Satu minggu Sarah di rawat di rumah sakit dengan fasilitas terbaik dan dengan menjalani beberapa hari terapi. Akhirnya Sarah sudah bisa berjalan dan berbicara layaknya orang normal lagi.
Hari ini Anwar dan Dian datang ke rumah sakit untuk menjemputnya. Kata dokter, Sarah sudah boleh pulang dengan keadaannya sudah sangat baik.Melihat kedatangan keduanya, Sarah pun langsung menghambur ke pelukan Dian, "Mbak Dian, aku sangat berterimakasih sama Mbak. Kalau tuhan tidak memberi pertolongannya melalui mbak Dian, aku nggak tahu sekarang aku masih hidup atau nggak.""Iya Sarah, yang penting sekarang kamu sudah baik-baik saja. Mbak juga tidak pernah menyangka kalau Fandi setega itu sama kamu, ternyata selama ini mbak juga tertipu akan sikap dan mulut manisnya itu."*"Apakah kamu masih mau kembali ke rumah itu, Sarah?" tanya Anwar saat mereka sudah berada di dalam mobil."Iya Om.""Sarah! Otak mu memang sudah benar-benar di racuni oleh pria brengsek itu. Kamu sudah dibuat lumpuh dan kamu masih mau kembali ke sana?""Iya Om. Aku tetap akan kembali ke sana, tapi tidak untuk kembali lagi pada mas Fandi. karena walau bagaimanapun itu adalah rumahku, satu-satunya peninggalan papa yang aku punya. Tidak akan kubiarkan lagi mereka bersenang-senang di atas penderitaanku. Aku benci padanya!""Kamu serius dengan ucapanmu ini, Sarah?" tanya Anwar tak yakin."Aku sangat serius, Om. Aku minta maaf atas kebodohanku selama ini lebih mempercayai mas Fandi dari pada Om. Maafkan aku." Sarah mulai menangis kala mengingat dulu dirinya pernah berpikir kalau Anwar ingin menguasai harta almarhum ayahnya."Syukurlah kalau kamu telah sadar sekarang. Lupakan saja semua itu, Om tidak pernah ambil hati karena sedari kecil Om sudah sangat mengenal sikapmu.""Terimakasih Om." Sarah memeluk Anwar."Sekarang katakan dimana Fandi. Dia harus mendapatkan balasan setimpal atas apa yang telah dia lakukan padamu.""Tidak Om. Aku tidak mau Fandi masuk penjara.""Apa maksudmu, Sarah?" tanya Anwar tak mengerti cara berpikir Sarah. Wanita itu benar-benar susah ditebak,baru saja tadi dia mengatakan kalau dia benci tetapi sekarang dia tidak ingin Fandi dipenjara."Aku ingin membalaskan semuanya dengan caraku sendiri Om. Aku juga ingin membuatnya menderita.""Om tidak yakin kamu bisa melakukan itu, Sarah. Karena kamu itu terlalu polos dan lemah. Bisa saja nantinya kamu kembali terlena dengan bujuk rayunya.""Tidak mungkin Om, apa yang dia lakukan padaku itu telah menunjukkan bahwa dirinya tidak pantas untuk dipertahankan. Untung saja aku masih belum terlambat untuk menyadari semua itu. Percayalah Om, sekarang aku bukanlah Sarah yang dulu. Sangat mudah untuk orang lain kelabui," jawab Sarah untuk menyakinkan Anwar."Wow, sejak kapan seorang Sarah menjadi bijak seperti ini?" tanya Anwar masih kurang yakin. Sarah adalah anak dari kakak kandungnya, tentunya dia sudah sangat memahami semua karakter Sarah yang yang lemah lembut, polos dan sangat mudah terpengaruh."Sejak semua orang yang aku percayai menjadi pengkhianat!""Ya sudah, terserah kamu. Om percayakan semuanya padamu, seandainya kamu perlu bantuan tinggal bilang saja.""Terimakasih Om." Sarah memeluk Anwar, dirinya sangat menyesal telah menyakiti perasaan orang yang sangat menyayanginya itu."Kamu juga harus waspada Sarah, jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi." Dian menyambung obrolan dari belakang."Iya Mbak. Aku akan jaga diri.""Nah, sekarang kita ke rumah om terlebih dahulu. Karena ada sesuatu yang harus kamu ketahui.""Apa itu, Om?" tanya Sarah melihat wajah serius Anwar."Nanti kamu pasti akan tahu sendiri," kata Anwar kemudian tersenyum. Membuat Sarah semakin penasaran.Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang, sehingga sekitar satu jam kemudian mobil Pajero sport itu pun berhenti tepat di halaman rumah besar. Rumah yang dulunya juga tempat bermain Sarah.Sayangnya, rumah besar itu hanya sangatlah sunyi. Karena yang tinggal di sana hanya Anwar dan mbok Suri.Anwar sudah menikah beberapa tahun yang lalu, menikahi wanita yang sangat cantik membuat hidupnya sangat berwarna dikala itu. Tetapi kebahagiaan itu hanya sesaat. Orang yang sangat berarti dalam kehidupannya harus pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. di saat akan melahirkan buah hati untuk mereka, dengan bayi yang juga turut ikut pergi bersama ibundanya.Baru saja Anwar bangkit dari keterpurukannya, ia juga harus kehilangan sosok yang tangguh. Seorang kakak beserta istrinya tewas karena kecelakaan maut sepulang dari rumahnya. Sehingga ia berjanji pada dirinya sendiri akan menjaga Sarah dengan baik. Dia tidak mau harus kehilangan segalanya."Apakah Om sungguh-sungguh? Terus Om Erik?" tanya Sarah saat mendengar semua penjelasan dari Anwar."Sungguh Sarah. Semua perusahaan masih tetap milikmu. Ayahmu seorang pengusaha sukses, tidak mungkin ia mempunyai banyak hutang. Masalah Erik, itu semua hanya rencana Om. Karena Om tahu bagaimana busuknya suamimu. Baru satu bulan menjabat sebagai direktur, kita sudah mengalami kerugian ratusan juta."Sarah terdiam, memikirkan kembali betapa bodohnya dirinya selama ini. Tidak percaya dengan omongan om Anwar tentang suaminya."Maafkan Om telah membohongimu. Karena itu satu-satunya cara agar kamu bisa percaya. Semua ku lakukan untuk melindungimu, Sarah.""Sarah yang minta maaf, Om.""Sudahlah, lupakan semua itu. Om tahu liciknya suamimu, kamu pasti akan dicampakkan saat sudah tidak punya apa-apa.""Tapi sekarang dia tidak bisa menyalahkanku. Jika aku berbuat lebih kejam darinya! Akan ku pastikan dia bersama gundik-gundiknya, menjerit, menangis, di bawah kakiku!" ucap Sarah dengan tatapan sinis, luka di hatinya benar-benar membuat sikapnya berubah drastis.Sementara di lain tempat pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara itu. Terkulai lemah, baru saja menyelesaikan aktivitas ranjang mereka."Sayang, aku yakin sekarang Sarah pasti sedang menangis meratapi nasibnya. Haha," ucap Nesya dengan jari-jemarinya di mainkan di atas dada bidang Fandi."Iya Sayang, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menangis.""Aku sudah tidak sabar untuk menjadi nyonya Fandi.""Secepatnya, Sayang." Fandi memberikan kecupan pada b***r wanita kesayangannya itu. Kini dirinya benar-benar merasa sangat nyaman dan takut akan kehilangan Nesya.Flashback (awal pertemuan)"Mas, mulai sekarang aku percayakan perusahaan ayah di kelola sama kamu," ucap Sarah sembari membenarkan dasi suaminya."Sayang, kamu benar-benar yakin dengan keputusanmu ini?" "Tentu saja, karena sekarang kamu adalah satu-satunya orang yang aku percayai.""Om Anwar?""Mas berhentilah menyebut namanya. Kamu tahu kan aku benci padanya.""Maafkan aku, Sayang. Aku hanya takut dia tidak suka dan
