dan menikahi Rose nanti hanya semata – mata status menutupi aibuku. Kita akan tetap bersama meskipun aku sudah menikah.”Baru selangkah berada di dalam apartement, Rose harus disuguhi suara lantang dari Sean yang membuat perasaannya terbengkalai. Hati yang tadinya masih berupa bongkahan, seketika remuk redam hancur menjadi keping – keping.Apalagi pemandangan di depan begitu menyesakkan dada. Dua orang pria sedang berpeluk, kemudian disusul adegan tidak menyenangkan. Bunyi decakan atas dua bibir yang beradu bagai lagu menyedihkan yang pernah Rose dengar.Pengkhianatan yang Sean lakukan di depan matanya sungguh membuat Rose kecewa. Sejak di perjalan tadi, dia dipusingkan oleh kehilangan Sean. Pikir Rose, lebih baik dia mendatangi apartement Sean langsung daripada tidak mendapat kabar dari kekasihnya.Bisa – bisanya Sean menghancurkan harapan paling terakhir Rose dalam hal mencinta. Berselingkuh dengan seor
“Apa yang terjadi padamu, Rose? Kenapa datang di siang bolong begini?” Nada cemas dari suara Aiden menegaskan pria itu sedang khawatir melihat Rose tidak bisa dikendalikan.“Jangan minum lagi, kau akan mabuk. Kita mendapat tamu yang mau membayarmu mahal. Jam enam sore kau harus melayaninya.”Sore?Dibayar mahal?Siapa tamu itu?Otak Rose seketika tergerak untuk berpikir. Sialan, Sean! Dia sudah membuatnya patah hati begini dan nyaris melupakan aktivitas biasanya. Untung saja Rose hanya menegak dua gelas kecil wine, dia masih waras mencerna kalimat Aiden.“Siapa nama tamu yang mau membayarku mahal? Aku tidak mau sampai kejadian kemarin terulang lagi. Kau bukan bos baikku lagi jika itu kembali terjadi, Aiden,” tutur Rose sembari mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk. Dia menatap Aiden penuh selidik. Jangan sampai tamu hari ini adalah Bouldog. Pria menjijikkan itu benar – benar meresahkan.“Kau tenang saja. Aku tidak akan menerima tamu aneh seperti kemarin untukmu.” Sejenak Aiden men
Rose menatap wajahnya di depan cermin untuk memastikan kembali bagaimana penampilannya. Sedikit bersyukur dia mendapati polesan make – up membuat dirinya tampak lebih segar, hanya perlu menambahkan lipstik merah menyala pada bibir sebagai sentuhan terakhir.Bukan tanpa alasan Rose memilih warna merah. Selain karena tuntutan pekerjaan yang membuatnya harus terlihat panas, merah juga melambangkan keberanian.Rose mendesah. Perlahan tangannya bergerak mewarnai bibir sendiri dan kini penampilannya tambah sempurna. Sudah hampir jam enam sore, lima menit lagi dia harus segera ke kamar klien melakukan pekerjaan seperti biasa.Mengenai kontrak kerja, pemberi dan penerima jasa sudah menandatangani surat perjanjian. Rose hanya perlu melayani, lalu dibayar—maka semuanya selesai. mumpung mendapat jam kerja lumayan senggang. Begitu pulang awal, dia bisa langsung merebahkan dirinya di dalam kamar.Rose melangkahkan kaki keluar dari ruang ganti mil
“Suka menantang. Sepertinya bibir nakalmu perlu dihukum.”Theo menyeringai penuh peringatan. Tangan kiri yang terbebas digunakan untuk menekan dagu Rose agar mendongak. Kebetulan sekali bibir itu setengah terbuka, Theo punya kesempatan langsung melumatnya.Mata yang sempat terpejam terbuka lebar begitu lidah basah itu bertemu miliknya. Sialan! Ada apa dengan tubuh wanita ini, kenapa sangat berefek pada dirinya? Setiap inci tubuh Rose seperti mengandung heroin—meningkatkan kadar dopamin di dalam otak. Theo tidak pernah merasakan lumatan senikmat itu selama sisa hidupnya menjadi seorang bajingan. Dia ketagihan!Sayang sekali, saat hendak mempertemukan kambali bibirnya pada Rose. Wanita itu lebih dulu menyikut tulang rusuk Theo.“Lancang sekali kau menciumku!” Makian keras, disusul injakkan di kaki Theo sontak membebaskan Rose dari kurungannya.“Bar – bar!” kesal Theo tertahan. Kaki yang masih dibalut sepatu pento