Share

Belajar Mencintaimu

Author: Risca Amelia
last update Huling Na-update: 2025-01-14 08:00:11

Romeo berdiri di depan pintu kamar yang terkunci, wajahnya tegang. Dengan napas yang berat, ia mundur selangkah, bersiap untuk mendobrak pintu. Namun, sebelum kakinya melangkah maju, derak pintu yang terbuka menghentikan gerakannya. 

Suri berdiri di ambang pintu dengan koper besar di tangan. Matanya dingin, tatapannya lurus ke depan tanpa sedikit pun memperlihatkan emosi.

“Aku akan pergi,” katanya datar, mendorong koper ke depan.

Lekas saja, Romeo menghadang langkah Suri, berdiri tegak dengan tangan terentang untuk memblokir jalan keluar.

“Kamu tidak boleh pergi ke mana-mana,” katanya dengan suara rendah tetapi tegas.

Suri berhenti, menatap Romeo dengan dagu yang terangkat. “Jangan menghalangi aku, Romeo. Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri perjanjian kita.”

Menghela napas panjang, Romeo mencoba untuk bersabar dalam menghadapi Suri. Ia tahu, marah atau memaksa tidak akan menyelesaikan masalah, apala

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aisya Laduni
air mata sudah ngalir main habis aja,jgn lama2 kk updatenya,udah nyesek nih bacanya
goodnovel comment avatar
Ninuk Handayani
yakin nih Romeo???
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Pertarungan Dua Wanita

    Suri mendengus pelan, nada getir terdengar jelas di suaranya. "Jadi, kamu baik padaku karena merasa kasihan? Karena aku pernah menderita penyakit tumor?" tanya Suri dengan suara bergetar. Matanya memerah oleh air mata, tetapi sorotnya penuh luka.Romeo menggeleng cepat. "Bukan seperti itu. Aku berubah, karena aku sadar tidak bisa kehilanganmu. Aku mencintaimu, bahkan sebelum aku tahu caranya.”Suri tertawa miris. "Terlambat," ucapnya seolah mengecap rasa pahit dari kata itu. "Hingga detik ini pun kamu belum bisa memutuskan siapa yang lebih penting untukmu, aku … atau Diva,” imbuh Suri menatap Romeo penuh kekecewaan. “Aku tidak menginginkan cinta yang hanya membuat batinku tersiksa. Sudah cukup aku menderita selama ini."Kalimat terakhir yang terlontar dari bibir Suri menghantam Romeo seperti badai. Sorot mata lelaki itu berubah, gelap dan penuh kekecewaan. "Apakah bersamaku membuatmu begitu menderita?" tanyanya. Suara Romeo terdengar lirih, seolah ia sendiri takut mendengar jawaban

    Huling Na-update : 2025-01-14
  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Janjiku telah Selesai

    Tangis Suri telah mereda, tetapi tubuhnya masih gemetar. Ia masih memeluk boneka beruang besar pemberian Romeo, seolah mencari penghiburan dalam kehangatan benda mati itu.Meski hatinya hancur berkeping-keping, tetapi rasa lelah akhirnya menguasainya. Perlahan, kelopak mata Suri tertutup, dan ia tertidur dengan air mata yang masih menggenang. Tak lama kemudian, suara dering ponsel memecah keheningan kamar. Suri terbangun dengan mata sembap dan kepala yang terasa berat. Ia melirik jam dinding—pukul tujuh lewat tiga puluh malam. Dengan suara serak khas bangun tidur, ia mengangkat panggilan tersebut. “Halo...” suaranya pelan dan lemah. “Suri, kamu di mana?” Suara Raysa terdengar cemas di seberang. “Aku sudah di depan rumahmu. Aku ketuk pintu, tapi tidak ada yang menyahut.”“Sorry, Ray, aku ketiduran,” jawab Suri sambil mengusap wajahnya. “Tunggu sebentar, aku bukakan pintu.” Ia meletakkan ponsel, bangkit dari tempat tidur, dan melangkah pelan ke pintu depan. Suri memaksakan diri unt

    Huling Na-update : 2025-01-15
  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Kandas

