MasukEvelyn menatap pantulan dirinya di cermin. Sungguh, dia tak percaya kalau itu adalah dirinya sendiri. Bukan mau sombong atau kepedean, tapi Evelyn merasa dirinya sangat cantik sekali sekarang. Itulah kenapa dia tak percaya kalau seseorang dalam cermin itu adalah dirinya sendiri.
Ya, Evelyn sudah selesai dipermak habis-habisan oleh pegawai salon. Dia mendapatkan pelayanan eksklusif dari ujung rambut sampai kaki. Rambutnya yang agak kasar kini terlihat sangat lembut dan cantik. Kuku tangannya yang semula polos kini sudah terlihat cantik karena dipoles. Wajahnya yang biasanya natural tanpa make up kini sudah dipoles make up hingga Evelyn tak mengenali dirinya sendiri. "Bagaimana? Apa kamu puas dengan hasilnya?" Karina berjalan mendekati Evelyn yang masih mengagumi pantulan dirinya sendiri di cermin. "Ini sangat menakjubkan. Aku seperti orang yang berbeda," ucap Evelyn kagum. Karina terkekeh geli mendengar penuturan polos Evelyn. Ah, dia jadi sadar sesuatu. Evelyn masih berusia 20 tahun, masih sangat muda. Jarak usianya dengan Alan sangat jauh. Tapi, Karina akan memastikan penampilan Evelyn agar terlihat lebih dewasa. Jangan sampai orang-orang sadar kalau Alan membawa seorang wanita muda di acara reuni nanti. "Pakai ini. Sebentar lagi Alan akan datang ke sini. Kita akan berangkat bersama," ucap Karina. Dia menyerahkan sebuah paperbag pada Evelyn yang diterima Evelyn dengan bingung. "Aku tunggu di depan ya. Mereka akan membantumu memakai gaun itu," ucap Karina. Setelah mengatakan itu, Karina pun pergi dari sana. "Ayo, Bu. Kita bantu," ucap salah satu pegawai salon. Dia mengambil paperbag yang diserahkan oleh Karina pada Evelyn. Lalu dia mengeluarkan sebuah gaun berwarna navy yang sangat indah. Mata Evelyn langsung melotot melihat gaun tersebut. Ya Tuhan. Dia harus memakai baju seksi itu? Yang benar saja! *** Evelyn lagi-lagi menatap pantulan dirinya di cermin. Sekarang, dia sudah memakai gaun indah berwarna navy yang disiapkan oleh Karina untuknya. Selain indah, gaun itu juga berkilau. Evelyn sebenarnya kurang suka gaun itu karena memperlihatkan bahu beserta punggungnya. Namun, dia juga tak bisa menolak. Tak apa. Demi uang agar dia bisa bayar utang. Rambut Evelyn diikat tinggi-tinggi dan dibuat bergelombang di bagian ujungnya. Dia juga sudah memakai perhiasan yang juga disiapkan oleh Karina. Dan lihatlah, sekarang dia memang tak terlihat seperti gadis berusia 20 tahun. Usianya terasa bertambah karena penampilannya sekarang. "Mari, Bu. Mereka sudah menunggu." Salah satu pegawai salon mengajak Evelyn untuk segera keluar dari sana. Evelyn mengangguk dan berjalan pelan. Dia memakai high heels setinggi tujuh centimeter, dan Evelyn berusaha sekeras mungkin agar jangan sampai jatuh. Perlahan, pintu terbuka. Evelyn berjalan keluar dari ruangan tersebut. Decakan kagum dari Karina yang pertama Evelyn dengar. Wanita itu langsung menghampiri Evelyn dan tak henti memuji Evelyn yang terlihat sangat mengagumkan sekarang. "Alan, lihatlah. Gaun yang kamu pilih sangat cocok untuk Evelyn," ujar Karina. Evelyn melihat ke depan, dan ada dua pria di sana. Entah mana yang bernama Alan, karena dua-duanya menampakkan raut wajah yang sama datarnya. Namun, jujur saja mereka berdua sangat tampan. Ya Tuhan. Evelyn merasa terpesona melihat mereka dengan sikap dinginnya. "Ayo kita berangkat. Acaranya akan dimulai sebentar lagi." Salah satu dari pria itu berkata. Karina tersenyum dan