Deretan foto pun menyusul masuk. Terlihat Sarah dan Nesya berpelukan, layaknya mereka sahabat yang tak terpisahkan. Selebihnya foto Fandi dan Nesya berbalut dalam satu selimut.Fandi menghela napas berat, kekecewaan istrinya sudah tergambarkan di pikirannya."Bodohnya aku bisa terjebak oleh wanita sialan itu!" Fandi frustasi beberapa kali ia mengusap wajahnya dengan kasar.Ting! Pesan kembali masuk dari nomor yang sama.[Sekarang kau adalah milikku]Dengan cepat Fandi membalas pesan tersebut.[Katakan, apa yang kau inginkan dariku?] balasan terkirim dan langsung centang biru.[Pertanyaan yang bagus Fandi. Tidak banyak kok, cukup kau jadi milikku seutuhnya.]Fandi kembali duduk di atas ranjang. Nesya benar-benar membuatnya merasa gila."Mas kok lama?" tanya Sarah yang baru muncul dari balik pintu."Nggak Sayang, ini baru saja nerima telpon dari kantor ada meeting penting sore nanti.""Oh, aku pikir kenapa. Mas, kamu tuh jangan terlalu mikirin pekerjaan terus, kamu juga harus jaga kese
Sarah dan Dian diantar ke rumah oleh supir pribadi Anwar. "Mbak Dian, mbak adalah orang yang sangat berjasa padaku. Jadi izinkan aku membalas semua itu mulai sekarang," ucap Sarah saat mereka tiba di rumah Sarah."Aduh Dek, nggak usah segitunya. Selama ini kan Mbak juga sangat ikhlas ngejagain dek Sarah.""Sudahlah Mbak, aku sangat berhutang budi. Aku mohon kali ini Mbak jangan menolak permintaanku. Tinggalkan kontrakan di ujang gang itu dan tempati lah salah satu apartemenku.""Aduh, jangan Dek. Itu terlalu berlebihan. Terus kalau mbak sudah jauh bagaimana caranya mbak bisa bantu dek Sarah lagi?""Sekarang mbak tidak usah khawatir, aku pasti bisa jaga diri. Kejadian itu sangat menjadi pelajaran berharga untukku, Mbak. Jangan tolak permintaanku."Sarah terus membujuk Dian sehingga akhirnya Dian tidak bisa lagi untuk menolak."Sekarang mbak tolong panggilkan mbok Asi untuk membersikan rumah ini, karena ini sudah sangat mirip dengan kapal pecah. Setelah itu kita pergi ke kantor mas Fan
Wajah Karin tampak pucat saat melihat Sarah membawakan nampan berisi dua gelas minuman."Suster Karin, kenapa? Kok wajahnya pucat begitu, sakit?" tanya Sarah sengaja ingin membuatnya bertambah gugup."Silahkan diminum," lanjutnya."Ini minuman dingin ya, aku lagi sakit tenggorokan jadi tidak bisa minum yang dingin.""Oh, kebetulan sekali ini ku buatkan teh hangat, Sus," ucap Sarah sambil meletakkan gelasnya di depan Karin.Karin tidak terdiam, matanya terus memandang ke arah minumannya. Rasa takut pun menghantuinya.'Bagaimana ini? Bagaimana jika Sarah sudah tahu apa yang kuberikan selama ini kepadanya. Apakah dia juga mencampuri minuman dengan obat? Atau bahkan racun?'"Silahkan diminum, Sus. Mumpung masih hangat," tawar Sarah lagi mulai menyeruput teh punyanya.Tangan Karin bergetar saat hendak meraih gelas didepannya, perasaannya mulai tak enak melihat tatapan Sarah yang begitu mengerikan di matanya.Suara deru mobil membuat keduanya menoleh ke depan."Sepertinya mas Fandi sudah pu
"Apa yang kamu lakukan di kamarku?" "Aku datang kemari untuk memberikan suntikan vitamin untuk berjaga-jaga supaya kamu bisa kembali lumpuh untuk selamanya," ucap Karin tersenyum sinis sambil memain-mainkan jarum suntik yang ada di tangannya.Sarah segera menjauhkan dirinya dari Karin. Dia melompat ke sebelah ranjang."Mau pergi kemana kamu, Sarah? Kali ini tidak akan kubiarkan kamu lolos dan sembuh." Karin mendekat ke arah Sarah dan langsung hendak menancapkan jarum suntik ke tangan Sarah. Dengan cepat Sarah menahan tangannya sehingga terjadi dorong-dorongan.Karena tak tahu apa yang diinjaki nya, tak sengaja Karin akhirnya terjatuh. Tentunya Sarah tak membuang waktu lagi segera menancapkan jarum suntiknya ke kaki Karin."Aww!" Karin meringis kesakitan.Sarah mengehela napas lega saat obat dalam suntikan habis tak tersisa masuk kedalam tubuh Karin."Bagaimana rasanya, Jalang!" Sarah mencengkeram wajah Karin dengan kuku-kukunya."Mas! Tolong!" teriak Karin saat cengkraman Sarah semak
