Share

OSM - 6

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-06-04 05:34:25

"Maaf Bu, tapi sepertinya ada yang salah dengan perjanjian kontrak ini." Binar menyodorkan kembali berkas di depannya pada Gemma yang menemuinya pagi itu di kantor Three Vibes.

"Kesalahan apa? Coba saya lihat."

Wanita 40 tahun berpenampilan glamour dengan kacamata bulat itu meraih berkas yang seharusnya ditandatangani itu, memeriksanya sebentar, berdehem kecil, lalu mendorong kembali benda itu ke arah Binar.

"Tidak ada yang salah dengan dokumen ini, Nona Binar," ujarnya dingin.

"Tapi saya kira ini salah, Bu. Saya melamar untuk posisi staff administrasi, bukan sekretaris. Jadi sepertinya bukan saya yang seharusnya menandatangani kontrak kerja ini," jelas Binar hati-hati.

Gemma tersenyum paksa, menatap Binar dengan sedikit sinis, lalu memandang dari atas sampai bawah dengan seksama. Sejak Stephen Chaniago menyuruhnya untuk melakukan panggilan wanita bernama Binar dan menempatkannya di posisi sekretaris, Gemma sudah curiga bahwa ada yang tidak beres dengan bos besarnya itu. Meski Gemma tidak yakin Abidzar memiliki selera serendah itu sekarang, mengingat wanita-wanita yang pernah dekat dengannya semuanya berkelas. 

Namun tetap saja, Gemma yang tak pernah bisa menjaga mulut. Dia terlanjur menceritakan desas-desus itu pada para karyawan, khususnya bagian HRD.  Yang dia pikir, mungkin bos besarnya sedang mengalami gangguan jiwa hingga harus tertarik dengan wanita yang tidak terlalu ‘iyess’ penampilannya itu. Binar bahkan terkesan terlalu sederhana untuk ukuran karyawan di Three Vibes Holdings.

"Saya tidak tahu mengenai hal itu, tapi apa yang tertulis di sini semua sudah atas sepengetahuan  Pak Adhitama. Jadi, saya rasa tidak ada yang salah. Silahkan Anda tanda tangani saja jika tetap ingin bekerja di sini," ujar Gemma ketus.

Binar menatap wanita di depannya dengan perasaan bimbang. Dia memang sangat menginginkan pekerjaan itu, tapi menjadi sekretaris bukan karir yang diinginkannya. Apalagi, hal ini terlalu aneh untuknya. Meski begitu, gaji lumayan tinggi yang tertulis di dalam kontrak membuatnya bimbang. Berulang kali, Binar menggigiti bibir bawahnya.

“Bagaimana?” Gemma mulai tak sabar.

"Baik, Bu. Saya bersedia menandatangani ini." Akhirnya, Binar pun meraih berkas dan mulai menggoreskan tanda tangannya di sana.

Gemma nampak puas melihat itu. Bagaimanapun, dia pasti akan mendapat masalah besar jika sampai Binar menolak menandatangani kontrak kerja. Mungkin saja, dia bisa kehilangan pekerjaan.

"Baik, terima kasih banyak, Nona Binar. Sekarang ikuti saya, Anda akan mulai bekerja hari ini." Gemma bangkit dan memberi isyarat pada Binar untuk mengikutinya. Binar bahkan tidak diberi kesempatan untuk kaget barang sebentar saja mengetahui fakta bahwa dirinya harus sudah mulai bekerja hari itu juga.

Binar mengikuti wanita bertubuh sintal itu dengan ragu, berjalan menyusuri koridor menuju lift yang kemudian membawa mereka ke lantai atas.

Saat pintu lift terbuka, keduanya disambut sebuah counter resepsionis yang memanjang dari arah pintu menuju ke lorong pendek di lantai teratas gedung pencakar langit itu. Dua wanita cantik dengan setelan blazer dan rok super pendek warna merah terang nampak berbasa-basi sejenak dengan Si Kepala HRD.

