Evelyn duduk berdua dengan Karina di sofa yang terletak di pojok ruangan. Acara reuni ini menurut Evelyn tak terlihat seperti acara reuni. Dari obrolan orang disekitarnya, kebanyakan hanya berusaha pamer dengan keadaan dan pencapaian masing-masing. Acara ini juga terlihat seperti sebuah pesta pernikahan atau pesta ulang tahun.
Alan entah pergi kemana, dan meninggalkan Evelyn berdua dengan Karina. Jujur saja, Evelyn malah senang bisa bersama dengan Karina. Setidaknya, dia bisa merasa santai saat bicara pada wanita tersebut. "Ini acara reuni tahun ke berapa?" Evelyn bertanya. Di tangannya ada segelas es jeruk yang dibawakan oleh Karina tadi. "Tahun ke-19 sejak kelulusan kami. Tapi, acara reuni ini hanya dilakukan beberapa tahun sekali, tidak setiap tahun. Dan kebetulan ini acara reuni pertama sejak Alan bercerai dengan mantan istrinya," ucap Karina. Dia sedikit berbisik di kalimat terakhir. Evelyn kemudian ingat perkataan Karina kalau mantan istri Alan juga hadir di acara tersebut. "Apa mantan istrinya benar-benar hadir?" tanya Evelyn penasaran. Karina langsung mengangguk. Telunjuknya mengacung ke arah selatan, menunjuk seorang wanita dengan dress merah menyala yang sedang menggandeng seorang pria dengan warna baju yang serasi. "Itu dia. Namanya Citra," jawab Karina. Evelyn melihat ke arah wanita bernama Citra itu, dan Evelyn langsung bergumam kagum melihat wanita cantik tersebut. "Cantik sekali. Seperti boneka barbie," ucap Evelyn. Karina tertawa pelan mendengar itu. "Memang. Dia tak terlalu terkenal saat SMA. Namun dia jadi mahasiswi tercantik di angkatan kami saat kuliah," balas Karina. Kepala Evelyn bergerak manggut-manggut perlahan. Kemudian Evelyn mengingat sosok Alan, yang juga sangat tampan baginya. Mereka memang serasi dan cocok karena sama-sama good looking. "Kenapa mereka bercerai?" tanya Evelyn penasaran. "Citra memiliki pemahaman yang berbeda tentang memiliki anak. Dia juga selingkuh. Jadi ya, begitulah." Karina menjawab. Mata Evelyn melebar mendengar itu. Ah, ternyata perceraian mereka terjadi karena kesalahan dari pihak perempuan. "Jika dia bertanya padamu, katakan saja padanya kalau kamu adalah tunangan Alan. Soalnya dia suka sekali mengganggu wanita-wanita yang dekat dengan Alan," ucap Karina. Evelyn terlihat kaget mendengar itu. Mana bisa dia mengaku seperti itu? Karina berkata seperti itu juga bukan tanpa alasan. Karena dia, pernah jadi salah satu korbannya. Karina adalah salah satu wanita yang selalu dicemburui oleh Citra saat dia masih bersama Alan. Padahal sudah jelas kalau Karina menikah lebih dulu dari Alan, dan yang dia nikahi juga kakak kandung Alan. Tapi Citra sering saja menuduhnya mendekati dan merayu Alan. "Semoga saja kami tak berpapasan. Aku tak mungkin berkata seperti itu padanya," gumam Evelyn. Dia kembali meneguk es jeruknya yang kini tinggal setengahnya saja. "Bu, toilet di mana? Aku harus ke toilet sebentar," tanya Evelyn. Alis Karina bertaut karena panggilan Evelyn barusan. "Rasanya aku lebih senang kamu panggil kakak saja. Dan toilet berada di sebelah sana. Kamu tinggal belok saja. Tak jauh kok," jawab Karina. Evelyn tersenyum kecil mendengar itu dan langsung pamit untuk segera ke toilet. Sesampainya