Masuk"Eve, nanti akan ada yang menjemputmu ke cafe pukul satu siang. Kamu bisa kan izin kerja setengah hari saja?"
Evelyn membuka ponselnya saat pekerjaannya sedikit senggang. Dan ternyata ada pesan masuk dari Zara. Evelyn kemudian melihat jam di ponselnya dan ternyata sekarang sudah jam sebelas. Itu berarti dua jam lagi akan ada yang menjemputnya, entah siapa. "Rita, kira-kira Bu Hani beri izin gak ya kalau aku pulang lebih awal?" Evelyn bertanya pada Rita yang sedang menyiapkan minuman. "Ada urusan kah?" tanya Rita seraya menengok sekilas padanya. "Iya." Evelyn menjawab singkat tanpa mau memberitahu Rita soal urusan yang dia maksud. "Aku gak tahu juga. Tapi kamu coba saja dulu. Dan jangan lupa, berikan alasan yang masuk akal," ujar Rita. Setelah mengatakan itu, Rita pergi meninggalkan Evelyn untuk mengantarkan pesanan pelanggan. Evelyn diam sesaat seraya memegang ponselnya dengan erat. Berusaha memikirkan alasan yang tepat untuk meminta izin pulang lebih awal pada Bu Hani, yang merupakan manager cafe tersebut. Pasalnya, manager tersebut sangat ketat dalam peraturan. Evelyn tak mau jika nantinya dia malah kehilangan pekerjaan. Setelah berpikir lama dan menyiapkan diri, akhirnya Evelyn keluar dari dapur dan berjalan menuju ruangan Hani yang terletak tak jauh dari dapur. Evelyn mengetuk pintunya dengan perlahan dan tak terburu-buru. Saat ada suara dari dalam yang menyuruhnya masuk, Evelyn pun langsung membuka pintunya. "Maaf mengganggu Anda, Bu." Evelyn meminta maaf seraya duduk di depan manager tersebut. "Ada apa?" Hani bertanya langsung tanpa basa-basi. Matanya menatap tajam pada Evelyn, dan itu berhasil membuat Evelyn gugup. Rangkaian kata yang sudah dia siapkan sejak tadi langsung menguap entah kemana. "Bo-bolehkah saya izin pulang lebih awal, Bu? Saya ada urusan penting hari ini," ucap Evelyn dengan terbata. Jantungnya berdegup kencang dan telapak tangannya langsung berkeringat. Dia sangat gugup karena harus berhadapan dengan Hani yang memang terkenal dengan sifat dingin dan judesnya. "Urusan apa? Tak bisa diundur?" tanya Hani. Sebenarnya dia bertanya dengan biasa saja, namun nadanya malah membuat Evelyn merasa terintimidasi. "Ti-tidak, Bu. Urusannya hanya hari ini saja, Bu. Saya janji hanya sekali ini saja," jawab Evelyn. Dia tak menjawab Hani yang menanyakan urusan apa. Namun sepertinya Hani juga tak berniat bertanya lebih lanjut. "Silahkan. Tapi ingat, hanya sekali ini saja," ucap Hani dengan tegas. Evelyn tersenyum lega mendengar itu. Dia pun mengangguk dengan semangat, dan tak lupa berterima kasih karena sudah diberi izin. Setelah urusannya dengan Hani selesai, Evelyn pun keluar dari sana. Dia merasa bahagia dan lega sekaligus. Semoga saja semuanya berjalan dengan lancar. Evelyn tak sabar untuk segera mendapatkan bayaran yang mana uangnya bisa dia gunakan untuk membayar semua pinjaman online di ponselnya. Hidupnya pasti akan tenang setelah semua pinjaman online itu dilunasi. *** Evelyn berdiri di parkiran cafe bersama dengan seorang wanita dewasa yang cantik dan berpenampilan rapi. Senyumnya sangat ramah, membuat Evelyn merasa tenang. "Evelyn Rosalina?" Wanita itu bertanya, dan Evelyn langsung mengangguk sebagai jawaban. "Aku Karina. Aku diminta oleh Alan untuk mendandani kamu dan mempersiapkan kamu. Nanti pukul tujuh malam Alan akan menjemputmu," ucap wanita tersebut yang ternyata adalah Karina. Evelyn mengangguk tanpa bicara apapun. Dia pun langsung mengikuti langkah Karina masuk ke dalam sebuah mobil mewah berwarna silver. Evelyn merasa kagum setelah berada di dalam mobil tersebut. Terlihat norak memang. Pasalnya dia jarang naik mobil. Paling juga dia hanya naik taksi online. Itu pun keadaan mobilnya tak pernah lebih baik dari mobil Karina sekarang. "Jadi, kamu teman Zara?" Karina bertanya, memulai obrolan pada Evelyn yang duduk di sampingnya. "Iya, Bu. Kami teman saat masih SMA," jawab Evelyn. Dia berusaha menampilkan senyuman terbaiknya. "Zara memiliki banyak teman. Tapi hanya kamu yang dia rekomendasikan