"Makanya nurut sama Ayah! Bungkam itu burvng! Biar tidak kelepasan teruuuus! Seharusnya Fiora tidak tahu, tapi kau malah mengacaukannya! Istrimu itu ... bukan wanita biasa, Eryon!"
"Meski Ayah memegang kelemahan Darwin, ayahnya itu! Fiora bisa lebih nekat dan berbahaya! Harusnya kau lebih berhati-hati. Lagi pula, yang kita inginkan hanyalah bayi laki-lakinya, bukan gundikmu! Kau harus tanggung jawab jika Fiora sampai memberontak, Eryon!" Omelan panjang lebar itu berasal dari suara James, yang kini menghubungi Eryon melalui panggilan ponsel. Dan inilah mengapa Eryon sempat memohon pada Fiora agar kejadian tadi siang tidak diadukan pada James. Sayangnya, justru Angel yang tidak manut. Rupanya calon istri keduanya itu yang malah mengadu. Namun di sisi lain, Eryon cukup maklum. Sebab apa yang dilakukan Fiora sampai tega menginjak telapak tangan Angel sudah sangat keterlaluan. Saat ini Angel hanya mencari perlindungan, meski Eryon berujung kena omel. Rencana merahasiakan pernikahan keduanya pun harus gagal total. "Ck, kenapa Ayah masih saja takut pada Fiora dan menganggapku tak bisa melawan wanita itu? Sejak dulu, Ayah menilai jika aku tak lebih hebat dari Fiora. Bahkan jabatan Fiora juga lebih bagus daripada aku! Menyebalkan sekali! Sepertinya aku harus membuktikan jika Fiora hanya wanita lemah, yang bisanya cuma mengamuk ketika harga dirinya merasa ternodai!" gerutu Eryon kesal sendiri, sesaat setelah James mematikan panggilan tersebut. Lalu Eryon yang masih berdiri di dekat jendela rumahnya, berangsur memutar badan. Ia memandang ke atas. Lebih tepatnya ke lantai ketiga. Ada sekumpulan amarah dan kebencian. Rahangnya sampai mengeras setiap kali memikirkan Fiora. Malam-malam yang ia lalui bersama Fiora seolah tidak pernah ada. Hambar. "Dia harus tahu posisi, aku akan membuat semua orang bahkan dirinya paham akan posisinya. Aku lebih pantas berada di atas levelnya," gumam Eryon sambil menatap ke lantai atas, yang merujuk pada Fiora, kendati wanita itu tak muncul di sana. *** Malam harinya .... Ketukan pintu kamar terdengar, tapi Fiora masih saja bergeming. Tidak ada keinginan untuk bertemu dengan siapa pun. Ia ingin menenggelamkan dirinya dalam kekalutan, setidaknya untuk satu malam. Barulah esok hari ia akan muncul. Kembali menjadi dirinya yang tak akan terpengaruh oleh apa pun. Namun ketukan pintu itu tak kunjung berakhir. Sampai suara salah satu pelayan mulai terdengar. "Nyonya, Tuan Besar James menunggu Anda di bawah. Saya minta maaf, tapi saya dipaksa untuk memanggilkan Anda," ucap pelayan itu. Sepasang mata Fiora mulai bergerak. "B4jngan itu ... ingin melakukan pencitraan apa lagi?" gumamnya, geram. "Ya, aku akan turun!" ucap Fiora. Meski malas, tapi apa boleh buat. Ia tak mungkin mengabaikan James. Bukan gayanya mengurung diri dan tidak mau menghadapi. Dengan tidak semangat, Fiora bergegas keluar. Penampilannya biasa saja. Ia masih mengenakan kemeja dan rok span sejak tadi siang. Tak ada make-up yang terpoles di wajahnya. Bahkan rambutnya yang masih tersanggul sudah tak terlalu rapi. Banyak anak rambut yang berkeliaran. "Hai, Ayah," ucap Fiora setibanya di lantai pertama. Ayah mertuanya tampak duduk di kursi mewah ruang tamunya. James menatap sang menantu. Sempat ia memicingkan mata. Wah! Fiora yang jelita, tenang, dan selalu rapi kini tampak berbeda. Apakah kabar kehamilan gundik Eryon cukup