Deretan foto pun menyusul masuk. Terlihat Sarah dan Nesya berpelukan, layaknya mereka sahabat yang tak terpisahkan. Selebihnya foto Fandi dan Nesya berbalut dalam satu selimut.Fandi menghela napas berat, kekecewaan istrinya sudah tergambarkan di pikirannya."Bodohnya aku bisa terjebak oleh wanita sialan itu!" Fandi frustasi beberapa kali ia mengusap wajahnya dengan kasar.Ting! Pesan kembali masuk dari nomor yang sama.[Sekarang kau adalah milikku]Dengan cepat Fandi membalas pesan tersebut.[Katakan, apa yang kau inginkan dariku?] balasan terkirim dan langsung centang biru.[Pertanyaan yang bagus Fandi. Tidak banyak kok, cukup kau jadi milikku seutuhnya.]Fandi kembali duduk di atas ranjang. Nesya benar-benar membuatnya merasa gila."Mas kok lama?" tanya Sarah yang baru muncul dari balik pintu."Nggak Sayang, ini baru saja nerima telpon dari kantor ada meeting penting sore nanti.""Oh, aku pikir kenapa. Mas, kamu tuh jangan terlalu mikirin pekerjaan terus, kamu juga harus jaga kese
Sarah dan Dian diantar ke rumah oleh supir pribadi Anwar. "Mbak Dian, mbak adalah orang yang sangat berjasa padaku. Jadi izinkan aku membalas semua itu mulai sekarang," ucap Sarah saat mereka tiba di rumah Sarah."Aduh Dek, nggak usah segitunya. Selama ini kan Mbak juga sangat ikhlas ngejagain dek Sarah.""Sudahlah Mbak, aku sangat berhutang budi. Aku mohon kali ini Mbak jangan menolak permintaanku. Tinggalkan kontrakan di ujang gang itu dan tempati lah salah satu apartemenku.""Aduh, jangan Dek. Itu terlalu berlebihan. Terus kalau mbak sudah jauh bagaimana caranya mbak bisa bantu dek Sarah lagi?""Sekarang mbak tidak usah khawatir, aku pasti bisa jaga diri. Kejadian itu sangat menjadi pelajaran berharga untukku, Mbak. Jangan tolak permintaanku."Sarah terus membujuk Dian sehingga akhirnya Dian tidak bisa lagi untuk menolak."Sekarang mbak tolong panggilkan mbok Asi untuk membersikan rumah ini, karena ini sudah sangat mirip dengan kapal pecah. Setelah itu kita pergi ke kantor mas Fan
Wajah Karin tampak pucat saat melihat Sarah membawakan nampan berisi dua gelas minuman."Suster Karin, kenapa? Kok wajahnya pucat begitu, sakit?" tanya Sarah sengaja ingin membuatnya bertambah gugup."Silahkan diminum," lanjutnya."Ini minuman dingin ya, aku lagi sakit tenggorokan jadi tidak bisa minum yang dingin.""Oh, kebetulan sekali ini ku buatkan teh hangat, Sus," ucap Sarah sambil meletakkan gelasnya di depan Karin.Karin tidak terdiam, matanya terus memandang ke arah minumannya. Rasa takut pun menghantuinya.'Bagaimana ini? Bagaimana jika Sarah sudah tahu apa yang kuberikan selama ini kepadanya. Apakah dia juga mencampuri minuman dengan obat? Atau bahkan racun?'"Silahkan diminum, Sus. Mumpung masih hangat," tawar Sarah lagi mulai menyeruput teh punyanya.Tangan Karin bergetar saat hendak meraih gelas didepannya, perasaannya mulai tak enak melihat tatapan Sarah yang begitu mengerikan di matanya.Suara deru mobil membuat keduanya menoleh ke depan."Sepertinya mas Fandi sudah pu
"Apa yang kamu lakukan di kamarku?" "Aku datang kemari untuk memberikan suntikan vitamin untuk berjaga-jaga supaya kamu bisa kembali lumpuh untuk selamanya," ucap Karin tersenyum sinis sambil memain-mainkan jarum suntik yang ada di tangannya.Sarah segera menjauhkan dirinya dari Karin. Dia melompat ke sebelah ranjang."Mau pergi kemana kamu, Sarah? Kali ini tidak akan kubiarkan kamu lolos dan sembuh." Karin mendekat ke arah Sarah dan langsung hendak menancapkan jarum suntik ke tangan Sarah. Dengan cepat Sarah menahan tangannya sehingga terjadi dorong-dorongan.Karena tak tahu apa yang diinjaki nya, tak sengaja Karin akhirnya terjatuh. Tentunya Sarah tak membuang waktu lagi segera menancapkan jarum suntiknya ke kaki Karin."Aww!" Karin meringis kesakitan.Sarah mengehela napas lega saat obat dalam suntikan habis tak tersisa masuk kedalam tubuh Karin."Bagaimana rasanya, Jalang!" Sarah mencengkeram wajah Karin dengan kuku-kukunya."Mas! Tolong!" teriak Karin saat cengkraman Sarah semak