Binar tidak terlalu mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Dia terlalu sibuk dengan kegugupannya sendiri. Meski berharap banyak, tapi dia tak pernah menyangka jika dia bisa diterima diperusahaan itu. 

Gemma mengantar Binar ke sebuah ruangan kaca di sisi kanan koridor. Beberapa orang yang berada di dalam ruangan sontak menatap penuh selidik saat Gemma mengajaknya masuk dan memperkenalkannya sebagai rekan kerja baru mereka.

Ada lima perempuan di ruangan itu. Binar menduga usia mereka masih di bawah dirinya. Tak hanya penampilan mereka saja yang terlihat seksi, tapi wajah-wajah mereka memang semuanya cantik. Binar disuruh menempati tempat duduk di sebelah perempuan berambut sebahu dengan kacamata tebal bernama Mili. Nama lengkapnya adalah Meliani Chamadeo. Entah kenapa namanya terdengar tidak biasa seperti itu. Mungkin dia berdarah blasteran, mengingat kulitnya memang putih bersih dan matanya sipit.

Di antara lima perempuan di ruangan itu, Mili terlihat paling ramah. Oleh Gemma, Mili juga ditugaskan untuk membantu Binar mempelajari pekerjaan barunya.

"Sebenarnya pekerjaan kita di sini sih nggak banyak. Hanya kadang permintaan bos itu aneh-aneh dan bikin kita semua stress." Mili mulai kasak kusuk setelah Gemma pergi. Mimik mukanya yang lucu membuat Binar merasa mulai nyaman. Mili memang terlihat tidak cuek seperti empat teman lainnya di ruangan itu.

"Maaf, aneh-aneh? Contohnya bagaimana?" Binar mengernyit penuh tanya pada gadis yang dia taksir usianya masih jauh di bawahnya itu.

"Big bos itu galaknya luar biasa. Dia bisa merekrut orang di suatu menit, dan memecatnya di menit berikutnya jika dia tidak suka."

"Benarkah?" Binar langsung bergidik ngeri. Itu benar-benar terdengar sangat menakutkan baginya.

"Iya, makanya semua pekerjaan kita harus se-perfect mungkin. Kamu tahu nggak sih, seorang ‘Dia’ saja yang ngurusin tuh orang sebanyak ini?" Mili memutar pulpen menunjuk seisi ruangan. Seolah ingin menunjukkan pada Binar bahwa lima orang termasuk dirinya itu tugas utamanya hanya memenuhi semua kebutuhan sang bos.

"Jadi maksudnya yang di sini semuanya sekretaris?" tanya Binar setengah berbisik.

"Bukan begitu juga sih. Tapi intinya, semua yang di sini tugasnya hanya memastikan kebutuhan bos terpenuhi."

"Kebutuhan apa?" Binar penasaran.

"Apa saja. Apa pun," jawab Mili singkat, seperti tak ingin ditanya lebih lanjut tentang hal itu lagi. Namun Binar yang terlanjur penasaran ternyata tak bisa diam.

"Apa pun?" Binar mengerutkan dahi lagi. Baginya semua perkataan Mili itu terdengar sangat aneh.

Mili mengangguk beberapa kali menanggapi keheranan rekan kerja barunya. Melihat itu, entah kenapa mendadak Binar jadi berpikiran buruk. Mengingat semua staf di ruangan itu semuanya perempuan, berwajah cantik, dan berpenampilan seksi, kecuali dirinya tentu saja. Binar sangat sadar, dirinya tak secantik perempuan-perempuan di ruangan itu.

Apakah bos mereka itu termasuk orang yang ... ah entah, Binar tidak berani melanjutkan pikirannya sendiri. Terpenting baginya saat ini, sudah mendapatkan pekerjaan dan harus berusaha agar tak semudah itu bisa dipecat.