di toilet, Evelyn hanya diam berdiri menghadap cermin. Dia menatap pantulan wajahnya sendiri dan Evelyn masih tak menyangka kalau sekarang dia berada di sebuah acara reuni orang-orang kaya. Jujur saja, Evelyn tidak nyaman dengan suasana yang cukup ramai ini. Apalagi dia tak kenal siapa-siapa selain Karina di sana. Alan? Evelyn tak tahu di mana keberadaan pria itu. Pria itu hanya mengenalkannya pada beberapa temannya. Walau begitu, Alan juga tak memberitahu teman-temannya siapa Evelyn. Evelyn memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dia menghembuskannya perlahan. Evelyn kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Dia berusaha meyakinkan diri sendiri kalau dia bisa melewati acara ini dengan baik tanpa melakukan kesalahan. Setelah semua ini usai, maka hidupnya akan seperti biasa lagi. Tambahan, hutangnya bisa segera lunas. Evelyn membuka keran air dan mencuci tangannya. Lalu dia mengeringkan tangannya memakai handuk kecil yang tersedia. Saat Evelyn berbalik hendak keluar dari toilet, seseorang masuk. Tatapan mereka bertemu, dan tubuh Evelyn langsung membeku melihat orang yang masuk barusan. Dia adalah Citra. Mantan istrinya Alan. Evelyn tersenyum ramah pada Citra. Dia tak berniat untuk bertanya atau apa, karena itu Evelyn langsung berjalan hendak meninggalkan wanita itu. "Kamu datang bersama Alan, kan?" Citra bertanya pada Evelyn yang sudah memegang gagang pintu. Evelyn meringis pelan dalam hati. Padahal dia sudah berdoa sejak tadi agar jangan berpapasan dengan Citra. Tapi ternyata dia malah bertemu dengan wanita itu di toilet yang sepi ini. "Iya benar." Evelyn menjawab masih disertai dengan senyuman. "Kamu punya hubungan apa dengan Alan?" Citra bertanya lagi, membuat Evelyn mau tak mau tetap diam di sana. Padahal dia ingin segera pergi dari sana. Lalu, dia harus memberikan jawaban apa untuk pertanyaan Citra barusan? "Dugaanku sepertinya benar ya. Alan masih belum bisa melupakan aku. Dia mengajakmu hanya untuk memanasiku," ucap Citra. Senyum puas terbit di bibirnya setelah mengatakan itu. Alis Evelyn bertaut bingung mendengar itu. Dia tidak tahu apa-apa, jadi dia bingung harus membalas apa. Pintu di belakang Evelyn terbuka, membuat Evelyn terperanjat kaget. Matanya melebar, melihat Alan yang kini berdiri di ambang pintu. Pria itu menatap sekilas pada Citra, lalu beralih menatapnya. "Sudah selesai?" Alan bertanya. Evelyn mengerjap pelan kemudian mengangguk kecil. "Sudah." Evelyn menjawab. Tanpa bicara lagi, Alan langsung meraih tangan Evelyn dan menariknya untuk keluar dari sana. Alan tak menghiraukan keberadaan Citra, menganggap wanita itu tak ada di depannya. Saat Citra memanggilnya pun, Alan tak berhenti dan tetap berjalan menjauh dari toilet. "Aku sudah bilang jangan bicara dengan siapa-siapa." Alan berkata, memperingati. Evelyn kesusahan mensejajarkan langkah frmgan Alan karena langkah Alan yang lebar dan cepat. "Aku tak bicara padanya." Evelyn berkata, berusaha melakukan pembelaan. Dia memang tak bicara apa-apa pada Citra. Hanya menjawab pertanyaan pertama Citra. Itupun hanya dua kata saja. Mendenhar jawaban Evelyn, Alan langsung berhenti melangkah. Matanya langsung menatap tajam pada Evelyn yang