OBSESI SANG MILIARDER

OBSESI SANG MILIARDER

By:  Reinee  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 ratings
10Chapters
3.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Abidzar Aidan Adhitama, seorang miliarder yang belum lama ditinggal oleh pasangan hidupnya untuk selamanya, tak sengaja dipertemukan kembali dengan seseorang dari masa lalu. Rasa kesepian membuatnya lupa bahwa Binar bukan lagi gadis kecil yang dulu sangat mengaguminya. Binar telah berkeluarga dan tumbuh menjadi sosok wanita yang menjunjung tinggi sucinya sebuah ikatan pernikahan. Namun Abidzar justru semakin terobsesi. Segala cara dia lakukan untuk bisa mendapatkan perhatian dan cinta Binar kembali. Bahkan dia tak segan menyakiti orang-orang yang ada di sekitar Binar. Bagaimana nasib Binar dan rumah tangganya selanjutnya?

View More
OBSESI SANG MILIARDER Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Bumi Senja
lanjut dong kak
2023-01-14 20:35:01
0
user avatar
SriMulyastuti
kenapa semua tulisan dari penulis ini tamat. padahal kan belum
2021-10-27 07:14:15
0
user avatar
Misnie Al-Asqar
Lanjut kak..
2021-08-06 00:42:34
0
user avatar
Iis Gustin Herlena
saya penasaran dgn ceritanya plisss segera upload lg dunk...pngen tahu kisah di masa lalu sang tokoh
2021-06-05 21:19:41
3
10 Chapters
Bab 1 - PROLOG
Tujuh belas tahun yang lalu aku tak pernah menganggapnya ada. Bahkan, aku sering memilih untuk pura-pura tidur di dalam kamar rumah pakdhe saat dia dan teman-teman sebaya sengaja datang untuk mengajakku bermain. Aku tahu Binar menyukaiku dari beberapa teman sekelas kami yang membocorkannya. Anak ketua RT di kampung kakak dari papa tempat aku dititipkan untuk ber-Sekolah Menengah Tingkat Pertama itu, suka sekali menitipkan benda-benda aneh untukku lewat budhe. "Ini kue yang bikin Binar sendiri loh, Bi. Kamu nggak mau coba nih?" goda istri pakdheku itu sambil menyomot sepotong kue kering dari toples yang dicondongkan ke arahku. Memang sih kuakui, makanan-makanan yang dikirimkan Binar biasanya baunya sangat menggoda. Tapi rasa gengsi membuatku enggan menyentuhnya. Tak hanya makanan, dia juga sering memberikan benda-benda yang menurutku sangat norak, misalnya saja: buku cerita, pensil atau pulpen dengan bentuk yang membuat alisku berkerut, gantungan kunci, dan masih banyak lagi. Lagi-la
Read more
Bab 2
Sedari subuh, rumah besar dan mewah itu sudah terlihat sangat riuh. Beberapa ART tampak lalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Seorang wanita muda berseragam putih tampak sedang kebingungan menghadapi bocah perempuan berusia 7 tahun di depannya. "Diva kan udah bilang nggak mau pakai sepatu yang itu, Mbaaak! Diva maunya pake yang warna pink ada pita ungunya!" Lengkingan suara gadis kecil bermata indah dengan rambut hitam panjang sepinggang itu membuat pias muka pelayannya. Bagian pinggang baju balerinanya bergoyang-goyang seiring dengan tubuh rampingnya yang bergerak ke sana ke mari sambil berkacak pinggang. "Tapi kan sepatu yang pink itu masih kotor. Hari ini baru mau dicuci, Non," ucap si pelayan yang sedari tadi berjongkok di depan anak itu dengan wajah lelah dan kebingungan. Tak berapa lama, seorang ART berusia lebih tua terlihat memasuki kamar. "Ada apa ini?" tanyanya dengan wajah serius. "I-ni, Bu Maryam. Non Diva minta sepatu yang warna pink. Tapi sepatu itu kan masi
Read more
Bab 3