Belum sempat Fandi meneruskan ucapannya, perih dan panas seketika menjalar di pipinya. Memegangi sebentar pipinya menatap Saran dengan sorot mata ketakutan."Maafkan aku, Sayang. Aku khilaf, dia selalu menggodaku." Fandi kini bersimpuh dibawah kaki Sarah.Pandangan Sarah beralih pada perempuan yang masih di atas ranjang menutupi badannya dengan selimut dan tengah tersenyum padanya. Merasa puas karena melihat hancurnya hati Saran sekarang.Tanpa disuruh, Bram yang juga tersulut emosi langsung menendang muka Fandi sehingga membuatnya tersungkur ke belakang. Darah segar pun mengalir dari bibirnya. "Jangan!" teriak wanita yang ada di atas ranjang dan bersiap untuk membantu.Sarah membungkuk badannya membantu orang yang masih berstatus sebagai suaminya itu berdiri.Diusapnya darah yang ada di bibir Fandi, dan memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum."Bangunlah, Mas," ucapnya selembut mungkin."Maafkan aku, Sayang, aku khilaf.""Aku memaafkanmu, Mas," ucap Sarah lagi kemudian mengusap ramb
"Mas, jangan tinggalkan aku disini sendiri!" sentak Nesya dengan wajah memelas.Sarah pun mengandeng tangan suaminya dan pergi meninggalkan Nesya. Pintu dan jendela dibiarkannya terbuka, karena siapa tahu ada yang mendengar teriakkan Nesya dan mau menolong untuk membuka ikatan di tangannya.Sesampainya di rumah, Fandi langsung dapat Bogeman mentah dari Bram. Yang tentunya semua dia lakukan atas perintah Sarah.Beberapa pukulan dan hantaman Fandi akhirnya ambruk ke lantai. Bram mengangkatnya dan memberikannya satu hadiah lagi sehingga Fandi tak sadarkan diri.Di dalam kamar hatinya terasa perih, sayatannya semakin terasa mengingat ruangan itu mereka selalu menghabiskan waktu berdua. Sarah langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyurkan badannya di bawah shower. Air mata yang sedari tadi ditahan, kini mengalir deras tanpa menunggu persetujuannya.Pikirannya dipenuhi masa-masa bahagia bersama lelaki kedua yang sangat ia sayangi setelah ayahnya.Udara pagi yang terasa dingin, membuat
Sarah cukup terkejut saat mengetahui siapa yang menelepon, Maya. ibunya Fandi. Tak biasanya mertuanya menghubunginya, ada apakah gerangan.Sarah menghela napas sebelum mengangkat telepon dari wanita yang sebentar lagi berstatus sebagai mantan mertuanya itu."Assalamualaikum, Ma," sambutnya tetap menjaga kesopanan. Meskipun putra kesayangannya itu telah menggores luka batin yang begitu dalam terhadap Sarah."Halo, Sarah. Ada dimana kamu?" tanya wanita diujung telpon tanpa basa-basi. Tanpa menjawab salam yang diucapkan Sarah."Sarah sedang di rumah, Ma. Ada apa?" Sarah sengaja berbohong, karena ibu mertuanya belum tahu kalau sebenarnya dirinya tidak jadi bangkrut."Ajak Fandi ke rumah mama sekarang! Ada hal penting yang harus kita bicarakan." ucapan mama mertuanya yang agak judes membuat Sarah merasa muak."Iya, tapi ada apa ya, Ma?" tanya Sarah lagi. Karena sekarang dirinya sedang sibuk dengan urusan pekerjaannya."Sudahlah, cepat kesini." Maya langsung memutuskan telponnya."Argh! Ben
"Fandi!" teriak Maya keras."Mama yang menginginkannya!" lanjutnya lagi."Tidak Mas, aku tidak akan mengugurkan bayi ini. Aku menyayanginya dan juga kamu.""Hentikan sandiwaramu Nesya, akuilah apa yang sebenarnya terjadi.""Apa yang harus aku akui, Mas? Semuanya yang terjadi padaku itu semua diatas kemauan kita." Nesya tetap kekeuh."Aku tidak akan pernah mau menikahi wanita sepertimu, Nesya," ucap Fandi lagi kemudian menarik tangan Sarah untuk mengajaknya pergi."Tunggu!" Maya dengan cepat mencegahnya."Apalagi, Ma?""Masalah seperti ini tidak bisa kamu sepelekan Fandi, seorang laki-laki sejati pasti akan bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Seharusnya kamu menyakini istrimu, kalau kamu bisa berlaku adil jika berpoligami."Nesya tersenyum mengejek saat mendapatkan dukungan besar dari Maya."Sebenarnya aku dan mas Fandi saling mencintai, jadi tidak ada yang bisa mencegah hubungan kami.""Aku tidak pernah mencegah, lebih cepat kalian menikah itu lebih baik," balas Sarah enteng."A