mengangguk. Dia lalu berjalan meninggalkan Evelyn dan menggandeng lengan pria yang berbicara barusan. Sekarang Evelyn tahu mana pria bernama Alan, karena yang satu lagi merupakan pasangan Karina. "Evelyn, kita bertemu di sana nanti." Karina berucap sebelum pergi lebih dulu. Evelyn menatap kepergian Karina dengan senyuman kecil. Kemudian dia hanya berdiri saja di sana, karena bingung harus melakukan apa. Alan menatap Evelyn dalam diam. Matanya memicing, memperhatikan wanita muda itu dari atas ke bawah beberapa kali. Alan ingat jelas wajah Evelyn yang dia lihat di foto biografi yang dikirimkan oleh Zara. Dan wajah difoto itu sangat berbeda dengan aslinya sekarang. Oh tentu saja. Di foto itu, Evelyn tak memakai apa-apa, sangat natural. Beda dengan sekarang yang memang sengaja dipermak agar terlihat lebih dewasa dari usianya. Alan berjalan mendekati Evelyn yang terlihat gugup dan bingung. Alan sungguh tak percaya kalau dia akan mengajak seorang wanita berusia 20 tahun ke acara reuninya. Ya, semoga saja tak ada yang menyadari kalau usia Evelyn jauh di bawahnya. Alan mengulurkan tangannya ke arah Evelyn. Evelyn menatapnya dengan bingung, kemudian menerima uluran tangan Alan dengan ragu. "Dengarkan saja apa yang aku katakan. Tak perlu berusaha berbaur dengan yang lain dan jangan bicara dengan orang lain." Alan berkata dengan suara rendahnya yang membuat Evelyn merinding. "Ba-baik." Evelyn membalas dengan suara pelan. Alan menatapnya beberapa saat, kemudian menarik pelan Evelyn agar mengikuti langkahnya. Mereka berjalan keluar dari salon dan menghampiri mobil mewah Alan yang terparkir rapi di depan salon. Alan membuka pintu mobil lalu memberi kode pada Evelyn untuk masuk. Setelah Evelyn masuk, Alan menutup pintunya. Kemudian dia berjalan memutari mobil dan masuk ke dalamnya juga. Dia duduk dibalik kemudi, dan Evelyn duduk di sampingnya. Selama di dalam mobil, Alan maupun Evelyn sama-sama diam. Tak ada obrolan apapun hingga suasana terasa sangat hening dan canggung bagi Evelyn. Jantungnya berdegup dengan kencang, karena merasa gugup. Dia tak bisa berhenti menerka acara reuni seperti apa yang akan dia hadiri. Melihat penampilan Alan sekarang, juga Karina beserta pasangannya tadi membuat Evelyn yakin kalau yang hadir pasti bukan orang-orang biasa sepertinya. Oh tentu Evelyn juga ingat penampilannya sekarang yang memang terlihat mewah. Itu mengartikan, kalau acara reuni yang akan dihadiri pasti berisi orang-orang kaya dari kalangan atas. Memikirkan itu membuat Evelyn merasakan mulas. Bagaimana jika dia membuat kesalahan? Bagaimana jika dia bersikap bodoh dan kampungan? Ya Tuhan. Evelyn berharap dia bisa menjaga sikap dengan sangat baik agar tidak mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang. Setelah beberapa menit di perjalanan, mobil Alan pun memasuki parkiran sebuah hotel bintang lima. Evelyn semakin grogi dan gugup, dan Alan menyadari itu. Sekarang Alan baru terpikir, kalau dia salah karena menerima tawaran dari Zara untuk mengajak Evelyn ke acara ini. Evelyn pasti asing dengan acara seperti ini. Namun, tak ada waktu untuk menyesal. Acara sebentar lagi akan dimulai dan Alan tak mungkin mencari wanita lain. "Tenang dan jangan gugup. Jangan jauh dariku atau Karina. Jangan sampai tersesat juga," ucap Alan. Tanpa bicara apa-apa, Alan meraih tangan Evelyn dan melingkarkan ke lengannya. Sekarang, posisinya Evelyn menggandeng lengan Alan, dan jujur saja Evelyn