untuk menemani pamannya sendiri," ujar Karina. Evelyn tersenyum canggung mendengar itu. Mendengar kata 'paman' membuat Evelyn menerka-nerka bagaimana rupa paman Zara tersebut. "Kebetulan saya memang sedang butuh uang, Bu. Zara tahu itu," balas Evelyn jujur. Karina terlihat agak kaget mendengar itu. Namun dia tak bertanya, karena takut membuat Evelyn tersinggung. "Kamu tinggal sendirian, Kah? Atau bersama orang tua?" Karina terus bertanya, agar suasana di antara mereka tidak terasa canggung dan hening. "Sendirian, Bu. Saya tidak punya orang tua." Evelyn menjawab dengan tenang. Namun hati Karina terasa mencelos mendengar itu. Ah, sekarang dia paham. Evelyn mungkin tergolong orang yang susah hingga dia mau menerima pekerjaan singkat ini. Ya wajar lah. Apalagi jika dia memang tak punya orang tua, tak ada tempat untuk mengadu atau berkeluh kesah. Setelah beberapa menit, akhirnya mobil Karina sampai di parkiran sebuah salon. Karina mengajak Evelyn untuk turun dari mobil dan masuk ke dalam salon bersamanya. Evelyn agak bingung, jadi dia memilih untuk mengikuti langkah Karina saja. Dan lagi, Evelyn berdecak kagum setelah berada di dalam salon yang mewah tersebut. Karina berjalan mendekati seseorang yang merupakan salah satu pegawai salon tersebut. Mereka berdua berbincang beberapa saat, lalu pegawai salon tersebut melihat ke arah Evelyn dan tersenyum ramah. "Bisa selesai sebelum jam tujuh malam kan? Soalnya nanti Alan akan menjemputnya," ujar Karina. "Kami akan mengusahakan yang terbaik, Bu. Anda jangan cemas," ucap pegawai tersebut. Karina tersenyum mendengarnya. "Evelyn, ikuti dia. Jangan takut dan dengarkan saja semua instruksi dari mereka. Aku akan pergi untuk menyiapkan bajumu. Nanti aku ke sini lagi," ucap Karina. Evelyn yang bingung hanya bisa mengangguk saja. Setelah Karina pergi, Evelyn di ajak masuk lebih dalam lagi di salon tersebut. Evelyn tak tahu apa yang akan dilakukan mereka padanya, hanya berharap tak ada yang menyakitkan saja.Tiana sebagai wanita paham sekali kalau pendidikan bagi wanita itu penting. Walau Evelyn berstatus adik iparnya, tapi Tiana menganggap Evelyn seperti anak sendiri. Karena itu, Tiana memberikan nasehat pada Evelyn agar melanjutkan pendidikannya. Evelyn awalnya ragu untuk kuliah, minder karena teman-teman seumurannya sudah lulus S1, sedangkan dia baru mau masuk kuliah. Namun, semua keluarga Alan, termasuk Alan sendiri mendukung saran dari Tiana. "Kuliah itu untuk kalangan umum, Eve. Hanya karena kamu sudah menikah dan melahirkan, bukan berarti kamu tak boleh kuliah. Justru harus, karena kamu sudah menjadi ibu, dan kamu akan menjadi guru pertama untuk anak-anak kamu nanti." Itu adalah kata-kata yang diungkapkan oleh Karina, dan Evelyn jadi lumayan pede setelah mendengarnya. Akhirnya, setelah membuat keputusan yang lumayan berat, Evelyn mendaftar kuliah di universitas tempat Alan menjadi donatur. Tentu Evelyn tak sendirian, karena dia ditemani oleh Zara yang mendaftar S2. Masalah an
Evelyn berdiri di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Evelyn kini memakai sebuah gaun pengantin yang cantik dan indah berwarna rose gold. Rambutnya di gelung dengan cantik, dan diberi hiasan berupa sebuah mahkota kecil di atas kepala. Penampilannya sekarang sudah mirip seperti putri dalam film kerajaan. Bukan tanpa alasan Evelyn berpenampilan seperti itu hari ini. Karena hari ini, adalah hari resepsi pernikahannya dengan Alan. Ya, setelah satu tahun lebih sejak akad pernikahan, resepsi pernikahan mereka baru diadakan sekarang. Tentu saja menunggu Evelyn pulih dulu setelah melahirkan tiga bayinya. "Tubuh kamu mungil dan cocok sekali dengan gaun ini. Walau sudah melewati fase hamil dan melahirkan, tubuhmu tetap terbentuk seperti awal. Orang-orang tak akan menyangka kamu sudah melahirkan tiga bayi loh." Karina yang menemani Evelyn di ruang ganti tersenyum melihat kecantikan Evelyn sekarang. Karina tidak menganggur, karena sekarang dia sedang menggendong salah satu bayi E
