Share

06. Debaran Asing

Jihan benci saat harus menurunkan egonya untuk makhluk bernama lelaki. Bagi Jihan semua lelaki itu sama, brengsek semua!

Dan sialnya Jihan rela mempermalukan dirinya di hadapan lelaki bernama Sean.

Jika tahu usahanya akan ditolak mentah-mentah, maka Jihan tidak sudi repot-repot membuat sushi dan mengantarnya. Padahal demi sushi itu, Jihan merelakan tangannya terkena pisau.

Kaki Jihan melangkah keluar dari gedung OS Corp dengan wajah masam. Ia turun menuju parkiran dengan lift, saat keluar dari lift Jihan tidak sengaja menabrak seseorang lantaran terlalu fokus dengan rasa kesalnya.

"Ah maaf," ucap Jihan seraya mengusap dahinya.

"Dahimu baik-baik saja?" tanya lelaki itu dan membuat Jihan mendongak.

Jihan seperti terhipnotis saat memandang lelaki itu. Sepertinya yang berdiri didepannya saat ini bukan manusia, tetapi utusan dewa.

"Nona?" panggil lelaki itu sembari menggerakan tangan didepan Jihan.

"Ah iya! Dahiku baik-baik saja. Maaf aku tidak melihatmu," jawab Jihan lalu membungkukan badan sebagai permintaan maaf.

"Tidak apa. Aku juga sibuk melihat ponselku," jawab lelaki itu.

"Baiklah. Saya permisi, sekali lagi saya minta maaf," ucap Jihan kemudian ia berjalan cepat meninggalkan lelaki yang masih memandangi punggungnya hingga Jihan menghilang di belokan.

"Perempuan yang lucu," gumam lelaki itu.

♤♤♤♤♤

Jantung Jihan masih berdegup kencang padahal lelaki itu sudah tidak ada didepannya. Beberapa kali Jihan menempelkan tangan pada dadanya untuk mengecek apakah ia masih hidup atau tidak.

Lelaki tadi tampan. Bahkan kadar ketampanannya diluar ketampanan manusia.

Siapa lelaki tadi? Apa salah satu karyawan di perusahaan Sean juga? Jika ia, di divisi mana? Namun melihat penampilannya yang rapi dan memakai jas, sepertinya lelaki itu mempunyai kedudukan yang cukup tinggi.

Jihan mengetuk kepalanya. "Apa yang kau pikirkan Jihan!"

Jihan menyadarkan dirinya berkali-kali. Ia tidak mungkin suka pada lelaki itu hanya karena melihatnya pertama kali. Mungkin yang dirasakan Jihan saat ini hanya rasa kagum sesaat.

Setelah dirasa jantungnya mulai berdetak normal, Jihan menyalakan mobilnya dan bergegas untuk pulang kerumah.

Ingatkan Jihan untuk tidak perlu membuatkan Sean makan siang lagi! Jihan tidak mau mempermalukan dirinya untuk kedua kali. Sean bisa mengurus dirinya sendiri!

Titip Sean ya? Tolong jaga dia.

Jihan mengerang saat kilasan permintaan terakhir Ara muncul tiba-tiba di kepalanya.

"Arhh! Bagaimana ini?" teriak Jihan kesal.

Jihan bisa gila lama-lama. Ia harus menahan diri selama satu tahun bersama lelaki kaku, dingin itu. Apa Jihan bisa betah?

Ayo Jihan! Setahun bukanlah waktu yang lama. Selesaikan janjimu dengan baik dan setelah itu kau bisa bebas.

"Oke! Satu tahun itu sebentar. Semangat Jihan!" Jihan mengepalkan tangannya memberi semangat pada dirinya sendiri.

Tidak ada satupun yang tahu soal pernikahan satu tahun antara Jihan dan Sean, itulah mengapa Jihan tidak bisa seenaknya menceritakan kehidupan rumah tangganya pada mamanya.

Jihan sampai juga di rumah milik Sean. Rumah itu sejujurnya terlalu besar untuk ditinggali dua orang. Rasa-rasanya rumah itu cukup untuk menampung warga satu RT.

Seringkali Jihan merasa kesepian jika sudah kembali di rumah ini, apalagi Sean selalu pulang diatas jam sembilan malam.

Tidak mungkin juga Jihan tinggal dirumah mamanya. Mau dikata apa nanti? Pengantin baru kok pisah ranjang?

Untuk mengusir rasa bosan, Jihan menyalakan tv dan menyetel channel korea, dimana isinya lagu-lagu korea yang diputar.

Walaupun usia Jihan sudah 25 tahun, namun jiwanya masih muda. Ia mengikuti trend yang ada, termasuk trend korea. Cara berpakaian dan make up Jihan pun mengikuti trend korea.

Ada satu artis korea favorit Jihan, namanya hampir mirip dengan Jihan, walaupun hanya dua abjad didepannya. Nama artis itu Jisoo. Namun sayang, hidup Jihan dan Jisoo berbeda, nasib!

Peduli setan dengan nasib! Jihan akan menikmati nasibnya sekarang.

Tanda volume di layar semakin mengarah kekanan, semakin besar suara yang terdengar.

