Beranda / Romansa / OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU / Bab 1 Menikahi Perempuan Simpanan

Share

OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU
OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU
Penulis: LinDaVin

Bab 1 Menikahi Perempuan Simpanan

Penulis: LinDaVin
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-19 23:44:10

"Mas, aku tak mau dipermainkan seperti ini, aku ingin segera dinikahi," rajuk Raya, setelah kami melepas hasrat di kamar kostnya.

Entah untuk keberapa kalinya, saking seringnya aku sampai tak ingat. Kami biasa melakukannya walau belum ada ikatan perkawinan diantara kami.

Raya, seorang janda muda yang bekerja di sebuah toko handphone. Aku mengenalnya beberapa bulan yang lalu, bukan tidak sengaja. Aku sedang mencari beberapa handphone sebagai hadiah untuk para pelanggan dealer di mana aku bekerja.

Saat itu, Raya yang kebetulan melayaniku. Kami bertukar nomor W*, dan akhirnya berhubungan sampai sekarang. Dulu dia tinggal di kost biasa, sekarang aku memberinya sejumlah uang untuk mendapatkan kost bebas dengan fasilitas yang lebih bagus.

Penampakannya tidak terlalu tinggi, tapi, dia memiliki bentuk tubuh yang seksi dengan rambut panjang sepinggang yang diwarnai coklat dan bagian tubuh lainnya, yang membuat pria mana saja pasti tergoda.

Begitu juga denganku, aku sebenarnya bukanlah petualang, hanya saja sejak pertama melihatnya, ada getaran yang berbeda. Aku jatuh cinta padanya. Dengan posisiku sebagai seorang kepala toko sebuah dealer dan wajah tampan yang aku miliki, sangat mudah sekali bagiku mendapatkan perhatian bahkan menidurinya.

Apakah aku single? Tidak aku seorang pria beristri dengan seorang anak laki-laki yang tampan sepertiku, dan seorang gadis kecil yang cantik seperti Hana. Yah, nama istriku Hana, perempuan cantik dengan hidung mancung dan kulit putih. Tidak ada yang kurang dari sosoknya, hanya saja istriku terlalu kaku, dan tak bisa memanjakanku.

Dia terlalu sibuk dengan anak-anak dan pekerjaannya. Pelayanannya juga tak seperti dulu awal kami menikah, tak ada gregetnya. Sangat berbeda dengan pelayanan yang Raya berikan.

"Mas … kok malah ngalamun sih?"

"Oh, nggak kok." Lamunanku buyar seketika, saat tangan nakal itu bermain di dada bidangku.

"Terus, gimana. Mas udah janji dari berapa bulan yang lalu, cuma janji aja." Wanitaku itu merajuk, bibir sensualnya terlihat manyun membuatku gemas. Aku angkat wajah itu dan membekap bibirnya dengan cepat.

"Iya, secepatnya mas akan nikahi kamu, kamu sayang kan sama mas?" Rayuku setelah melepas tautanku.

"Percaya, tapi janji dulu," ucapnya sambil memberikan jari kelingkingnya. Aku menurut saja menaut jari itu dengan kelingking kananku, asal dia senang sajalah.

"Mas, anakku belum bayar spp, aku belum gajian. Uang yang mas kasih juga udah habis," cerita Raya, kami masih berpelukan dibawah selimut yang sama.

"Iya, nanti mas transfer lagi," jawabku sambil memejamkan mata. Rasa kantuk dan lelah mulai mendera setelah melepas dahaga lebih dari sekali tadi dengannya.

Raya cerita memiliki anak berusia tujuh tahun, ikut neneknya di kampung. Dia menikah karena hamil lebih dulu di usia lima belas tahun. Suaminya pergi tak tau kemana, jadilah dia tulang punggung di keluarganya.

Raya bukan pelac***, dia tak menjajakan dirinya, itu pengakuannya. Setelah bersamaku aku juga tak pernah melihatnya dengan orang lain. Walau aku tau banyak pria yang menginginkannya.

•••

"Mas, tumben pulang cepet," sambut Hana, sambil mengambil tas kerja dari tanganku. "Mas sakit?"

Wanitaku itu memegang keningku, setelah meletakkan tas kerjaku di meja.

"Memang harus sakit dulu, baru boleh pulang cepat?" tanyaku balik.

"Ga gitu, em … Hana siapin teh hangat dulu," ucapnya kemudian. Segera dia beranjak ke dapur tanpa berkata apa-apa lagi.

Selepas dari Raya tadi, aku memang malas kembali ke kantor, Raya masuk sore ke malam, jadilah aku memilih pulang ke rumah. Aku segera masuk ke kamar, dan ke kamar mandi, penat sekali rasanya.

Selepas mandi, aku mencari handuk yang biasa Hanan sediakan di gantungan. Dan sekarang tak kenapa dia lupa menyiapkannya.

"Hana …." Panggilku, berulang kali memanggil baru dia terdengar mengetuk pintu kamar mandi.

"Iya mas," jawabnya dari luar.

"Mana handuk?!" Suara sengaja aku kencangkan.

"Sebentar mas, aku ambil dulu." Balasnya dari luar. Sesaat tak ada suara lagi, sampai dia mengetuk kembali.

Aku membuka pintu, membiarkan tubuh polosku di lihatnya, tak ada ekspresi apapun yang tergambar di wajah itu. Dia menyerahkankan dengan wajah biasa. Sangat berbeda sekali dengan Raya yang pasti langsung … Ah. Sepertinya Hana sudah tak berhasrat lagi padaku, bukan salahku juga mencari pelampiasan yang lain.

¤▪¤

"Mas … Mas kan udah janji, aku nggak mau tau. Bagaimanapun caranya aku mau serumah sama, Mas. Aku juga istrimu, Mas."