merasa tak nyaman. Mereka lalu berjalan beriringan masuk ke dalam hotel, tempat acara reuni tersebut di laksanakan. Mata Evelyn melihat sekeliling, dan dia tak menemukan sosok Karina. "Acaranya di lantai 13." Alan berucap. Evelyn hanya diam saja mendengar itu. Pantas saja Karina tak terlihat. Pasti wanita itu sudah berada di atas sana. Mereka pun masuk ke dalam lift dan Alan langsung menekan tombol 13. Evelyn mendongak, menatap jarum lift yang menunjukkan angka lantai. Setelah beberapa saat, akhirnya lift berhenti. Pintunya terbuka dan Alan pun langsung menarik Evelyn agar keluar dari lift. Dan rasa gugup Evelyn semakin menjadi-jadi saat melihat banyak orang di sana yang berpenampilan mewah dan elegan. Ya Tuhan. Semoga dia tak melakukan kesalahan. Semoga dia bisa menguasai diri dengan baik di acara orang-orang kaya ini.Tiana sebagai wanita paham sekali kalau pendidikan bagi wanita itu penting. Walau Evelyn berstatus adik iparnya, tapi Tiana menganggap Evelyn seperti anak sendiri. Karena itu, Tiana memberikan nasehat pada Evelyn agar melanjutkan pendidikannya. Evelyn awalnya ragu untuk kuliah, minder karena teman-teman seumurannya sudah lulus S1, sedangkan dia baru mau masuk kuliah. Namun, semua keluarga Alan, termasuk Alan sendiri mendukung saran dari Tiana. "Kuliah itu untuk kalangan umum, Eve. Hanya karena kamu sudah menikah dan melahirkan, bukan berarti kamu tak boleh kuliah. Justru harus, karena kamu sudah menjadi ibu, dan kamu akan menjadi guru pertama untuk anak-anak kamu nanti." Itu adalah kata-kata yang diungkapkan oleh Karina, dan Evelyn jadi lumayan pede setelah mendengarnya. Akhirnya, setelah membuat keputusan yang lumayan berat, Evelyn mendaftar kuliah di universitas tempat Alan menjadi donatur. Tentu Evelyn tak sendirian, karena dia ditemani oleh Zara yang mendaftar S2. Masalah an
Evelyn berdiri di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Evelyn kini memakai sebuah gaun pengantin yang cantik dan indah berwarna rose gold. Rambutnya di gelung dengan cantik, dan diberi hiasan berupa sebuah mahkota kecil di atas kepala. Penampilannya sekarang sudah mirip seperti putri dalam film kerajaan. Bukan tanpa alasan Evelyn berpenampilan seperti itu hari ini. Karena hari ini, adalah hari resepsi pernikahannya dengan Alan. Ya, setelah satu tahun lebih sejak akad pernikahan, resepsi pernikahan mereka baru diadakan sekarang. Tentu saja menunggu Evelyn pulih dulu setelah melahirkan tiga bayinya. "Tubuh kamu mungil dan cocok sekali dengan gaun ini. Walau sudah melewati fase hamil dan melahirkan, tubuhmu tetap terbentuk seperti awal. Orang-orang tak akan menyangka kamu sudah melahirkan tiga bayi loh." Karina yang menemani Evelyn di ruang ganti tersenyum melihat kecantikan Evelyn sekarang. Karina tidak menganggur, karena sekarang dia sedang menggendong salah satu bayi E
Hari sudah malam, dan Evelyn kini sudah berbaring di atas ranjang. Dia sudah berganti pakaian, dan tentu saja Alan lah yang membantunya. "Kak Tiana menginap di sini?" Evelyn bertanya pada Alan yang duduk di pinggir ranjang. Tangannya berada dalam genggaman tangan Alan yang besar dan hangat. "Iya. Kak Tiana dan Kak Reno akan menempati kamar samping," jawab Alan. "Kalau Karina, dia hanya akan di sini saat pagi sampai sore saja. Mungkin, setelah agak besar Karina bisa saja membawa salah satu dari mereka untuk menginap di rumahnya," ucap Alan. Evelyn tertawa pelan mendengar itu. Dia tak masalah sebenarnya. Justru Evelyn senang karena banyak yang membantunya merawat tiga bayi kembarnya. Jangankan tiga, merawat satu bayi pun kadang kewalahan. Jadi Evelyn sangat berterima kasih pada Tiana dan Karina yang mau membantunya. Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba pintu kamar mereka terbuka. Alan dan Evelyn menengok secara bersamaan ke arah pintu, dan ternyata Karina lah yang membuka pin