"Binar." Mili melongokkan kepala di antara sekat meja kerja mereka. Binar bahkan belum habis berpikir tentang pembicaraan mereka sebelumnya soal bos killer itu.

"Ya?"

"Cek email ya? tugas-tugasmu sudah aku kirim ke email kamu. Pelajari itu aja dulu hari ini. Kamu boleh tanya aku kalau masih bingung. Santai saja, oke?" Mili memberi kode dengan tangannya. Senyum gadis itu begitu manis, setidaknya membuat Binar merasa sedikit nyaman di tempat barunya yang beberapa saat lalu terasa sangat menyeramkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 10

    "Kamu kenapa, Binar? Kok pucet gitu sih?" Mili melambaikan tangannya di depan wajah teman kerja barunya yang kembali dengan kondisi mengkhawatirkan. Binar dengan jantung masih berpacu segera duduk dengan tatap kosong. Tak diperhatikannya Mili bertanya. "Binar!" Mili mulai panik karena Binar masih belum bereaksi."Eh iya, Mil." Akhirnya dia menyahut setelah Mili menepuk lumayan keras bahunya."Heh? Kenapa sih kamu? Habis dimarahin bos ya?" Mili penasaran. Binar langsung menggeleng."Lalu kenapa?" Mili makin penasaran. Sementara Binar menatap Mili ragu. Apakah dia harus menceritakan kejadian yang dialaminya di ruang direktur pada teman barunya? Tapi, bagaimana kalau hal itu malah akan menimbulkan masalah untuknya?"Mmm ... anu itu, ternyata big bos itu masih muda banget ya?" Binar bicara asal setelah tak menemukan kalimat yang tepat untuk mengarang cerita."Hmm." Mili segera memajukan bibir satu senti. "Harusnya sih tadi aku peringatkan kamu sebelum ke sana. Aku lupa." Mili segera menep

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 9

    Binar meletakkan berkas yang dibawanya di atas meja. Dia kembali mundur setelah sebelumnya sempat mengitari lagi ruangan dengan dua bola mata, mencari-cari seseorang yang mungkin saja ada di sebuah sudut. Nihil. Tetap tidak ada seorang pun yang dilihatnya di ruangan itu. Tak ingin disebut tidak sopan, Binar memutuskan untuk membuka mulut."Pak … berkas Anda sudah saya taruh di …." Tapi sebelum berhasil menyelesaikan kalimat, mulutnya seketika tercekat saat dia berbalik badan dan mendapati seseorang sedang berdiri di belakangnya. Jarak mereka mungkin hanya satu atau dua meter saja. Tubuh Binar nyaris limbung saking kagetnya."Mencariku?" Pria itu bertanya dengan suara berat. Suara itu terdengar begitu familiar untuk Binar. Bersahabat tapi terdengar begitu jauh karena wajah pemilik suara itu sangat datar, tanpa sedikitpun senyum."Abi-dzar? Ka-mu Abidzar?"Binar sampai kehabisan kata-kata, menyaksikan sosok di depannya adalah orang yang sangat dikenalnya meski dengan penampilan yang su

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 8

    Langkah berat mengawali hari kedua Binar masuk kerja. Selain harus menenangkan Aaron yang mulai menyadari akan ketidak-hadiran sang ibu di hari-harinya, Binar juga masih terganggu dengan gosip yang sempat dibicarakan Mili tentangnya di kantor. Rasanya mustahil dirinya diisukan berhubungan gelap dengan bos perusahaan sebesar itu padahal bertemu saja belum pernah. Memangnya seperti apa rupa bos mereka itu? Binar sih yakin jika pimpinan perusahaan sebagus itu pastilah sudah bapak-bapak. Lagipula, tidak mungkin bos muda dan tampan setipe CEO CEO di film itu sampai bisa digosipkan dengannya. Memangnya secantik apa dia? Aneh banget. "Sudah nggak apa-apa, kamu berangkat saja. Nanti telat. Biar aku yang urus Aaron.” Ternyata Dhimas sangat membantu pagi itu. Mungkin dia sedang belajar terbiasa dengan kepergian istrinya. "Makasih ya, Mas?" Binar berkaca-kaca, haru dengan sikap suaminya yang begitu dewasa pagi itu.*****Binar seperti dikejar waktu saat akhirnya turun dari ojek online yang mem