    Aroma nasi goreng sederhana memenuhi dapur apartemen Suri. Di meja makan kecil, Raysa sibuk mengaduk teh hangat untuk mereka berdua. Dengan senyum hangat, ia memindahkan dua piring nasi goreng ke meja. “Sarapan dulu, Suri. Kamu butuh tenaga untuk hari ini," ujarnya sambil mengambil tempat di hadapan sahabatnya. Suri, yang masih mengenakan piyama, duduk perlahan. Ia meraih sendok, menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Rasanya sederhana, tetapi cukup menghangatkan hati di pagi yang dingin. Sambil menyeruput teh, Raysa menatap Suri dengan sorot penuh perhatian. "Suri, kamu yakin akan masuk kerja hari ini? Kalau pikiranmu belum tenang, atau kamu tidak ingin bertemu banyak orang, minta izin saja pada Pak Sagara untuk istirahat." Suri meletakkan sendoknya, menatap sahabatnya dengan senyum tipis. "Aku baik-baik saja, Ray. Lagi pula, besok sudah akhir pekan, dan aku tidak punya alasan untuk takut bertemu orang-orang. Aku tidak melakukan kesalahan apa pun." Raysa tersenyum lega, lalu me

    Huling Na-update : 2025-01-15
  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Suri, Wanita yang Saya Cintai!

    Menghela napas panjang, Suri mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan. Ia menenggelamkan diri dalam laporan dan blueprint hingga tidak sadar waktu berlalu begitu cepat. Ketika jarum jam menunjukkan pukul lima sore, telepon di mejanya berdering. "Halo?" "Suri!" suara ceria Raysa terdengar di ujung telepon. "Sudah jam lima. Pulang saja on time, ya. Aku mau ajak kamu makan di luar. Setelah itu, kita sekalian nonton dengan Azka.”Suri tertawa kecil. "Baiklah, aku akan membereskan meja sekarang. Tunggu aku di lobi." Setelah menutup telepon, Suri mematikan laptop. Ia menyusun dokumen dan merapikan barang-barang pribadinya sebelum mengambil tas. Hari itu, ia memang butuh hiburan untuk mengalihkan pikiran dari Romeo. Di lobi, Raysa sudah menunggu dengan senyumnya yang khas. Tanpa membuang waktu, ia menggandeng lengan Suri menuju mobil. Dalam perjalanan, Raysa terus bercerita tentang adik laki-lakinya yang tidak sabar untuk bertemu dengan Suri. Sesekali, Suri tersenyum dan menga

    Huling Na-update : 2025-01-15
  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Cegah Romeo Sebelum Terlambat

    Suri menatap layar televisi yang kini sudah beralih menampilkan iklan, tetapi pikirannya masih terpaku pada konferensi pers yang baru saja ia saksikan. Bibirnya bergetar dan telapak tangannya berkeringat dingin. Semua kata-kata Romeo terus terngiang di telinganya, berputar seperti rekaman yang tak mau berhenti. Raysa, yang duduk di sebelahnya, segera menyodorkan tisu dengan wajah prihatin. "Suri, kamu tidak apa-apa?" tanyanya lembut, suaranya sarat kekhawatiran. Suri mengangguk kecil walaupun gerakannya nyaris tak terlihat. Tisu yang diberikan Raysa ia gunakan untuk menghapus air mata yang terus mengalir.Azka, yang biasanya melontarkan lelucon untuk mencairkan suasana, kini hanya diam. Eskpresinya berubah serius saat memandangi Suri. "Mau pulang sekarang?" Raysa bertanya dengan hati-hati. "Atau masih mau nonton?" Suri menarik napas panjang sebelum menjawab dengan suara lemah, "Aku mau pulang, Ray." Tanpa banyak bicara, Raysa menggenggam tangan Suri dan membantunya berdiri.

    Huling Na-update : 2025-01-16
  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Depresi Berat

    Ketegangan sedang melanda mansion keluarga Albantara. Nyonya Valerie, yang biasanya tampak anggun dan percaya diri, kini bersandar lemah di sofa ruang keluarga. Kepalanya terkulai, sementara tangannya memegang sapu tangan. Sesekali, ia mengangkat benda itu untuk menyeka keringat dingin di dahi. Pelayan pribadinya dengan lembut memijat pundak dan kepala Nyonya Valerie menggunakan minyak kelapa murni yang dihangatkan. Aroma lembut dari minyak itu memenuhi ruangan, meredakan ketegangan yang menggantung di udara. Sementara itu, pelayan lain berlari ke dapur, menyiapkan teh jahe hangat untuk sang nyonya. "Ini, Nyonya Besar," kata pelayan itu, sambil membawa nampan berisi cangkir teh jahe yang masih mengepul. Nyonya Valerie mengangkat tangannya dengan lemah, memberi isyarat agar minuman itu diletakkan di meja. "Biarkan di situ dulu. Aku ... masih pusing," katanya dengan suara nyaris berbisik. Di sudut ruangan, Aira tengah sibuk dengan ponselnya. Panggilan demi panggilan masuk tanpa