Setelah menjalani perawatan selama beberapa hari di rumah sakit pasca operasi, akhirnya hari ini Evelyn sudah diperbolehkan pulang. Tidak sendirian, karena ketiga bayinya pun sudah boleh di bawa pulang setelah menjalani serangkaian pemeriksaan untuk memastikan mereka baik-baik saja. Zara, Reno, dan Vino yang ada di rumah sudah berkumpul, siap menyambut kepulangan Evelyn dan baby triplets. Sementara Tiana dan Karina ikut Alan ke rumah sakit, untuk membantu Alan dan Evelyn membawa pulang baby triplets mereka. Kelahiran anak-anak Alan dan Evelyn bukan hanya membuat mereka saja yang bahagia. Tapi seluruh keluarga Alan bahagia dengan kehadiran tiga bayi mereka. Apalagi Karina dan Vino yang tidak memiliki anak. Mereka merasa diberi kesempatan untuk jadi orang tua lewat anak-anak Alan. Mobil Alan masuk ke halaman rumah dan terparkir rapi di samping rumah. Tiana dan Karina langsung keluar dengan masing-masing menggendong seorang bayi. Zara pun berinisiatif mendekati mobil Alan dan mengambi
Evelyn berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan Alan yang berada di sampingnya. Tangan Alan setia menggenggam tangannya dengan erat. Tatapan mata Alan tak bisa berbohong tentang yang dia rasakan sekarang. "Tenang, Mas. Semuanya pasti baik-baik saja." Evelyn berucap dengan tenang. Dia sudah berganti baju dan kini menggunakan pakaian khusus pasien. Karena sebentar lagi, Evelyn akan melakukan operasi caesar, untuk mengeluarkan ketiga bayinya. Awalnya, Evelyn berkeinginan untuk melahirkan secara normal. Namun dengan keadaan dia yang hamil tiga bayi sekaligus, terlalu besar resikonya. Akhirnya operasi caesar lah yang dipilih oleh Evelyn untuk persalinannya. "Aku benar-benar khawatir," ucap Alan dengan suara pelan. Berkali-kali dia mencium punggung tangan Evelyn dengan tatapan penuh rasa khawatir. "Aku tahu. Tapi Mas harus percaya kalau aku bisa melalui ini dengan baik," ucap Evelyn berusaha menenangkan Alan yang sangat khawatir tentang dirinya sekarang. Evelyn tersenyum pada Alan b
Waktu terus berjalan, hingga tak terasa kalau sekarang usia kehamilan Evelyn sudah menginjak minggu ke 24. Perutnya sudah membesar, memperlihatkan dirinya yang memang sedang hamil. Ukuran perut Evelyn lebih besar dari ibu-ibu lain di usia kehamilan segitu karena memang dia mengandung bayi kembar.Siang ini, Evelyn baru pulang dari rumah sakit bersama dengan Alan setelah melakukan pemeriksaan rutin. Saat berjalan masuk ke dalam rumah, Alan terus merangkul pinggang Evelyn karena khawatir istrinya akan jatuh atau tersandung."Hai! Bagaimana pemeriksaannya?" Saat sampai di ruang keluarga, Zara langsung bertanya pada paman dan tantenya tersebut."Baik. Selalu baik," jawab Alan. Dia membantu Evelyn untuk duduk di atas sofa dengan nyaman. Lalu Alan menaikkan kaki Evelyn ke atas sofa agar Evelyn selonjoran saja."Kamu gak pergi keluar, Zara? Bukannya hari ini kamu gak kuliah?" Evelyn bertanya pada Zara yang baru saja menyimpan ponselnya di atas meja."Gak sih. Lebih asyik di rumah saja," jawa