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 7

    Binar masih sibuk dengan layar di depannya saat pesawat komunikasi internal di meja Mili tiba-tiba berbunyi."Ya? Sekarang, Pak? Bali? Untuk dua hari? Minggu depan? Lima kamar? Oke, baik Pak. Segera saya reservasikan." Itu kalimat yang terdengar dengan nada patuh dari mulut Mili.Usai meletakkan alat komunikasi itu, Mili terlihat sibuk lagi dengan layar di depannya. Lalu terdengar juga dia menelpon seseorang dengan nada serius. Dari sekat yang tak begitu tinggi, Binar bisa melihat gadis itu sedang mengunjungi sebuah situs pemesanan kamar hotel dan mencoba memilih beberapa jenis kamar untuk direservasi.Melihat Mili selesai dengan pekerjaan reservasinya, Binar merasa ikut lega. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena kemudian alat komunikasi di meja Mili berdering lagi. Binar menyaksikan wajah Mili berubah kesal usai menerima panggilan itu."Ada apa?" tanyanya hati-hati."Salah kamar. Dua kamar minta yang connecting room," jelas Mili santai."Ooh." Binar hanya mengangguk."Nggak usa

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 6

    "Maaf Bu, tapi sepertinya ada yang salah dengan perjanjian kontrak ini." Binar menyodorkan kembali berkas di depannya pada Gemma yang menemuinya pagi itu di kantor Three Vibes."Kesalahan apa? Coba saya lihat."Wanita 40 tahun berpenampilan glamour dengan kacamata bulat itu meraih berkas yang seharusnya ditandatangani itu, memeriksanya sebentar, berdehem kecil, lalu mendorong kembali benda itu ke arah Binar."Tidak ada yang salah dengan dokumen ini, Nona Binar," ujarnya dingin."Tapi saya kira ini salah, Bu. Saya melamar untuk posisi staff administrasi, bukan sekretaris. Jadi sepertinya bukan saya yang seharusnya menandatangani kontrak kerja ini," jelas Binar hati-hati.Gemma tersenyum paksa, menatap Binar dengan sedikit sinis, lalu memandang dari atas sampai bawah dengan seksama. Sejak Stephen Chaniago menyuruhnya untuk melakukan panggilan wanita bernama Binar dan menempatkannya di posisi sekretaris, Gemma sudah curiga bahwa ada yang tidak beres dengan bos besarnya itu. Meski Gemma ti

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 5

    Kacau, mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan Binar hari itu.Pertemuan tak sengaja dengan Abidzar membuatnya kehilangan konsentrasi. Parahnya, tak satupun pertanyaan dalam interview yang bisa dia jawab dengan lancar.'Ini gila!' rutuknya dalam hati.Belasan tahun berlalu, tapi pesona Abidzar ternyata masih bisa mempengaruhinya sedalam itu.Sepanjang perjalanan pulang di dalam taksi online yang ditumpanginya, Binar hanya terdiam, pasrah. Keinginanannya untuk bisa diterima bekerja pada perusahaan bergengsi itu kini hanya tinggal angan. Tidak mungkin rasanya dia bisa lolos dengan interview yang super buruk itu.Hilang sudah harapan untuk bisa segera terbebas dari permasalahan yang membelit rumah tangganya. Meski masih ada beberapa perusahaan lain yang belum memberikan jawaban atas lamaran yang dikirimnya, tapi Binar mendadak jadi kehilangan asa.Saat taksi menurunkannya di depan rumah, Dhimas sudah bisa menebak apa yang telah terjadi pada wawancara kerja istrinya hari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status