Belum sempat Fandi meneruskan ucapannya, perih dan panas seketika menjalar di pipinya. Memegangi sebentar pipinya menatap Saran dengan sorot mata ketakutan."Maafkan aku, Sayang. Aku khilaf, dia selalu menggodaku." Fandi kini bersimpuh dibawah kaki Sarah.Pandangan Sarah beralih pada perempuan yang masih di atas ranjang menutupi badannya dengan selimut dan tengah tersenyum padanya. Merasa puas karena melihat hancurnya hati Saran sekarang.Tanpa disuruh, Bram yang juga tersulut emosi langsung menendang muka Fandi sehingga membuatnya tersungkur ke belakang. Darah segar pun mengalir dari bibirnya. "Jangan!" teriak wanita yang ada di atas ranjang dan bersiap untuk membantu.Sarah membungkuk badannya membantu orang yang masih berstatus sebagai suaminya itu berdiri.Diusapnya darah yang ada di bibir Fandi, dan memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum."Bangunlah, Mas," ucapnya selembut mungkin."Maafkan aku, Sayang, aku khilaf.""Aku memaafkanmu, Mas," ucap Sarah lagi kemudian mengusap ramb
"Mas, jangan tinggalkan aku disini sendiri!" sentak Nesya dengan wajah memelas.Sarah pun mengandeng tangan suaminya dan pergi meninggalkan Nesya. Pintu dan jendela dibiarkannya terbuka, karena siapa tahu ada yang mendengar teriakkan Nesya dan mau menolong untuk membuka ikatan di tangannya.Sesampainya di rumah, Fandi langsung dapat Bogeman mentah dari Bram. Yang tentunya semua dia lakukan atas perintah Sarah.Beberapa pukulan dan hantaman Fandi akhirnya ambruk ke lantai. Bram mengangkatnya dan memberikannya satu hadiah lagi sehingga Fandi tak sadarkan diri.Di dalam kamar hatinya terasa perih, sayatannya semakin terasa mengingat ruangan itu mereka selalu menghabiskan waktu berdua. Sarah langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyurkan badannya di bawah shower. Air mata yang sedari tadi ditahan, kini mengalir deras tanpa menunggu persetujuannya.Pikirannya dipenuhi masa-masa bahagia bersama lelaki kedua yang sangat ia sayangi setelah ayahnya.Udara pagi yang terasa dingin, membuat
Sarah cukup terkejut saat mengetahui siapa yang menelepon, Maya. ibunya Fandi. Tak biasanya mertuanya menghubunginya, ada apakah gerangan.Sarah menghela napas sebelum mengangkat telepon dari wanita yang sebentar lagi berstatus sebagai mantan mertuanya itu."Assalamualaikum, Ma," sambutnya tetap menjaga kesopanan. Meskipun putra kesayangannya itu telah menggores luka batin yang begitu dalam terhadap Sarah."Halo, Sarah. Ada dimana kamu?" tanya wanita diujung telpon tanpa basa-basi. Tanpa menjawab salam yang diucapkan Sarah."Sarah sedang di rumah, Ma. Ada apa?" Sarah sengaja berbohong, karena ibu mertuanya belum tahu kalau sebenarnya dirinya tidak jadi bangkrut."Ajak Fandi ke rumah mama sekarang! Ada hal penting yang harus kita bicarakan." ucapan mama mertuanya yang agak judes membuat Sarah merasa muak."Iya, tapi ada apa ya, Ma?" tanya Sarah lagi. Karena sekarang dirinya sedang sibuk dengan urusan pekerjaannya."Sudahlah, cepat kesini." Maya langsung memutuskan telponnya."Argh! Ben