Share

Bab 3

Author: Susan Satya
"Tuan Panglima, mohon Anda menjadi penengah untuk Arsen. Paman itu hanya takut Arsen merebut sorotannya, makanya dia tidak mau memberikan posisi komandan pada Arsen. Di medan perang, pedang dan tombak tidak bermata. Arsen tidak bisa dijadikan prajurit rendahan yang maju paling depan."

Keandra Pradikta adalah putri dari sepupu jauh Kakek.

Nyonya besar Keluarga Wasya, ibu kandung Dyah.

Arsen yang disebut olehnya bernama Arsen Wasya, satu-satunya putra Keluarga Wasya yang paling mengecewakan.

Ingin memegang sedikit kekuasaan militer, tetapi tidak rela memulai dari bawah. Di barak, dua hari berlatih, tiga hari bermalas-malasan.

Beberapa bulan lalu, Kakek membawa pasukan berperang.

Alih-alih maju ke garis depan, dia memilih desersi dan tetap tinggal di ibu kota.

Sebelum Kakek sempat menuntut pertanggungjawaban, dia malah lebih dulu mendatangi Dhaksa dan memutarbalikkan fakta.

Sebentar lagi Kakek akan pulang. Dia malah ingin menjadi pihak yang lebih dulu mengadu.

Baru dua hari berada di dunia ini, keluarga ini sudah begitu bernafsu mencari permusuhan, tanpa terkecuali.

Suara Dhaksa terdengar datar.

"Penunjukan di dalam militer adalah urusan Jenderal Tua. Aku tidak bisa ikut campur."

Nada suara Keandra meremehkan. "Bukannya hanya perlu satu kalimat dari Tuan Panglima? Paman tidak akan berani membangkang."

Dhaksa menjawab, "Memang benar hanya perlu satu kalimat dariku. Tapi aku tidak bisa menyalahgunakan wewenang."

"Eh..."

Keandra terdiam canggung di tempat. "Tuan Panglima... bukankah Tuan Panglima dengan putriku..."

"Ibu, jangan sembarangan bicara."

Melihat wajah Dhaksa mendadak menggelap, Dyah buru-buru memotong.

"Nyonya Kamari yang salah paham. Aku belum sempat menjelaskan, ibu jangan asal bicara."

Menangkap isyarat, Keandra pun segera mengubah kata-katanya.

"Yang kumaksud, Arsen itu cucu kesayangan Paman, tapi dia tidak sedikit pun mau memberi muka. Rasanya benar-benar menyakitkan hati.”"

Berani menjelekkan Kakeknya?

Kamari melangkah masuk ke dalam halaman.

"Bibi Keandra, cucu kesayangan Kakek ada di istana. Pangeran ke-15 yang lahir dari Selir Agung Alisha. Nama keluarga Arsen adalah Wasya, bukan Pradikta."

Begitu Kamari masuk, semua yang ada di halaman tertegun.

Sudah sering mendengar Dyah berkata bahwa gadis ini berbeda dari sebelumnya.

Saat mata mereka bertemu, entah mengapa hati Keandra langsung menciut.

Namun, demi anaknya, dia tetap menegakkan kepala.

"Meskipun kamu adalah istri Panglima Perang, kamu tidak berhak ikut campur dalam urusan militer."

Kamari tersenyum tipis.

"Bukankah Bibi juga seorang perempuan? Mengapa urusan militer Keluarga Pradikta bisa seenaknya dicampuri oleh orang luar seperti Bibi?"

Keandra tergagap. "Aku… Nama keluargaku juga Pradikta…"

Kamari mencibir sambil tertawa sinis. "Orang bernama keluarga Pradikta itu banyak sekali. Kalau semua yang bernama keluarga Pradikta punya wajah setebal Bibi bukankah barak Keluarga Pradikta sudah berubah jadi pasar malam?"

"Kamu… kamu…"

Keandra begitu marah sampai tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

"Nyonya, itu hanya ucapan yang terlepas dari mulut ibuku. Aku mohon jangan menyalahkannya."

Dyah segera maju untuk meredakan suasana. Dengan wajah penuh kepura-puraan layaknya seorang kakak yang penuh kasih, dia mendekat ke sisi Kamari.

"Akhirnya Nyonya Kamari mau menemuiku. Aku dan Tuan Panglima benar-benar bersih. Aku mohon jangan mencurigaiku."

Kamari menghindar, lalu berjalan cepat ke kursi utama dan duduk sejajar dengan Dhaksa.