menghancurkan hati Fiora? Tidak, tapi lebih tepatnya harga diri seorang Fiora Alarice Alvarez? "Nona," ucap James sesaat setelah bangkit dari duduknya. "Maafkan Ayah. Ayah tak bermaksud melukai hatimu dengan membiarkan wanita itu memasuki pernikahanmu." James begitu to the point. Justru bagus, dengan begitu Fiora bisa menyelesaikan pertemuan ini dengan cepat. "Seberapa besar kemungkinan ucapan peramal itu akan benar terjadi?" tanya Fiora usai duduk di hadapan James. James mengerutkan kening. Ia menghela napas kemudian berangsur duduk kembali. "Kau tahu, semua yang dia katakan selalu benar. Bisnis Ayah, tidak, tapi kita semua berjalan lancar berdasarkan ramalan Mr. Stone, Fiora. Kita hanya perlu mengambil keuntungan dari pernikahan kedua suamimu. Dan Ayah berjanji untuk merahasiakannya dari publik." Fiora tersenyum miring. Tampak meremehkan. "Mungkinkah seorang bayi haram akan membawa kejayaan? Sekalipun bayi itu laki-laki?" "Jangan berkata seperti, Nona. Mr. Stone bukan orang sembarangan. Dia peramal berkualitas yang berhasil membantu banyak pengusaha. Harusnya kita bersyukur karena bisa membawanya di pihak kita!" "Kalau begitu, baiklah. Kepercayaan masing-masing saja. Tapi, Ayah, aku tak mau dimadu." James menghela napas. "Tenanglah, Fiora. Ayah pastikan posisimu sebagai istri pertama dan menantu paling Ayah sayangi—" "Apa yang akan Ayah lakukan jika aku memilih bercerai saja?" James terdiam ketika Fiora memotong ucapannya. Ia telah menduga wanita berusia tiga puluh tiga tahun itu tak akan mudah untuk dihadapi. Tak hanya Eryon yang menganggap Fiora egois dan sedinging bongkahan es di Kutub. James juga menilainya begitu. Apalagi harga diri Fiora terlalu tinggi. Dulu pun, ketika hendak dinikahkan dengan Eryon, Fiora dengan angkuhnya mengajukan beberapa persyaratan, sebagai bukti bahwa ia bukan sekadar istri bodoh yang bisa diperalat demi politik bisnis. Salah satunya adalah jabatan Direktur Operasional atau Chief Operating Officer yang kini Fiora emban. Fiora juga duduk di kursi dewan pengawas untuk sejumlah proyek penting. Dengan kecerdasan yang ia miliki, Fiora mengambil alih manajemen hotel terbesar milik Alvarez Gold Corp, yakni Alvarian Grand Suites. Padahal, perusahaan James memegang saham signifikan di hotel terbesar itu, yang menjadi bentuk keberhasilan pertama atas proyek merger mereka sejak empat tahun lalu. Mau bagaimana lagi, James sendiri tidak percaya pada Eryon. Meski James memegang kelemahan Darwin Alvarez, James tidak menampik bahwasanya ia sangat membutuhkan Fiora. Memanfaatkan pernikahan Eryon dan Fiora, untuk mengambil peran penting Fiora yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Sementara Eryon hanya ia beri tanggung jawab sebagai manajer proyek khusus. Di sisi lain, James tetap mengumpulkan sejumlah kelemahan Alvarez Family demi mengikat mereka di bawah kendalinya. James tidak mau jika Fiora sampai memakan keluarganya suatu saat nanti. "Kau tidak boleh bercerai, Fiora. Ayah sangat menyayangimu. Kau tahu, Ayah menginginkan seorang putri, saat Tuhan memberi bocah bodoh itu," ucap James. Fiora tersenyum sinis. "Ternyata bayi laki-laki Ayah justru tumbuh dan menua dengan menjadi pria bodoh. Tapi Ayah masih saja memercayai ramalan itu, ya? Ramalan tentang bayi laki-laki yang lebih pantas memimpin, salah satunya begitu, 'kan?" Merasa tertohok, James menelan saliva. "Ramalan