    Huling Na-update : 2025-01-16
  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Merindukanmu

    Suri hampir tidak memejamkan mata semalaman. Pikiran tentang Romeo, hubungannya, dan semua kekacauan yang melingkupi hidupnya melintas silih berganti. Ketika akhirnya ia tertidur, mungkin hanya tiga jam berlalu sebelum matahari pagi menembus tirai. Cahaya itu mengusik tidurnya yang tak nyenyak, memaksanya untuk bangun. Suri duduk di tepi tempat tidur, menatap kosong ke arah jendela. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan jiwanya yang tertekan. Lalu, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian—melukis. Sebelum memulai kegiatan, Suri pergi ke dapur, menuangkan segelas susu hangat, lalu membawanya ke ruang tengah. Di sana, kanvas dan peralatan lukis yang ia beli bersama Romeo beberapa hari lalu masih tertata rapi di sudut ruangan. Ketika melihat benda-benda itu, kenangan tentang Romeo kembali menyeruak. Romeo ingin dilukis sebagai hukuman kecil atas kebohongannya. Permintaan itu sederhana, tetapi ia belum

    Huling Na-update : 2025-01-17
  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Giliranku yang Berjuang

    Raysa menatap jam dinding di ruang tamu. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh. Dengan nada mendesak, ia berkata. “Suri, kita hanya punya beberapa jam lagi untuk mencegah Romeo pergi.” Kebimbangan tergambar jelas di wajah Suri. Hatinya berdebat sengit antara keinginan untuk bertahan dengan prinsipnya, atau mengikuti kerinduan yang terus menguat. “Mungkin kamu butuh sudut pandang lain,” ujar Raysa menggenggam tangan Suri dengan erat. "Bertanyalah pada Azka. Sebagai sesama lelaki, dia bisa menilai apakah Romeo tulus mencintai kamu.” Suri menghela napas panjang, tetapi akhirnya mengangguk pelan. Raysa pun menggandeng tangan Suri menuju ke ruang tamu, di mana Azka sedang asyik memainkan ponselnya. “Azka,” panggil Raysa, membuat adiknya menoleh. “Suri ingin bertanya padamu.” Azka meletakkan ponselnya, menatap Raysa dan Suri secara bergantian. “Tanya apa?” Raysa mendorong Suri untuk duduk di sofa, sementara ia sendiri berdiri di sampingnya.“Kemarin sore, kamu men

    Huling Na-update : 2025-01-17

Pinakabagong kabanata

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Bulan Madu yang Tak Diharapkan

    Janji suci itu akhirnya terucap dari bibir Jevandro dengan nada datar. Ia bersikap seolah tengah membaca naskah kewajiban yang harus dituntaskan, bukan ikrar tulus yang lahir dari kedalaman hati. Kalimat-kalimat yang biasanya penuh makna bagi sepasang pengantin, kini hanyalah deretan kata yang kosong tanpa getaran. Meski wajah Jevandro tetap tenang, Serin bisa melihat mata itu menyimpan rasa kecewa yang tak bisa dipadamkan. Ia berdiri di sana, seperti aktor dalam pertunjukan yang tidak ingin ia mainkan. Jevandro menuntaskan tugasnya tanpa benar-benar merasai setiap ikrar yang ia lafalkan.Serin pun menyusul, mengucapkan sumpahnya dengan suara yang sempat tersendat di tengah. Ia buru-buru menyelesaikan kalimat terakhir, seakan takut suaranya akan pecah bila ia diam terlalu lama. Hatinya bergetar saat pendeta menyuruh mereka bertukar cincin. Di tangannya, cincin berlian itu terasa berat. Ia tahu persis, itu adalah cincin yang pernah dibeli Jevandro untuk dikenakan Liora. Cincin yang

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Luka yang Sama

    Dengan langkah perlahan namun pasti, Serin menaiki mobil pengantin yang menunggu di pelataran salon. Suri dan Raysa mendampinginya dengan penuh kesabaran dan ketenangan, memastikan gaun pengantin rancangan Jeandra itu tidak tersangkut. Sementara itu, veil halus yang masih menutupi wajah Serin berkibar tipis karena hembusan angin pagi. Di dalam mobil, atmosfer terasa sunyi dan penuh harap. Serin duduk di kursi tengah, menggenggam buket bunga pernikahannya dengan kedua tangan. Gadis itu mencoba mengalihkan perhatian dari rasa gelisah yang terasa kian menekannya.Suri duduk di samping kiri, sedangkan Raysa di sisi kanan, keduanya menjaga Serin dalam keheningan yang menyelimuti. Membiarkan momen sekali seumur hidup ini meresap perlahan ke dalam batin mereka.Tak berselang lama, pintu mobil terbuka lagi dan Jeandra masuk dengan langkah cepat. Napasnya masih terdengar sedikit memburu.Kali ini, Jeandra telah berganti penampilan sepenuhnya. Gaun panjang berwarna emerald green membalut tubuh