Rajukan Raya membuat kepalaku berdenyut, selama ini aku sudah memfasilitasi istri simpananku itu dengan tempat tinggal yang nyaman. Sebuah kost dengan fasilitas lengkap, dan mewah. Aku juga memberinya sebuah mobil, meski bukan mobil baru.

Semua kebutuhan Raya sudah aku penuhi, uang untuk perawatan ke salon, uang belanja, sekolah dan makan anaknya di kampung dan kebutuhan lainnya. Begitu juga saat dia menuntut aku untuk menikahinya, aku juga penuhi. Kami sudah menikah meski secara siri. Sekarang tuntutannya bertambah, ingin tinggal serumah denganku.

"Iya, Sayang."Nanti kita akan cari cara, supaya Hana tidak curiga," jawabku.

Aku sedang ada meeting diluar kota, dan sengaja mengajak Raya. Kebetulan dia sedang libur juga. Dengan begini aku bisa menghabiskan dua malamku sepuasnya.

Raya, selalu bisa memberikan pelayanan terhebatnya. Imajinasiku tentang se* juga bisa aku wujudkan bersamanya. Boleh dibilang, ini hanya urusan pelampiasan saja. Sebelumnya aku juga pernah selingkuh dengan beberapa wanita. Tak sampai jauh, baru dengan Raya - lah aku memiliki hubungan sejauh ini.

•▪•

"Papa …."

Luna gadis kecilku, berlari menyambut kedatanganku. Aku berlutut menyambut tubuh mungil itu. Merengkuhnya dalam pelukanku dan menggendongnya. Aroma wangi shampo bayi menguar dari rambut kriwilnya.

"Abang Al, mana?" tanyaku pada gadis kecilku yang kini berumur hampir tiga tahun itu.

"Abang, mandi sama Bunda." Luna menjawab sambil menunjuk ke arah kamar Abangnya.

"Papa, pulang ya, Sayang." Suara Hana terdengar dari arah kamar Al, anak sulungku yang kini berusia hampir lima tahun.

"Iya …." Luna menjawab dengan berteriak.

"Mas …." Hana keluar dari kamar Al, anakku. Dia berjalan ke arahku, lalu mencium punggung tangan yang aku ulurkan.

"Luna, Papa capek, baru datang," ucap Hana lalu merentangkan tangannya, mengambil Luna dariku."Main sama, Abang di kamar sana." Hana meminta Luna untuk bermain dengan Abangnya.

"Mas, sudah makan?" tanya Hana padaku. Aku hanya mengangguk.

"Baju kotorku, ambil di bagasi mobil," perintahku padanya.

Tanpa menunggu lama, Hana bergegas melangkah pergi ke garasi. Aku langsung masuk ke dalam kamar, menghempas tubuh lelahku di atas ranjang.

▪•▪

"Mas, bangun. Sholat maghrib." Setengah sadar, aku mendengar suara Hana. Lenganku juga terasa di goyangnya. Sesaat kemudian aku membuka mata, mendapati Hana di samping ranjang.

"Maghrib," ucapnya singkat, lalu beranjak. Sekilas aku menangkap mata sembab Hana. Atau aku yang salah lihat.

Malas aku bangun dan kemudian turun dari ranjang. Semenajak mengenal Raya, aku sholat hanya di rumah saja. Itu juga agar Hana tak menaruh curiga padaku.

Tak seperti biasanya, Hana tak mengajakku sholat berjamaah. Dia memilih pergi ke kamar anak - anak. Ya sudah, aku hanya duduk dikamar sambil memeriksa pesan di ponselku.

Sebuah pesan dari Raya, dia ingin bicara hal penting. Entah hal penting apa lagi. Dua hari ini kami sudah puas bersama. Karena aku merasa lelah, aku hanya meneleponnya.

Raya menyusun rencana agar bisa tinggal bersamaku. Ini sangat berisiko, tapi karakter Raya yang nekat membuatku tak bisa membantahnya. Dan lagi, aku juga membutuhkannya. Tinggal membicarakan dengan Hana saja, dan aku yakin Hana tak akan berani membantahku.

▪•▪

"Hana, mas mau bicara," ucapku padanya. Hana yang sudah merebahkan tubuhnya bangun dari tidurnya.

"Tentang apa?" tanyanya kemudian. Dia tak menatapku seperti biasanya, nada suara juga tak seperti biasanya. Dan, benar mata Hana sembab.

"Adik perempuan sahabatku, sedang mencari kerja. Dia menitipkan sementara padaku. Aku tak bisa menolaknya." Aku memulai rencanaku.

"Perempuan?" Hana melirikku.

"I … iya, ada masalah?" tanyaku.

"Kalau, Hana menolak?" Hana menatapku tajam.

"Ayolah, Mas hanya ingin membalas budi padanya. Mas berhutang jasa padanya."

"Tak, harus tinggal dirumah kita kan? Bisa Mas carikan tempat kost, atau hotel kalau perlu," jawab Hana. Aku tak mengira dia akan menjawab dengan kalimat ini. Biasanya dia mengiyakan semua kata - kataku.

"Mas, nggak enak. Dikiranya nggak mau bantu. Hanya sebentar, mengertilah." Aku sudah mulai memaksakan kemauanku.

"Sudahlah, Mas hanya balas budi. Jadi, tak perlu persetujuan jugakan? Mas kepala keluarga disini."

"Lalu, untuk apa membicarakan hal ini, denganku?" Hana menatapku nanar. Segera dia mengalihkan pandangan dariku, membalikkan badan dan mulai merebahkan kembali tubuhnya.

Bersambung.​

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Adim Suherman
keren mantap maknyos joooosss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status