"Let's kill this love!

Yeah, yeah, yeah, yeah, yeah

Rum, pum, pum, pum, pum, pum, pum

Let's kill this love!

Rum, pum, pum, pum, pum, pum, pum"

Begitulah lagu yang keluar dari layar tivi dan dengan mahirnya Jihan menyanyikan lagu itu tanpa takut lidahnya terjepit.

Jihan melampiaskan semuanya dengan bernyanyi. Selama Sean tidak dirumah, Jihan bebas menjadi dirinya sendiri. Bernyanyi sekeras mungkin, memakai celana pendek dan tanktop tanpa takut dimarahi ataupun dikatakan kampungan.

♤♤♤♤♤

"Pak Sean sudah menunggu didalam, silakan masuk," ucap Nirma pada seorang lelaki yang sudah menunggu.

Lelaki itu menganggukan kepala tanda terimakasih saat Nirma membukakan pintu ruangan Sean.

Sean berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri lelaki itu kemudian mengulurkan tangannya.

Lelaki itu membalas uluran tangan Sean seraya tersenyum. "Selamat siang, Pak Sean," sapa lelaki itu sopan.

"Selamat siang, Pak Vidi. Silakan duduk."

Sean mempersilakan tamunya untuk duduk di sofa dan Sean meninggalkan tamunya sebentar untuk membuatkan minuman.

Kebiasaan Sean adalah ia selalu membuatkan sendiri setiap minuman untuk tamunya. Katanya itu bentuk rasa hormat dan menghargai kedatangan setiap tamunya.

"Jadi, bagaimana?" tanya Sean.

Dalam bisnis, Sean tidak suka berbasa-basi. Jika cocok maka jalan, jika tidak cocok maka tinggalkan.

Vidi menyesap teh yang disuguhkan oleh Sean, lalu berdehem. "Kerjasama yang ditawarkan oleh OS Corp cukup menarik. Lokasi pembangunan hotel sangat strategis, terlebih lagi wilayah itu banyak area pariwisata. Saya sendiri sangat setuju dan setelah mengadakan rapat dengan orang-orang saya, saya menjawab ya, saya menerima kerjasama OS Corp."

Wajah Sean berseri mendengar jawaban itu. Tidak sia-sia ia mencurahkan semua pikiran, waktu dan tenaganya untuk proposal itu.

Pembahasan kerjasama tidak hanya sampai disitu saja, ini baru permulaan. Masih banyak hal lain yang harus Sean bahas bersama Vidi, oleh karena itu Vidi akan mengatur pertemuan ulang dengan Sean, tentu saja untuk membahas hal-hal yang lebih detail.

Setelah sedikit berbasa-basi dan dirasa cukup, Vidi berpamitan.

"Terimakasih atas sambutannya, Pak Sean. Saya menunggu anda untuk berkunjung di kantor saya."

Dua tangan yang berjabat, mengakhiri pertemuan bisnis pada hari itu.

♤♤♤♤♤

Jarum jam berada diangka tujuh lebih lima belas menit saat Sean memarkirkan mobilnya di garasi. Ia heran kenapa lampu teras belum menyala, apa Jihan tidak ada dirumah? Bahkan rumah juga dalam kondisi gelap.

Sean menghela napas, memangnya ia mengharapkan apa dari Jihan? Ada dirumah dan menyambutnya pulang? Oh ayolah, status istrinya hanya pura-pura.

Sean memasukan anak kunci pada lubang pintu dan ternyata pintu depan tidak dikunci. Ceroboh sekali meninggalkan rumah dalam keadaan seperti ini.

Sean menekan saklar lampu ruang tamu dan teras, ia terkejut saat lampu di ruang tengah menyala. Bungkus makanan berserakan dimana-mana, kondisi tv yang tidak dimatikan, terlebih lagi seonggok tubuh yang tidur diatas sofa dengan pakaian super super kekurangan bahan.

Sean berkacak pinggang, ini belum ada sebulan mereka tinggal satu rumah sudah kacau begini keadaannya, apalgi tinggal lebih lama bisa-bisa rumah Sean hancur.

"Bangun." Sean menepuk lengan Jihan namun tidak ada reaksi. Sean lantas mengencangkan tepukannya, setelah beberapa saat Jihan membuka matanya.

Jihan hampir saja berteriak maling seandainya Sean tidak menatapnya tajam. Tatapan Sean itu seperti laser yang bisa membuat Jihan mati kutu. Setelah terdiam beberapa saat, Jihan sadar dengan pakaian yang dikenakan, perempuan itu langsung mengambil bantal sofa dan menutupi tubuhnya.

"Ganti bajumu dan bereskan semua kekacauan yang kau buat!" Sean melenggang meninggalkan Jihan yang masih mencerna kejadian barusan.

Jihan menggembungkan pipinya mendengar perintah Sean. "Apa ini sudah lewat jam sembilan malam? Mengapa Sean sudah pulang? Sepertinya aku ketiduran terlalu lama," ucap Jihan, bermonolog pada dirinya sendiri.

Tak urung Jihan berdiri dan masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.

♤♤♤♤♤

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status