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Menuju Pelaminan

    Langit tampak begitu jernih, seolah turut mendukung momen penting yang akan segera terjadi. Bias cahaya pagi menembus tirai tipis di jendela salon milik Jeandra, menyinari ruangan yang telah dipenuhi aroma bunga lili dan wangi kosmetik mahal. Hari yang dinanti telah tiba. Hari ketika langkah seorang wanita akan berubah untuk selamanya.Serin duduk diam di kursi rias, menanti sentuhan terakhir sebelum ia diantar menuju altar kehidupan barunya. Wajahnya tampak tenang, tetapi mata beningnya menyimpan gelombang kegugupan. Di belakang cermin, Clara dan seorang pegawai salon tengah bersiap untuk merias Serin. Namun belum sempat mereka menyentuhkan kuas pada wajah gadis itu, pintu ruangan rias terbuka.Suara langkah ringan terdengar, dan muncullah Jeandra—mengenakan celana jeans yang dipadukan dengan kemeja berwarna jingga. Rambutnya diikat tinggi dengan gaya sederhana, menandakan bahwa ia akan melakukan sebuah pekerjaan profesional.“Aku sendiri yang akan meriasmu, Serin,” pungkas Jeandra

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Mempelai yang Tak Bahagia

    Di tengah kesunyian apartemen, Serin duduk sendirian di ruang tamu. Tak ada yang bisa mengalihkan pikirannya dari Jevandro selain musik. Karena itu, Serin memutuskan untuk membuka koper yang sudah lama ia abaikan. Dengan penuh perasaan, gadis itu mengeluarkan celo miliknya yang sedikit berdebu, seolah membebaskan alat musik itu dari penjara panjang yang mengurungnya.Serin meletakkan celo di pangkuannya dengan hati-hati, merasakan beratnya yang familiar. Kemudian, ia memetik busur dengan gerakan lembut.Seiring dengan gesekan pertama pada senar, melodi klasik mulai mengalun di ruang sunyi itu. Nadanya mengalir begitu natural, seolah membawa Serin ke dunia lain—dunia yang hanya ada dalam melodi musik.Ia memainkan bagian pertama dari sebuah lagu yang sudah lama ia kuasai. Membiarkan jari-jarinya menari di atas senar dengan ketelitian yang hanya bisa dicapai oleh pengalaman.Seiring berjalannya waktu, Serin tak bisa menahan konsentrasi yang mulai teralihkan. Tanpa sengaja, wajah Jevand

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Kemesraan yang Tak Terduga

    Wangi dari uap teh yang baru diseduh memenuhi dapur apartemen, menyatu dengan harumnya mentega yang mulai meleleh di atas wajan panas. Serin, yang sudah terbangun sejak pukul enam pagi, sedang berdiri di dapur bersama Bi Janti.Meski sudah berulang kali dilarang untuk membantu, gadis itu tetap bersikeras ingin membuat roti panggang. Berdalih agar Bi Janti bisa lebih cepat menyiapkan keperluan Tristan, sebelum berangkat ke sekolah.“Kalau hanya begini, saya masih sanggup, Bi… daripada saya diam saja,” ujar Serin pelan, sambil mengoleskan selai hazelnut ke selembar roti. Gerakannya begitu teratur dan cekatan, menunjukkan bahwa ia sudah terbiasa melakukan pekerjaan dapur. Bi Janti menghela napas, mengalah, walau pandangannya masih khawatir menatap Serin. Perempuan paruh baya itu lantas menuju ke kamar tamu untuk memandikan Tristan.Di tengah kesibukannya, Serin mendengar langkah kaki berat yang mendekat dari arah koridor. Detik berikutnya, sosok Jevandro muncul, masih dalam balutan kaus