tingginya hanya sampai telinga Alan saja. "Kami tak sengaja bertemu di toilet. Bukan sengaja ingin bertemu," ucap Evelyn memberikan penjelasan. Suara pelan Evelyn masih bisa terdengar oleh Alan di antara suasana yang ramai dan berisik. "Kita pulang sekarang." Alan berkata, dan lagi-lagi dia menarik Evelyn sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana susahnya Evelyn menyamakan langkah dengannya.Evelyn dan Alan kini sudah berada di dalam mobil milik Alan. Alan memakai sabuk pengaman dan juga membantu memakaikan sabuk pengaman pada Evelyn yang agak kesusahan. Evelyn mengucapkan terima kasih, namun tak dibalas apapun oleh Alan.Evelyn tersenyum kecil, merasa bahagia karena semuanya sudah selesai. Setelah ini dia akan pulang, mendapatkan bayaran, dan semuanya selesai. Dia bisa segera melunasi hutangnya dan hidupnya akan tenang seperti sedia kala.Setelah beberapa saat, Alan tak kunjung menghidupkan mesin mobilnya. Evelyn melirik ke arah pria itu, yang sedang menyandar dengan sebelah tangan menutupi matanya. Tunggu, apa dia ketiduran?"Kenapa kamu menerima tawaran Zara untuk menemaniku ke sini?" Evelyn terperanjat kaget saat Alan tiba-tiba bersuara. Alan menurunkan lengannya lalu menatap Evelyn dengan serius."Karena aku membutuhkan uang." Evelyn menjawab dengan jujur. Dia menunduk, merasa malu mengatakan itu. Tapi, memang itu kebenarannya."Butuh berapa?" Alan bertanya lagi. Eve
Evelyn duduk berdua dengan Karina di sofa yang terletak di pojok ruangan. Acara reuni ini menurut Evelyn tak terlihat seperti acara reuni. Dari obrolan orang disekitarnya, kebanyakan hanya berusaha pamer dengan keadaan dan pencapaian masing-masing. Acara ini juga terlihat seperti sebuah pesta pernikahan atau pesta ulang tahun. Alan entah pergi kemana, dan meninggalkan Evelyn berdua dengan Karina. Jujur saja, Evelyn malah senang bisa bersama dengan Karina. Setidaknya, dia bisa merasa santai saat bicara pada wanita tersebut."Ini acara reuni tahun ke berapa?" Evelyn bertanya. Di tangannya ada segelas es jeruk yang dibawakan oleh Karina tadi."Tahun ke-19 sejak kelulusan kami. Tapi, acara reuni ini hanya dilakukan beberapa tahun sekali, tidak setiap tahun. Dan kebetulan ini acara reuni pertama sejak Alan bercerai dengan mantan istrinya," ucap Karina. Dia sedikit berbisik di kalimat terakhir. Evelyn kemudian ingat perkataan Karina kalau mantan istri Alan juga hadir di acara tersebut."Ap
Evelyn menatap pantulan dirinya di cermin. Sungguh, dia tak percaya kalau itu adalah dirinya sendiri. Bukan mau sombong atau kepedean, tapi Evelyn merasa dirinya sangat cantik sekali sekarang. Itulah kenapa dia tak percaya kalau seseorang dalam cermin itu adalah dirinya sendiri.Ya, Evelyn sudah selesai dipermak habis-habisan oleh pegawai salon. Dia mendapatkan pelayanan eksklusif dari ujung rambut sampai kaki. Rambutnya yang agak kasar kini terlihat sangat lembut dan cantik. Kuku tangannya yang semula polos kini sudah terlihat cantik karena dipoles. Wajahnya yang biasanya natural tanpa make up kini sudah dipoles make up hingga Evelyn tak mengenali dirinya sendiri."Bagaimana? Apa kamu puas dengan hasilnya?" Karina berjalan mendekati Evelyn yang masih mengagumi pantulan dirinya sendiri di cermin."Ini sangat menakjubkan. Aku seperti orang yang berbeda," ucap Evelyn kagum. Karina terkekeh geli mendengar penuturan polos Evelyn. Ah, dia jadi sadar sesuatu. Evelyn masih berusia 20 tahun,