Mr. Stone adalah sesuatu yang berbeda, Fiora. Dan Ayah tidak pernah mengatakan jika harus bayi laki-laki yang selalu mengambil peran penting. Ayah hanya ingin membuktikan ramalan Mr. Stone tentang bayi itu tak mungkin salah. Toh, tak ada salahnya kita mencoba. Lagi pula, bayi dari gundik suamimu juga darah daging Ayah." "Tapi, aku tidak mau bayi itu mengalahkan Skyla, Ayah. Jangan pernah berpikir untuk menjadikan bayi haram itu sebagai putra mahkota. Karena calon ratu yang lebih suci bisa saja membunuhnya." "Fiora, kata-katamu selalu tajam. Tolong jangan menggunakan ungkapan mengerikan untuk para cucu Ayah!" Suara James pelan, tapi cukup tegas. "Kau tidak boleh bercerai. Kau tahu, 'kan? Jabatanmu bukan jabatan permanen? Daripada ayahmu, aku lebih bisa mengambil alih semuanya. Termasuk hotel itu, karena faktanya perusahaan kami juga cukup besar dalam berinvestasi. Hotel itu memang sudah ditunjukkan sebagai bagianmu, tapi hanya berlaku ketika kau masih menjadi menantu kami. Dan kau harus catat baik-baik, Fiora, ayahmu bukan orang suci. Aku memegang semua bukti yang bisa menjebloskannya ke jeruji besi." "Ayah rasa kau tidak akan ikhlas untuk meninggalkan semuanya. Dan sadarilah, Fiora. Kita saling membutuhkan. Akan banyak sekali yang dipertaruhkan ketika kau dan Eryon bercerai. Lagi pula, meski Eryon berselingkuh, Ayah rasa dia masih mencintaimu. Harusnya kau lebih bisa menunjukkan senyuman agar Eryon tidak bosan padamu! Jangan seperti robot es yang minim ekspresi, Nona. Suamimu juga butuh senyum manismu," tambah James. Orang gila! Ayah dan anak memang sama saja. Fiora benar-benar tidak habis pikir. Namun beberapa ucapan James ada benarnya. Akan banyak kerugian jika ia dan Eryon bercerai. Media akan langsung mencecar. Para pesaing bisa mencari celah. Dan kemungkinan paling fatal, kepercayaan para penanam modal untuk beberapa proyek penting akan berkurang. Situasi bisa kacau, saham bisa anjlok. Lalu, Fiora juga tidak mau kehilangan banyak hal yang sudah ia korbankan, terutama hotel yang sudah dijanjikan untuk menjadi bagiannya. "Hei, Ayah. Hai, Istri pertamaku!" Mendadak terdengar suara Eryon. Saat Fiora dan James menoleh, tampak Eryon berjalan ke arah mereka. Di belakangnya tampak Angel yang tampil begitu cantik dengan tangan kanan dalam keadaan diperban. Mata Fiora seketika melebar. Geram! Penampilan Angel, entah Angel sendiri yang berinisiatif atau Eryon yang mendadaninya. Keterlaluan sekali! Bisa-bisanya mereka meniru gaya berpakaian Fiora selama ini! Terlalu mirip, terlalu ketara. Model gaun yang Angel kenakan sama persis dengan gaun milik Fiora. Hairstyle juga sama dengan kebiasaan Fiora. Jam dan accessories bahkan make-upnya pun sama! Namun lihat sekarang! Penampilan Fiora sedang berantakan ketika orang lain sedang meniru kebiasaannya! Kedua bedebah itu benar-benar membuatnya murka! "Eryon? Apa yang kau lakukan dengan membawa gadis itu?" James turut geram. Bisa-bisanya anak itu malah menantang Fiora. Eryon tersenyum tanpa rasa bersalah. Pun dengan Angel yang sok elegan, berlagak layaknya gesture Fiora. "Kami datang untuk membahas tanggal pernikahan dan gedung pesta, Ayah. Eh, rupanya Ayah ada di sini. Jadi bisa sekalian. Tampaknya istri pertamaku yang cantik juga harus tahu!" ucap Eryon pongah. "Alvarian Grand Suites, kami ingin menggelar pesta megah yang private di sana. Pada tanggal dua