Share

Bab 5

Author: Scarlett Flame
Sudah sepuluh tahun berlalu, tapi setiap kali aku mengingat semuanya, rasanya masih sangat menyakitkan.

Aku bersiap untuk pergi ke makam Ibu, menemuinya untuk terakhir kalinya. Umurku hanya tersisa lima hari lagi dan aku ingin memberitahunya bahwa setelah ini, aku tidak akan bisa datang menemuinya lagi.

Sebelum ke makam, aku harus pergi dulu ke kantor Elton. Ibu dulu sangat menyukai Elton. Saat dia masih sehat, ketika aku dan Elton masih saling mencintai, Ibu pernah membuatkan karya tembikar untuk kami berdua dengan tangannya sendiri. Seekor anjing kecil untuk Elton dan seekor kucing kecil untukku.

Kedua tembikar itu bisa disatukan dengan pas, seperti sedang berpelukan. Maknanya, aku dan Elton tidak akan pernah terpisahkan.

Aku memberikan anjing kecil itu kepada Elton, tapi dia malah hanya ingin kucing kecil milikku. Katanya, kucing itu mirip denganku, manja dan sombong. Setiap kali dia melihat kucing itu, dia akan mengingatku, jadi dia ingin menyimpannya selamanya.

Elton menepati ucapannya. Sampai sekarang, kucing kecil itu masih ada di kantornya. Aku takut nanti setelah aku meninggal, Elton akan membuangnya begitu saja seperti sampah. Jadi, aku harus mengambilnya kembali dan meletakkannya di depan makam Ibu. Biarlah kucing itu yang menemaninya menggantikanku.

Ketika aku tiba di kantor Elton, dia sedang menonton video tentangku tepat bagian ketika aku hampir pingsan. Begitu melihatku datang, dia tidak berkata apa pun, hanya melempar ponselnya ke samping.

Mataku langsung tertuju ke meja tempat kucing tembikar itu biasanya diletakkan, tetapi tempat itu tampak kosong. Aku panik dan segera bertanya, "Kucing kecilku mana?"

Yvette yang duduk di dekatnya tersenyum puas. "Maksudmu pajangan kucing itu, ya? Beberapa hari lalu aku bilang lucu, terus Elton kasih ke aku. Dia bilang aku mirip kucing itu, manja dan sombong. Tapi itu omong kosong sih, aku jauh lebih cantik dari kucing itu!"

Aku tidak menggubris Yvette, hanya menatap Elton dengan amarah yang membara. "Siapa yang mengizinkanmu memberikan barangku ke orang lain? Itu buatan tangan Ibu! Dan kamu malah memberikannya pada selingkuhanmu!"

Elton tertawa seperti orang berengsek dan mengangkat bahu seolah tak peduli. "Itu kucing milikmu? Maaf, aku lupa. Sudah lama di sini, kukira cuma barang murahan yang nggak ada nilainya."

Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, aku yang dipenuhi amarah langsung meraih asbak kristal di atas meja dan melemparkannya ke arahnya.

Elton tidak berusaha menghindar. Asbak itu menghantam dahinya dengan keras, darah langsung mengalir di pelipisnya.

Yvette menjerit kaget. "Kamu gila?! Hanya demi pajangan murahan, kamu sampai memukul orang!"

Elton menatapku dingin, lalu suaranya berat dan penuh tekanan. "Yvette, kembalikan benda itu padanya."

Yvette mendengus kesal dan menghentakkan kakinya, lalu berlari keluar. Tak lama kemudian, dia kembali dengan menggenggam kucing tembikar di tangannya. Dia melemparnya ke arahku dengan penuh kebencian.

"Nih, ambil! Siapa juga yang mau barang jelek begini? Dibuang ke tong sampah aja nggak bakal ada yang mau pungut! Bawa barangmu, lalu pergi dari sini!"

Kucing tembikar itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Hatiku pun ikut pecah bersama suaranya.

Kucing kecil itu "mati", sama seperti hidupku yang sudah di akhir hayat. Aku merasa, aku dan kucing itu sebenarnya sama rapuhnya dan sebentar lagi akan hancur seluruhnya.

Kepalaku berdengung, mataku terasa panas. Tanpa berpikir panjang, aku menampar Yvette sekuat tenaga. "Itu peninggalan ibuku! Bagaimana bisa kamu tega menghancurkannya?!"

Aku mencengkeram bahunya dan ingin memukul lagi, tapi Elton segera menahanku. Aku menatapnya, lelaki yang kini malah melindungi wanita lain di depan mataku. Mataku memerah, air mataku jatuh tanpa bisa kutahan.