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Rasa yang Tumbuh

    Tepat pukul dua belas siang, Jeandra berjalan keluar dari ruang rapat dengan langkah tegap. Ia lebih dulu melangkah menuju lift, tak ingin menoleh ke belakang meski ia tahu dua pria itu—Kenan dan Gavin—masih tertinggal.Jeandra berdiri di dalam lift, merapikan setelan kerja yang tadi sempat kusut karena duduk terlalu lama. Namun, ketika pintu mulai menutup, Kenan dan Gavin masuk menyusul.Jantung Jeandra berdetak lebih kencang ketika Kenan memilih berdiri di sisinya, begitu dekat hingga ia bisa mencium parfum mahal yang biasa digunakan pria itu. Diam-diam, ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatinya yang mulai resah.Setiba di lantai kantor eksekutif, Jeandra buru-buru menuju meja kerjanya. Tangannya bergerak membuka wadah makan siangnya, yang sudah disiapkan oleh pelayan mansion sejak pagi. Namun, ia sengaja belum menyentuhnya, menunggu kemungkinan Kenan dan Gavin keluar lagi untuk makan bersama. Tak disangka, hanya Gavin yang keluar—dengan senyum simpul dan ekspresi

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Diam-diam Jatuh Hati

    Sinar matahari yang mulai condong ke barat, mengiringi langkah Serin keluar dari rumah sakit. Gadis itu memakai pakaian sederhana dan scarf tipis yang menutupi lehernya. Tubuhnya masih sedikit lemah, tetapi rona pucat di pipinya mulai tergantikan dengan semburat lembut kehidupan. Di sisinya, berdiri Jevandro—dengan tatapan penuh kewaspadaan. Gerakan tangan lelaki itu sigap dan kokoh, memberikan semacam ketenangan yang sulit dijelaskan.Jevandro sempat melirik ke arah jalanan, memastikan bahwa mobil yang dikemudikan sopir pribadinya sudah terparkir tepat di depan lobi. Ia menggamit lembut tangan Serin, membimbingnya menuju mobil hitam berkelas yang pintunya telah dibukakan sopir.Sesaat setelah keduanya duduk di dalam mobil, Jevandro memerintahkan sopir untuk menjalankan kendaraan. Namun, baru beberapa blok meninggalkan rumah sakit, pria itu tiba-tiba mengangkat tangan, memberi isyarat kepada sopirnya.“Berhenti di toko buah di depan,” titahnya tegas.Serin menoleh ke arah Jevandro de

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Jatuh pada Pesonanya

    Hampir satu jam setelah kejadian memalukan tadi pagi, Jeandra duduk dengan tenang di balik meja kerjanya. Ia berusaha menenggelamkan diri dalam laporan-laporan dan data pendukung untuk meeting.Ia merasa sedikit lega—paling tidak Kenan belum juga memanggilnya. Tidak ada perintah, tidak ada ketukan pintu, dan tidak ada suara panggilan lewat interkom. Kedamaian itu memberi ruang bagi Jeandra untuk menata kembali hati dan pikiran. Namun, ketika jarum jam menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit, Jeandra mendengar derap langkah kaki yang mendekat, membuatnya mengangkat wajah.Pintu ruang CEO terbuka lebar, dan keluarlah Kenan dengan penampilan rapi dan ekspersi tenang, diikuti Gavin yang berjalan setengah langkah di belakangnya. Tanpa menoleh, Kenan langsung memberi perintah, nadanya pendek tetapi tegas.“Jeandra, ikut saya ke ruang meeting.”Jeandra pun segera berdiri, mengangguk sopan. “Baik, Pak.”Dengan cekatan, ia mengambil iPad-nya, dua berkas presentasi, pena digital, dan buku a

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Pembuktian yang Dinanti

    Tubuh Jeandra tersentak saat menyadari posisinya—ia masih duduk di pangkuan Kenan. Dalam satu gerakan panik, Jeandra segera beranjak dari pangkuan pria itu, berdiri tegak dengan kedua tangan merapikan blazernya.Lekas saja Jeandra menundukkan kepala, enggan bertemu dengan tatapan Gavin yang masih terpaku di ambang pintu. Alhasil, pandangan Gavin beralih pada Kenan, berharap ada penjelasan yang masuk akal dari atasan sekaligus sahabatnya itu. Kenan, dengan sedikit canggung, berdehem pelan sambil pura-pura membetulkan letak dasi yang dipasangkan oleh Jeandra. Ia menggeser kursinya, lalu menatap Gavin dengan wajah datar. “Jangan berpikiran macam-macam,” sangkalnya. “Aku hanya meminta bantuan Jeandra untuk memasangkan dasi. Dia terjatuh karena mendengar kau membuka pintu tiba-tiba.”Nada suaranya seolah ingin mengakhiri spekulasi yang mungkin terlanjur muncul di kepala Gavin.Jeandra mengangguk cepat, membenarkan ucapan Kenan. Kemudian, ia mencari kesempatan untuk bisa pergi dari ruanga

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status