puluh lima Januari!" "Apa?!" Fiora menyahut cepat. Tak menyangka. Hari di mana tamu VVIP-nya datang! Eryon b4jngan! Eryon tersenyum lebar dengan sepasang mata tajam menatap ke arah Fiora. "Kau tidak boleh membantah, Sayang. Kau tidak punya hak untuk itu. Betul, 'kan, Ayah? Aku sudah berdiskusi dengan Mr. Stone lho, anak laki-laki kami akan memberikan kejayaan untuk hotel itu!" ucapnya angkuh dengan tambahan kebohongan tentang Mr. Stone agar ayahnya berada di pihaknya. Angel menatap sendu. "Kakak, tolong izinkan kami demi anak kami yang nantinya juga akan menjadi anak Kakak," ucapnya tak tahu malu. Kedua telapak tangan Fiora mengepal. Luka yang sebelumnya sudah tercipta terasa perih karena kembali tertusuk ujung kuku-kukunya. *** Bersambung...."Kalau kita menikah ... kita akan menjalani kehidupan yang bagaimana ya? Lintas negara, bahkan benua?" celetuk Zeyan. Saat ini, kami berada di balkon hotel. Hotel yang dinaungi Golden L.O Holdings, perusahaan milik Zeyan. Lima jam yang lalu kami baru sampai setelah melalui penerbangan sekitar sebelas jam. Anakku sudah tertidur di atas kasur, dari kamar kelas VVIP yang secara gratis diperuntukkan untukku. Dua pengasuh pun diberikan kamar tersendiri, pun dengan Dany. Bukan yang VVIP, tapi cukup mewah untuk mereka. Mereka sendiri yang memilih. Aku menatap Zeyan dan kuabaikan pemandangan malam kota Barcelona. "Aku belum memikirkan soal itu," ucapku. Zeyan menanyakan bibir. "Aku saja belum bertemu pamanmu, bagaimana jika dia tak suka padaku? Aku ini janda dan orang Asia," lanjutku yang sedikit tahu tentang karakter paman Zeyan, yang tidak salah bernama Luis Carlos. Zeyan sendiri yang pernah menceritakannya, bersamaan dengan pengakuannya tentang Mr. Stone. Zeyan menggeleng. "Janga
Aku Fiora. Fiora Alarice Alvarez. Sebuah nama cantik pemberian orang tuaku yang bukan orang sembarangan. Barisan nama dari tiga suku kata yang tak pernah kuubah satu pun menjadi Bhaskara. Tidak pernah sekalipun! Tentu kalian tahu apa yang terjadi padaku selama ini, terhitung sejak suamiku menghamili dan menikahi gundiknya. Bahkan direstui oleh James, ayah mertuaku. Konyolnya atas perkataan dukun. Namun ... ada sebuah fakta yang membuatku merenung cukup lama tentang .... Ah, begini. Terhitung satu setengah tahun sudah berlalu sejak peristiwa penyekapan yang dilakukan oleh Eryon padaku. Atmajaya, ketua parpol paling terkemuka sudah ditetapkan sebagai tersangka, yang juga menyeret nama MANTAN ayah mertuaku sendiri. Bahkan mantan suamiku. Ya, aku dan Eryon sudah resmi bercerai. Untungnya proses cerai kami berjalan cukup lancar, karena sudah banyak bukti yang membuat gugatan resmiku dikabulkan. Namun segudang sidang kasus korupsi, juga turut menyeretku dan Tuan Darwin—ayahku sendiri. K
Cuplikan:Keadaan semakin menegangkan ketika Eryon bersiap menarik pelatuk pistol itu. Ia menyeringai tajam setelahnya. Kepala Zeyan siap diledakkannya! Seruan para polisi tak dihiraukannya.***Seketika negara menjadi gempar. Isu korupsi yang melibatkan Atmajaya sudah beredar luas. Nama James turut melesat menjadi trending topic—dicap sebagai pengusaha licik yang menjadi penampung dana hasil pencucian uang dari Atmajaya.Tak ada lagi celah untuk berkilah. Bukti konkret telah beredar luas di berbagai media.Sebuah video tersembunyi menampilkan percakapan rahasia—rekaman suara Atmajaya dan James. Dengan suara arogan, Atmajaya mengaku sebagai sang 'Pengendali'—orang di balik aliran dana gelap yang dikumpulkan dari kader partainya, yang kini duduk di pemerintahan.Video itu menjadi peluru. Satu tembakan yang membongkar dalang utama di balik sistem yang selama ini terus membusuk! Sementara mereka dibuat sibuk dengan kasus hukum yang sudah pasti menjerat, Zeyan dan Darwin masih terus mel