"Eve, nanti akan ada yang menjemputmu ke cafe pukul satu siang. Kamu bisa kan izin kerja setengah hari saja?"Evelyn membuka ponselnya saat pekerjaannya sedikit senggang. Dan ternyata ada pesan masuk dari Zara. Evelyn kemudian melihat jam di ponselnya dan ternyata sekarang sudah jam sebelas. Itu berarti dua jam lagi akan ada yang menjemputnya, entah siapa."Rita, kira-kira Bu Hani beri izin gak ya kalau aku pulang lebih awal?" Evelyn bertanya pada Rita yang sedang menyiapkan minuman."Ada urusan kah?" tanya Rita seraya menengok sekilas padanya."Iya." Evelyn menjawab singkat tanpa mau memberitahu Rita soal urusan yang dia maksud."Aku gak tahu juga. Tapi kamu coba saja dulu. Dan jangan lupa, berikan alasan yang masuk akal," ujar Rita. Setelah mengatakan itu, Rita pergi meninggalkan Evelyn untuk mengantarkan pesanan pelanggan.Evelyn diam sesaat seraya memegang ponselnya dengan erat. Berusaha memikirkan alasan yang tepat untuk meminta izin pulang lebih awal pada Bu Hani, yang merupakan
Seorang wanita cantik dengan name-tag Karina terlihat sedang sibuk membereskan berkas di mejanya. Dia memastikan lagi kalau semua berkas yang dia pegang lengkap tanpa ada yang tertinggal satu pun. Setelah yakin semuanya sudah dia pegang, wanita tersebut berjalan masuk ke dalam ruangan atasannya."Ini biografinya. Zara yang mengirimkannya pada saya, Pak." Karina menyerahkan berkas yang dia pegang pada sang atasan, Alan Geraldino."Sudah kubilang agar jangan terlalu formal jika kita hanya berdua." Alan, atasan sekaligus sahabat dan adik ipar Karina berkata dengan sedikit rasa kesal."Baiklah, Alan." Karina menuruti keinginan pria itu. Alan mengangguk, lalu mulai membaca biografi seorang wanita yang dikirimkan oleh Zara, keponakan Alan sendiri."20 tahun? Menurutmu dia cocok untuk menemaniku?" tanya Alan sedikit ragu. Perbedaan usia yang sangat jauh membuat Alan ragu jika wanita rekomendasi keponakannya cocok untuk menemaninya besok malam."Usia tak jadi masalah, Alan. Dia bisa di permak
Evelyn Rosalina. Seorang wanita muda berusia 20 tahun yang bekerja sebagai pelayan cafe. Dia tak memiliki orang tua, dan besar di sebuah panti asuhan. Evelyn hanya seorang lulusan SMA saja. Dia tidak kuliah, karena tidak memiliki biaya. Apesnya, dia juga tak memiliki otak cerdas hingga dia tak mendapatkan beasiswa apapun.Sejak dua tahun yang lalu, Evelyn sudah bekerja di beberapa tempat. Toko sepatu, toko pakaian, kasir minimarket, hingga pekerjaannya sekarang sebagai pelayan cafe. Evelyn bersyukur karena masih bisa mendapatkan pekerjaan hanya dengan modal ijazah SMA saja.Hari ini, Evelyn terlihat lebih murung dari hari-hari kemarin. Teman-temannya tahu betul alasan kenapa Evelyn terlihat sangat murung dan pendiam hari ini."Masih gak ada kabar darinya, Eve?" Salah satu teman Evelyn mendekat dan bertanya pada Evelyn yang baru saja meneguk segelas air."Dia benar-benar kabur. Aku sudah bingung bagaimana melunasi semua hutangnya," jawab Evelyn mengeluh.Ya, kesalahan terbesar Evelyn a