Mendengar ucapannya, dia mendengus.

"Dulu kamu selalu menghasutku untuk curiga pada ini dan itu. Setiap kali aku mencari gara-gara dengan para nona keluarga terpandang, bukankah itu semua karena doronganmu? Sekarang giliran kamu sendiri yang kena, akhirnya tahu juga rasanya, 'kan?"

Kening Dhaksa berkerut.

Dyah ketakutan, langsung berlutut.

"Aku tidak bersalah. Aku sama sekali tidak melakukan apa pun. Nyonya Kamari salah memahami keadaan. Mohon Tuan Panglima memberi penilaian yang adil."

Belum sempat Dhaksa berbicara, Kamari sudah mendengus lagi.

"Aku sudah salah menuduhmu, lalu untuk apa kamu meminta dia memberi penilaian yang adil? Apa kamu takut dia akan membencimu dan tidak mau menikahimu nanti?"

"Kamari!"

Dhaksa tiba-tiba mengeluarkan bentakan rendah, membuat Kamari terlonjak kaget.

Dia langsung memutar bola matanya ke udara.

"Kalian mundur saja. Urusan militer Keluarga Pradikta sepenuhnya ditangani oleh sang Jenderal Tua. Sekalipun kalian melapor pada Kaisar, aku tetap tidak pantas ikut campur."

Itu sedikit mengejutkan.

Dhaksa ternyata tidak membela wanita pujaannya?

Melihat Keandra masih belum menyerah, Kamari mendahului bicara.

"Bibi Keandra barusan juga bilang, di medan perang pedang dan tombak tidak bermata. Putra kesayangan Anda begitu berharga, jika sampai terluka, Keluarga Pradikta tidak sanggup menanggungnya. Lebih baik bawa pulang saja, rawat baik-baik di rumah."

Tidak ingin berurusan lagi dengan keluarga ini, Kamari menyuruh pelayan mengantar mereka pergi.

Melihat Dhaksa tidak menentang, Dyah buru-buru menarik Keandra dan segera pergi.

Begitu mereka keluar, udara pun terasa lebih segar.

Kamari menoleh, bertemu pandang dengan mata Dhaksa yang penuh arti.

"Apa lihat-lihat… ada sesuatu di wajahku?"

Ekspresi Dhaksa sulit ditebak.

"Kamu dulu bukan selalu bilang, Keluarga Pradikta dan Keluarga Wasya adalah satu keluarga. Kalau satu keluarga, harus saling membantu?"

"Hanya saja ada yang berhati serigala berbulu domba."

Kamari mendengus, matanya melotot dengan pura-pura kejam.

"Di kehidupan ini, aku dan Keluarga Wasya tidak akan pernah berdamai. Jika Tuan Panglima ingin membantu Keluarga Wasya, lebih baik ceraikan aku dulu. Kalau tidak, selama aku masih menjadi istri Panglima Perang, aku akan membuatmu tidak pernah hidup tenang."

Kata-katanya penuh amarah, seperti perempuan cerewet yang suka membuat onar.

Entah mengapa, Dhaksa justru merasa lega.

Kamari masih sama seperti yang dulu.

Kamari yang pencemburu!

Saat Kamari hendak pergi, Dhaksa tiba-tiba bersuara.

"Kamu jelas tahu aku tidak mungkin menceraikanmu, tapi masih berulang kali menyebutnya. Bukankah itu hanya taktik? Kamari, jangan bermain hati denganku!"

"Kenapa tidak mungkin…"

Belum selesai bicara, Kamari terdiam.

Dia teringat beberapa potongan memori dari si pemilik tubuh asli.

Saat itu, pernikahan ini dianugerahkan justru ketika Keluarga Pradikta sedang bertempur sengit. Ayah dan ibunya gugur di medan perang.

Kaisar, demi menunjukkan kemurahan hatinya, menggunakan pernikahan ini sebagai penghiburan bagi arwah Keluarga Pradikta yang telah gugur.

Selama Kaisar masih di takhta, pernikahan ini tidak mungkin mudah diputus.

Kalau sampai diceraikan, justru menunjukkan Kaisar berpura-pura dalam kebaikan.

Seorang putri pahlawan, bagaimana mungkin dipelihara beberapa tahun lalu kemudian dibuang begitu saja?

Kamari merasa kepalanya berdenyut.

Dulu,pemilik tubuh asli begitu gigih meminta pernikahan ini. Sekarang, dia ingin sekali menamparnya.