"Ernando akan aman di sini, Zeyan. Ayah pastikan keamanan dan perawatan yang maksimal, Ayah berhasil membawanya kemari. Ayah pastikan tidak ada yang mengikuti," ucap Darwin dari kejauhan pada Zeyan yang masih berada di dalam mobilnya, meski sudah tengah malam. Zeyan menelan saliva dengan susah-payah. "Terima kasih, Ayah. Tapi, bagaimana kondisi Ibu dan Skyla?" tanyanya, yang memang sudah cukup akrab untuk memanggil kedua orang tua Fiora dengan sebutan ayah dan ibu. Terdengar helaan napas yang Darwin lakukan. Napas yang begitu berat. Bagaimana tidak. Pada akhirnya Sisca, istrinya, berakhir tumbang. Setiap hari sejak menghilangnya Fiora, kondisi Sisca kian menurun. Namun sampai saat ini pun, Sisca selalu enggan jika dirawat di rumah sakit. "Masih lemah. Pikirannya terlalu kusut. Ayah khawatir dengan jantungnya, yang katanya kerap terasa nyeri. Untuk Skyla, sesekali rewel merindukan ayah ibunya. Dia juga sempat demam, tapi sudah membaik. Sebenarnya pun Ayah tak ingin membebanimu, bahk
"Saya terinspirasi dengan budaya di negara ini. Tampaknya, tusuk konde bisa menjadi senjata yang tak mencolok, tapi tetap menusuk. Bawalah ke mana pun benda ini pergi, Nyonyaku. Termasuk kalung yang saya berikan, jangan pernah dilepaskan. Nyonya harus tetap baik-baik saja, sampai saat saya bisa kembali," ucap Zeyan sekian hari yang lalu. Fiora menghela napas pada saat itu. Ia tersenyum sambil menatap kotak berisikan tusuk konde. Sebuah benda yang memiliki ujung tajam. Siapa yang akan mengira, Zeyan sampai sedetail itu dalam memesannya. "Selesaikan urusan di Spanyol, dan kembalilah dengan selamat. Karena aku ingin sekali menghukummu pada saat itu. Ciuman tadi, aku sungguh tak ikhlas ketika kau mencurinya dariku, Mr. Zeyan Lorenzo. Kalau tidak memikirkan perjalananmu yang akan menghabiskan waktu berjam-jam, mungkin aku sudah menamparmu sejak tadi!" sahutnya, ketus. Zeyan tertawa. Sebenarnya ia sempat bingung dan deg-degan, khawatir Fiora akan mengamuk ketika dirinya merenggut ciuman
Kamar itu terasa dingin, lampu sengaja dimatikan. Sepi dan memberikan kesan menyeramkan. Terdengar suara wanita terbatuk-batuk. Di atas karpet, ia terduduk.Penampilannya kusut. Rambutnya berantakan. Tampak rantai panjang yang terpasang di pergelangan kakinya, terjerat di kaki ranjang kayu yang mewah. Tangannya terbogol. Membuatnya tak bisa bergerak leluasa.Wanita itu adalah Fiora, yang kini tersekap menyedihkan di ruangan mewah buatan .... Klik ... krieet!Suara pintu kamar dibuka oleh seseorang. Klik! Lampu kristal mewah yang tergantung di langit-langit kamar seketika menyala. Menampilkan ruangan megah itu dengan sejelas-jelasnya. Entah di daerah mana pastinya letak kamar tersebut, Fiora sungguh tidak mengetahuinya. Namun yang pasti, seorang pria telah masuk ke dalam kamar. Langkahnya terayun pelan. Kedua tangannya sibuk memegang nampan. Aroma makanan menguar. Mata sayu Fiora menatap pria itu. Muak sekali rasanya. Sungguh di luar dugaan. Sangat tega! Yah, sebenarnya sudah tida