Di sebuah rumah sederhana di sudut kota, Binar Kanaya Shasmita seperti biasa sudah bangun sejak sebelum subuh. Wanita itu memang terbiasa rajin dari kecil. Rumahnya akan selalu terlihat sudah rapi, bahkan sebelum matahari menampakkan diri. Namun hari itu dia tak tampak melakukan semua rutinitas paginya seperti biasa. Binar justru hanya terlihat sibuk mondar mandir di dalam kamarnya. Hari itu, dia bahkan tak sempat mengurusi Aaron–anak semata wayangnya. Sudah hampir satu jam lamanya dia hanya berdiri terbengong di depan lemari pakaian. Entah sudah berapa tahun dia tidak pernah lagi memakai baju kerjanya yang masih tersimpan rapi di dalam lemari itu. Binar bahkan tak yakin apakah baju-baju itu masih muat dipakainya atau tidak, mengingat sudah banyak perubahan pada bentuk tubuhnya saat ini. Usai melirik jam dinding yang tergantung di depan tempat tidur, Binar akhirnya menjatuhkan pilihan pada dress sepanjang lutut berwarna maroon. Stiletto 7 cm warna hitam menjadi alas kaki yang dirasa
Read more
Bab 4
Binar sebenarnya berbohong saat mengatakan pada Dhimas hanya akan pergi sebentar untuk interview pekerjaan. Tempat yang ditujunya membutuhkan paling tidak satu setengah jam perjalanan jika dia menggunakan transportasi umum seperti bus. Jika dengan kereta api, akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Itu sebabnya Binar memutuskan memesan taksi. Selain karena belum begitu paham lokasi kantor perusahaan tersebut, Binar juga tak ingin telat tiba di sana. Apalagi email menyebutkan bahwa dirinya harus sudah tiba minimal 30 menit sebelum interview dimulai. Sebenarnya Binar merasa sayang harus mengeluarkan biaya cukup mahal untuk menyewa taksi dengan jarak sejauh itu. Tapi Binar benar-benar tak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa diterima di perusahaan yang satu itu. Vibes Property merupakan salah satu dari anak perusahaan Three Vibes Holdings yang mencuat pesat dalam waktu kurang dari 10 tahun sejak dipegang oleh pewaris tunggal dari keluarga Adhitama.Dari jaman kakek buyutnya–sang perin
Read more
Bab 5
Kacau!Mungkin itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan Binar hari itu.Pertemuan tak sengaja dengan pria dari masa lalu membuatnya kehilangan konsentrasi. Dan parahnya, tak satupun pertanyaan dalam interview yang bisa dia jawab dengan lancar. 'Ini gila!' rutuknya dalam hati. Belasan tahun telah berlalu, namun pesona seorang Abidzar nyatanya masih bisa mempengaruhinya sedalam itu. Sepanjang perjalanan pulang di dalam taksi online yang ditumpanginya, Binar hanya terdiam, pasrah. Optimismenya untuk bisa diterima bekerja pada perusahaan bergengsi itu sekarang hanya tinggal angan. Tidak mungkin rasanya dia bisa lolos dengan interview super kacaunya itu. Hilang sudah harapannya untuk bisa segera terbebas dari permasalahan yang membelit rumah tangganya selama ini. Walau sebenarnya masih ada beberapa perusahaan lain yang belum memberikan jawaban atas lamaran yang dikirimnya, tapi Binar mendadak putus harapan. Saat taksi menurunkannya di depan rumah, Dhimas sudah bisa meneba
Read more
Bab 6
"Maaf, sepertinya ada yang salah dengan perjanjian kontrak ini, Bu." Binar menyodorkan kembali berkas di depannya ke Kepala HRD yang menemuinya pagi itu di kantor Three Vibes. "Kesalahan apa? Coba saya lihat." Wanita berpenampilan glamour usia 40 tahun dengan kacamata bulat itu meraih berkas yang tadinya harus ditanda tangani Binar, memeriksanya sebentar, berdehem kecil, lalu mendorong kembali benda itu ke arah calon karyawan barunya. "Tidak ada yang salah dengan dokumen ini, Nona Binar," katanya dengan sikap cuek. "Tapi saya kira ini salah, Bu. Saya melamar untuk posisi staf administrasi, bukan sekretaris. Jadi sepertinya bukan saya yang harusnya menandatangani kontrak kerja ini," jelas Binar dengan hati-hati. Gemma nampak tersenyum sebentar, menatap Binar dengan sedikit sinis dan memandangi dari atas sampai bawah dengan seksama. Sejak disuruhnya salah satu stafnya untuk menghubungi wanita bernama Binar itu, langsung beredar kasak kusuk di bagian HRD yang mengatakan bahwa wanita
Read more
Bab 7