Semua kesalahan kini harus dia yang menanggung.

Namun justru karena itu, Kamari semakin bertekad untuk bercerai.

Di kehidupan sebelumnya, saat Kaisar mangkat, Dhaksa dengan tergesa-gesa menceraikan pemilik tubuh asli dan menikahi Dyah.

Dia tidak akan menunggu sampai itu terjadi.

Pernikahan ini, dia harus akhiri.

Kamari lama terdiam, membuat Dhaksa mengira ucapannya tepat sasaran.

Senyum sinis muncul di bibirnya.

"Untuk kejadian beberapa hari ini, aku tidak akan mempermasalahkan. Mulai sekarang, jangan berharap bisa menarik perhatianku lagi. Aku sibuk dengan urusan negara, tidak ada waktu untuk dihabiskan bersamamu."

Kamari menatapnya seakan melihat orang bodoh.

Dulu kenapa dia tidak sadar, ternyata pria ini begitu narsis sampai membuat orang tak habis pikir.

"Tuan Panglima jangan bersikap seakan bermurah hati. Mari kita perjelas sekarang. Apa harus meminta maaf pada Nona Laksmi yang salah, atau menegur kekasihmu yang pantas disalahkan? Atau menulis surat cerai agar kamu merasa kehilangan muka?"

Sikapnya sungguh arogan!

Dhaksa mengepalkan tinju.

Wanita ini, selalu punya cara membuatnya naik darah dalam sekejap.

"Kamari, aku tidak sedang bercanda denganmu."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 100

    "Kamu sanggup menghabiskannya?"Kamari mencari meja kosong dan duduk."Masih ada kamu. Melihat perjuanganmu kemarin, jadi ini hadiah dariku."Dhaksa terdiam.Setelah bertahun-tahun menikah, ini pertama kalinya mereka keluar bersama, juga pertama kalinya makan di tempat seperti ini.Dhaksa tidak mengeluarkan uang, hanya menunggu untuk makan.Melihat Kamari begitu akrab memberi instruksi ke pemilik kedai, lebih banyak sup, kurang garam, satu mangkuk jangan diberi daun bawang.Dhaksa yang tidak makan daun bawang merasa diperhatikan, muncul rasa seperti dipelihara dari sikap Kamari.Setelah instruksi selesai, begitu mereka duduk berhadapan, Kamari mulai menyuruhnya lagi."Waktu lewat tadi, di persimpangan ada yang jual roti, belikan satu untukku."Dhaksa duduk diam."Dua mangkuk untukmu, aku cukup satu mangkuk."Kamari menggeleng. "Awalnya memang tidak berniat memberi dua mangkuk. Aku sendiri belum cukup kenyang."Dhaksa kembali menatap tubuh kecilnya, mengangkat alis."Kamu sudah capek be

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 99

    Seseorang segera mengenali mereka.Ini adalah istri Panglima Perang yang tadi malam di depan umum menghamburkan lima ratus tahil untuk memanggil pria penghibur.Bersama Panglima Perang yang kabarnya tidak bisa.Kini melihat keduanya turun dari kapal bersama-sama, bahkan masih berpegangan tangan.Panglima Perang jelas bukan datang untuk menangkap perselingkuhan.Orang-orang yang berdiri dekat memperhatikan lebih teliti.Astaga, di leher keduanya ada bekas merah memalukan yang sama.Ini pria penghibur yang dipanggil istri Panglima Perang? Jangan-jangan… itu Panglima Perang sendiri?Di belakang kapal, sebuah jendela kamar terbuka sedikit.Laksmi menatap punggung keduanya turun dari kapal, mendapat kabar pertama secara langsung."Kak Rangga… Kak Rangga, Panglima Perang sebenarnya bisa atau tidak?"Rangga menundukkan kepala, sibuk memainkan benda baru yang baru saja dikirim Dhaksa.Sebuah belati besi misterius yang bisa menembus besi seperti tanah liat.Bahan pembuatnya sangat langka. Di du