Hari sudah malam, dan Evelyn kini sudah berbaring di atas ranjang. Dia sudah berganti pakaian, dan tentu saja Alan lah yang membantunya. "Kak Tiana menginap di sini?" Evelyn bertanya pada Alan yang duduk di pinggir ranjang. Tangannya berada dalam genggaman tangan Alan yang besar dan hangat. "Iya. Kak Tiana dan Kak Reno akan menempati kamar samping," jawab Alan. "Kalau Karina, dia hanya akan di sini saat pagi sampai sore saja. Mungkin, setelah agak besar Karina bisa saja membawa salah satu dari mereka untuk menginap di rumahnya," ucap Alan. Evelyn tertawa pelan mendengar itu. Dia tak masalah sebenarnya. Justru Evelyn senang karena banyak yang membantunya merawat tiga bayi kembarnya. Jangankan tiga, merawat satu bayi pun kadang kewalahan. Jadi Evelyn sangat berterima kasih pada Tiana dan Karina yang mau membantunya. Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba pintu kamar mereka terbuka. Alan dan Evelyn menengok secara bersamaan ke arah pintu, dan ternyata Karina lah yang membuka pin
Setelah menjalani perawatan selama beberapa hari di rumah sakit pasca operasi, akhirnya hari ini Evelyn sudah diperbolehkan pulang. Tidak sendirian, karena ketiga bayinya pun sudah boleh di bawa pulang setelah menjalani serangkaian pemeriksaan untuk memastikan mereka baik-baik saja. Zara, Reno, dan Vino yang ada di rumah sudah berkumpul, siap menyambut kepulangan Evelyn dan baby triplets. Sementara Tiana dan Karina ikut Alan ke rumah sakit, untuk membantu Alan dan Evelyn membawa pulang baby triplets mereka. Kelahiran anak-anak Alan dan Evelyn bukan hanya membuat mereka saja yang bahagia. Tapi seluruh keluarga Alan bahagia dengan kehadiran tiga bayi mereka. Apalagi Karina dan Vino yang tidak memiliki anak. Mereka merasa diberi kesempatan untuk jadi orang tua lewat anak-anak Alan. Mobil Alan masuk ke halaman rumah dan terparkir rapi di samping rumah. Tiana dan Karina langsung keluar dengan masing-masing menggendong seorang bayi. Zara pun berinisiatif mendekati mobil Alan dan mengambi
Evelyn berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan Alan yang berada di sampingnya. Tangan Alan setia menggenggam tangannya dengan erat. Tatapan mata Alan tak bisa berbohong tentang yang dia rasakan sekarang. "Tenang, Mas. Semuanya pasti baik-baik saja." Evelyn berucap dengan tenang. Dia sudah berganti baju dan kini menggunakan pakaian khusus pasien. Karena sebentar lagi, Evelyn akan melakukan operasi caesar, untuk mengeluarkan ketiga bayinya. Awalnya, Evelyn berkeinginan untuk melahirkan secara normal. Namun dengan keadaan dia yang hamil tiga bayi sekaligus, terlalu besar resikonya. Akhirnya operasi caesar lah yang dipilih oleh Evelyn untuk persalinannya. "Aku benar-benar khawatir," ucap Alan dengan suara pelan. Berkali-kali dia mencium punggung tangan Evelyn dengan tatapan penuh rasa khawatir. "Aku tahu. Tapi Mas harus percaya kalau aku bisa melalui ini dengan baik," ucap Evelyn berusaha menenangkan Alan yang sangat khawatir tentang dirinya sekarang. Evelyn tersenyum pada Alan b
Waktu terus berjalan, hingga tak terasa kalau sekarang usia kehamilan Evelyn sudah menginjak minggu ke 24. Perutnya sudah membesar, memperlihatkan dirinya yang memang sedang hamil. Ukuran perut Evelyn lebih besar dari ibu-ibu lain di usia kehamilan segitu karena memang dia mengandung bayi kembar.Siang ini, Evelyn baru pulang dari rumah sakit bersama dengan Alan setelah melakukan pemeriksaan rutin. Saat berjalan masuk ke dalam rumah, Alan terus merangkul pinggang Evelyn karena khawatir istrinya akan jatuh atau tersandung."Hai! Bagaimana pemeriksaannya?" Saat sampai di ruang keluarga, Zara langsung bertanya pada paman dan tantenya tersebut."Baik. Selalu baik," jawab Alan. Dia membantu Evelyn untuk duduk di atas sofa dengan nyaman. Lalu Alan menaikkan kaki Evelyn ke atas sofa agar Evelyn selonjoran saja."Kamu gak pergi keluar, Zara? Bukannya hari ini kamu gak kuliah?" Evelyn bertanya pada Zara yang baru saja menyimpan ponselnya di atas meja."Gak sih. Lebih asyik di rumah saja," jawa