Binar masih sibuk dengan laptop di depannya saat telepon internal di meja Mili tiba-tiba berbunyi. "Ya? Sekarang, Pak? Bali? Untuk dua hari? Minggu depan? Lima kamar? Oke, baik Pak. Segera saya reservasikan." Itu kalimat yang terdengar dengan nada patuh dari mulut Mili. Setelah meletakkan pesawat telepon, Mili terlihat sibuk dengan layar monitor di depannya. Dari sekat yang tak begitu tinggi, Binar bisa melihat wanita itu sedang mengunjungi sebuah situs pemesanan kamar hotel dan mencoba memilih beberapa jenis kamar untuk direservasi. Melihat Mili selesai dengan pekerjaan reservasinya, Binar merasa ikut lega. Lalu mereka pun kembali ke pekerjaan masing-masing. Namun tak berapa lama, telepon di meja Mili berdering lagi. Terlihat wajah Mili berubah kesal usai menerima panggilan itu. "Ada apa?" tanya Binar hati-hati."Salah kamar. Dua kamar minta yang connecting room," jelas Mili santai. "Ooh." Binar hanya mengangguk. "Nggak usah kaget, Binar. Apa saja kerjaan kita akan selalu ada s
Read more
Bab 8
"Baru pulang?" Dhimas menyambut dengan tatapan tak suka, melihat Binar memasuki teras rumah. "Iya maaf, Mas. Tadi aku udah kirim pesan kan kalau langsung disuruh kerja hari ini?" "Sampai jam segini pulangnya?" protes Dhimas sambil melirik ke arloji di pergelangan tangan. Pukul 7 malam."Enggak Mas, sebenarnya dari kantor tadi jam 5. Tapi nunggu taksi onlinenya agak lama. Maaf ya, Mas?" Dengan takzim Binar mencium tangan sang suami, sebelum akhirnya melangkah ke dalam rumah. Di ruang tengah, jagoan kecilnya terlihat masih asik di depan TV. "Ibu!" Melihat kedatangan Binar, Aaron langsung menghambur ke pelukan sang ibu. "Kok masih main? Udah maem belum, Sayang?" Binar berjongkok, mengusap kepala anaknya dengan lembut. Anak itu langsung mengangguk cepat.Binar menoleh ke arah suaminya yang masih berdiri mematung di ambang dinding penyekat ruang tamu dan ruang tengah. "Makasih udah jagain Aaron ya, Mas," tatapnya haru. Dhimas hanya mengedikkan sebentar bahunya. Raut mukanya terlihat ma
Read more
Bab 9
Director's Room Melihat tulisan di atas pintu besar bernuansa abu tua di depannya saja membuat Binar berkeringat dingin. Bagaimana jika dia bertemu dengan pemilik ruangan itu? Binar memejamkan mata sejenak, mengatur nafas, sebelum akhirnya mengulurkan tangan bermaksud untuk mengetuk pintu di depannya. Namun belum sempat tangannya berhasil sampai, tiba-tiba pintu itu didorong dari dalam hingga membuat Binar hampir terjatuh karena tertabrak seseorang yang terburu-buru keluar dari ruangan itu. Tanpa mempedulikan Binar yang kaget setengah mati karena hampir ambruk, wanita cantik dengan setelan rok super pendek dan blazer warna putih tulang itu berjalan cepat sambil merapikan rambut dan bajunya yang terlihat sedikit berantakan. Apa yang telah terjadi di dalam sana? Binar mendadak bergidik ngeri membayangkan itu. Mungkinkah atasannya itu termasuk pria yang suka mesum di tempat kerja? Mengerikan sekali kalau dugaannya benar. Tanpa diperintah, Binar pun segera menegakkan badan, seolah i
Read more
Bab 10
"Nanti saja, aku belum selesai dengan kerjaanku," jawab pria itu ketus. Lalu terlihat kembali sibuk dengan pekerjaannya. Binar hanya menghela nafas berat. Ragu kembali menyerangnya. Meski dia sosok itu sama-sama memiliki sifat angkuh, tapi Abidzar kecil sepertinya lebih menyenangkan dari pria dewasa di hadapannya saat itu.Beberapa menit kemudian, nampak tangan kokoh pria itu bergeser mendorong berkas di depannya ke arah Binar. "Sudah selesai. Mau tanya apa?" ucapnya cepat. Kali ini dia memandang Binar dengan sorot tajam, membuat Binar mendadak jadi ciut nyali. "Ma-af, apa Anda ini ... Abidzar?" Bibir Binar kelu saat menyebutkan nama itu. Bagaimana jika dugaannya salah dan atasannya itu menjadi tersinggung karenanya? Keringat mulai bercucuran di balik kemejanya, padahal ruangan itu begitu dingin. Di luar dugaan, pria itu justru mengembangkan senyumnya setelah beberapa detik terdiam. "Ingatan kamu masih baik rupanya." Kalimat yang singkat, tapi mampu membuat mulut Binar membulat
Read more
DMCA.com Protection Status