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 98

    Kamari menopang dagu, menatap siluet di sudut ruangan, matanya tersenyum penuh arti."Tapi, aku suka. Siapa suruh kamu tampan. Orang tampan bisa dimaafkan segalanya. Malam panjang ini, bagaimana kalau kamu mainkan sebuah pertunjukan untuk membuatku senang?"Uang sebanyak itu sayang kalau terbuang, menampilkan dua pertunjukan juga tidak masalah.Setelah Kamari berbicara, dia merasakan aura dari arah lawan menjadi lebih dingin.Orang di seberang tetap tidak berkata apa-apa.Dia menghela napas tipis, aroma familier ambergris perlahan menyebar di udara.Hati Kamari langsung terasa sesak. Bahkan orang yang lambat sekalipun pasti bisa merasakan ada yang tak beres."Siapa kamu?"Udara tiba-tiba hening, suasana seolah membeku."Nyonya Kamari ingin melihat pertunjukan apa, biar aku menampilkannya untukmu,"Suara yang familier tiba-tiba terdengar, membuat hati Kamari serasa naik ke tenggorokan.Tiba-tiba, cahaya melintas di depan mata, sebuah wajah hitam yang familier muncul di pandangan.Dia ti

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 97

    Kamari menjawab dengan samar, sementara wajah Laksmi penuh dengan semangat seperti baru saja mendapatkan gosip paling segar."Berarti kamu terlalu bernafsu, dong."Ucapan Laksmi selalu mengejutkan dan tak pernah biasa.Kamari tidak menduganya sama sekali, sampai rahangnya hampir jatuh.Seorang gadis yang bahkan belum menikah, kenapa bisa tahu sejauh ini?Laksmi mengira dirinya benar, lalu mulai dengan wajah serius memberi nasihat."Kakak iparku yang kedua pernah bilang, wanita tidak boleh mengorbankan diri demi pria. Coba lihat yang nomor 37, pendek dan hitam, lebih baik yang nomor 38, tinggi dan gagah. Bagaimana kalau kita tukar saja, dijamin kamu tidak akan sia-sia datang hari ini."Kamari…Dia menduga, seluruh Keluarga Mandalapati pasti berasal dari dunia lain.Kalau tidak, kenapa pemikiran mereka begitu maju?Laksmi benar-benar total dalam menjalankan rencananya. Jauh-jauh hari dia sudah menyewa sebuah kapal pesiar mewah di parit kota.Kapal itu panjangnya belasan meter, dua lantai

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 96

    Dia ternyata juga ikut serta, jangan-jangan Panglima Perang tidak bisa!Kamari sedang berpuas diri dengan kepintaran kecilnya, tiba-tiba merasa punggungnya dingin, seolah ada seseorang yang sedang menatapnya.Namun, di tempat yang penuh sesak ini, dia tidak menaruh perhatian, hanya mengira itu hembusan angin dingin.Tidak jauh dari sana, di lantai atas sebuah paviliun restoran yang tertutup tirai.Orang-orang yang menonton ramai berdiskusi."Panglima Perang terlihat gagah perkasa, tidak seperti orang yang tidak bisa.""Ah, itu karena kamu tidak mengerti. Urusan pria tidak ada hubungannya dengan penampilan, itu bisa jadi penyakit dalam, mungkin juga akibat luka di medan perang.""Pantas saja temperamen Nyonya Kamari kurang bagus, pasti karena urusan ranjang tidak terpenuhi. Itu salah Panglima Perang.""Benar sekali, wanita yang puas biasanya lembut bagai air. Kalau terus menahan diri siapa yang bisa tetap bahagia?""Kalau memang akibat luka di medan perang, kita tidak boleh mendiskrimin

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 95

    Tak heran orang-orang senang mengambil jalan pintas, karena godaan jalan pintas tak ada yang bisa menandingi.Sedang mengagumi itu, tiba-tiba terdengar seseorang berteriak."Laksmi, putri sah Kediaman Adipati Rakai, taruhan nomor 38, seratus emas."Kamari terkejut, pupil matanya seakan bergetar, lalu dengan cepat menoleh ke arah suara.Di lantai dua restoran di samping, Laksmi dengan anggun bersandar pada pagar, menatap ke bawah.Dia mengenakan pakaian merah yang sengaja menonjolkan pesonanya, berkilau di bawah cahaya yang bergoyang dari lampu Fendra, sangat memikat mata.Tiba-tiba, ketegangan bukan hanya mencapai titik mendidih, tetapi seluruh situasi seolah siap meledak.Sebagian besar orang di tempat itu hanyalah penonton. Ada beberapa pemuda bangsawan dengan selera aneh, ada juga wanita kaya dari keluarga terpandang.Meskipun masyarakat Kerajaan Paramarta cukup terbuka, seorang gadis dari keluarga terhormat tetap harus memikirkan reputasinya saat menikah.Paling-paling mereka datan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status