"Elton, kamu sudah lihat semua berita. Kamu tahu aku akan mati! Kenapa kamu masih harus menyakitiku? Elton, kamu bajingan!"

Elton memandangi wajahku yang penuh air mata, lalu menghela napas panjang. Dia mengulurkan tangannya dan menghapus air mataku dengan lembut.

"Pertama kue, sekarang kamu bilang akan mati. Hedy, kamu senang mempermainkanku, ya? Kamu nggak perlu pasang wajah sedih begitu. Aku nggak akan lagi iba karena air matamu ...."

Belum sempat dia menyelesaikan kata-katanya, setetes darah menetes di punggung tangannya. Hidungku berdarah, dan kali ini lebih deras dari sebelumnya.

Dunia di sekelilingku berputar dengan gelap, lalu semuanya lenyap. Aku ambruk seketika.

Elton buru-buru memelukku, suaranya terdengar panik untuk pertama kalinya. "Cepat panggil ambulans! Cepat!"

Dia belum pernah sekacau ini. Bahkan ketika menghadapi tembakan musuh, dia tidak pernah menggigil seperti sekarang. Namun kali ini, dia hanya bisa menatapku tak berdaya dan melihat darahku mengotori kemejanya sendiri.

Ya ... aku akan mati. Kalau bisa, sebelum dia kembali membenciku untuk terakhir kalinya, aku hanya ingin dia tahu bahwa aku benar-benar mencintainya untuk waktu yang sangat lama.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyawaku di Ujung Kematian Saat Dia Bersenang-senang   Bab 10

    Elton tidak menyangka bahwa hari ketika dia membawa Yvette pergi akan menjadi kali terakhir dia melihat Hedy.Hedy tidak bertanya mengapa Yvette bisa hamil. Seperti biasa, wanita itu tetap tenang, seolah-olah sama sekali tidak peduli apakah Elton sudah jatuh cinta pada wanita lain atau tidak. Jadi, Hedy tidak menunggunya pulang, tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan.Daisy tidak mengizinkan Elton melihat jasad Hedy. Bahkan segenggam abu Hedy pun tidak bisa dia dapatkan. Hedy benar-benar tega.Barulah Elton mulai menyesal, menyesal karena tidak langsung mengatakan pada Hedy bahwa anak itu sama sekali bukan miliknya.Hari ketika dia meninggalkan Hedy untuk menemui Yvette di bar, Yvette sudah mabuk dan dinodai oleh orang lain. Saat Elton tiba, semuanya sudah terlambat.Namun, Yvette berkata kalau saja bukan karena Elton membuatnya sedih, dia tidak akan minum sampai mabuk dan mengalami hal itu.Elton tahu semua itu tidak ada hubungannya dengan dirinya. Namun, saat melihat Yvette me

  • Nyawaku di Ujung Kematian Saat Dia Bersenang-senang   Bab 9

    Luka yang kudapat karena jatuh itu tentu tidak bisa kusembunyikan dari Daisy. Dia sangat marah padaku, marah karena aku tidak menjaga tubuhku sendiri.Aku hanya bisa berjanji padanya bahwa aku tidak akan lagi memaksakan diri. Daisy menghela napas panjang, lalu membujukku dengan lembut, "Nanti kalau kamu sudah sembuh, aku ajak kamu pergi menjenguk Tante ya?"Aku tahu Daisy sedang berbohong karena aku tidak akan pernah sembuh. Namun, aku tidak ingin membuatnya khawatir, jadi aku tersenyum dan mengangguk.Aku mulai menurut, minum obat dengan teratur, dan bekerja sama dengan dokter dalam pengobatan.Uang mengalir seperti air, setiap hari jumlahnya begitu besar. Namun, karena itu uang Elton, aku tidak merasa bersalah menghabiskannya. Lagi pula, itu semua utangnya padaku.Mungkin ini yang orang sebut cahaya sebelum padam. Beberapa hari berikutnya, tubuhku terasa semakin sakit, tetapi pikiranku justru terasa lebih jernih dan tenang.Mungkin karena mendengar kabar bahwa aku mulai membaik, Yvet

  • Nyawaku di Ujung Kematian Saat Dia Bersenang-senang   Bab 8

    Saat itu, aku menatapnya dan bertanya, "Elton, kamu cuma mempermainkanku ya?"Elton mendorong wanita di pelukannya menjauh. Dengan tubuh berbau alkohol, dia mendekat dan menyahut, "Ya. Aku memang mempermainkanmu, kenapa?""Tapi melihatmu hidup sengsara setelah meninggalkanku, tiba-tiba aku merasa agak kasihan sama kamu. Gimana kalau kamu nikah sama aku saja?""Tapi aku sudah nggak cinta sama kamu lagi. Jadi kamu harus nurut, jangan macam-macam. Aku punya banyak perempuan. Kalau kamu terus cemburu, nangis, dan bikin ribut, aku bakal muak banget."Mendengar Elton sendiri berkata kalau dia sudah tidak mencintaiku, air mataku langsung jatuh tanpa bisa kutahan. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur suasana hatiku, dan berniat mengatakan yang sebenarnya kepadanya."Aku datang hari ini cuma mau bilang aku nggak mau nikah denganmu. Dulu aku memutuskan hubungan kita karena ibuku ...."Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Elton tiba-tiba membentakku dengan marah, "Jangan berani-be

  • Nyawaku di Ujung Kematian Saat Dia Bersenang-senang   Bab 7

    Dua hari setelah aku sadar, Daisy terus menemaniku tanpa pernah beranjak sedikit pun. Dia bahkan lebih telaten daripada perawat profesional.Aku merasa sangat tidak nyaman terus berbaring di tempat tidur. Saat Daisy tidak ada di kamar, aku mencoba bangun sendiri untuk ke toilet. Tak disangka, kakiku tiba-tiba lemas dan aku terjatuh ke lantai.Aku berusaha merangkak bangun. Aku panik dan ingin cepat kembali ke tempat tidur sebelum Daisy kembali dan khawatir melihat kondisiku.Tiba-tiba, Elton masuk ke kamar dengan wajah cemas, langsung memelukku erat sambil memarahi, "Daisy ke mana? Aku cuma keluar sebentar buat bayar obat, kok kamu bisa sampai jatuh begini?"Aku sudah tidak punya tenaga untuk menolaknya, hanya bisa mengernyit dan berkata, "Tutup mulutmu. Jangan bicara buruk tentang Daisy di depanku, aku nggak suka dengarnya.""Dia juga punya kehidupan sendiri. Dia nggak bisa terus-terusan mengurusku setiap hari. Aku sudah cukup merepotkannya."Elton terdiam, tidak berani membantahku. D

  • Nyawaku di Ujung Kematian Saat Dia Bersenang-senang   Bab 6

    Aku mendengar suara tangisan Elton di sela-sela kesadaranku yang setengah kabur. Dia terus bertanya kepada dokter, berulang kali, dengan suara gemetar, "Kenapa darahnya masih belum berhenti? Sebenarnya dia kenapa? Kalian harus selamatkan dia!"Aku mendengar dokter menjawab Elton. "Keadaan pasien sekarang sangat buruk. Dua hari lalu aku sudah memberitahunya ada obat khusus yang bisa memperpanjang hidupnya dua bulan atau lebih, asal dia mau menjalani pengobatan dengan aktif. Tapi dia bilang sudah nggak punya uang lagi, jadi dia memutuskan berhenti berobat.""Hari ini emosi pasien terlalu terpicu, jadi kondisi semakin memburuk. Sekarang sudah nggak ada gunanya diterapi lagi, penyakitnya sudah sulit dikendalikan. Pasien mungkin akan pergi kapan saja ...."Elton berusaha keras menahan suaranya agar tidak bergetar. "Maksudmu, istriku benar-benar akan meninggal?"Belum sempat dokter menenangkannya, Elton tiba-tiba menaikkan suaranya dan berteriak dengan marah, "Nggak mungkin! Cepat obati dia!

  • Nyawaku di Ujung Kematian Saat Dia Bersenang-senang   Bab 5

    Sudah sepuluh tahun berlalu, tapi setiap kali aku mengingat semuanya, rasanya masih sangat menyakitkan.Aku bersiap untuk pergi ke makam Ibu, menemuinya untuk terakhir kalinya. Umurku hanya tersisa lima hari lagi dan aku ingin memberitahunya bahwa setelah ini, aku tidak akan bisa datang menemuinya lagi.Sebelum ke makam, aku harus pergi dulu ke kantor Elton. Ibu dulu sangat menyukai Elton. Saat dia masih sehat, ketika aku dan Elton masih saling mencintai, Ibu pernah membuatkan karya tembikar untuk kami berdua dengan tangannya sendiri. Seekor anjing kecil untuk Elton dan seekor kucing kecil untukku.Kedua tembikar itu bisa disatukan dengan pas, seperti sedang berpelukan. Maknanya, aku dan Elton tidak akan pernah terpisahkan.Aku memberikan anjing kecil itu kepada Elton, tapi dia malah hanya ingin kucing kecil milikku. Katanya, kucing itu mirip denganku, manja dan sombong. Setiap kali dia melihat kucing itu, dia akan mengingatku, jadi dia ingin menyimpannya selamanya.Elton menepati ucap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status