Share

OSM - 3

Auteur: Reinee
last update Dernière mise à jour: 2021-05-12 05:04:30

Di sebuah rumah sederhana di sudut kota, Binar Kanaya Shasmita seperti biasa sudah bangun sejak sebelum subuh. Wanita itu memang terbiasa rajin dari kecil. Rumahnya akan selalu terlihat sudah rapi, bahkan sebelum matahari menampakkan diri.

Namun hari itu dia tak tampak melakukan semua rutinitas paginya seperti biasa. Binar justru hanya terlihat sibuk mondar mandir di dalam kamar. Dia bahkan tak sempat mengurusi Aaron–anak semata wayangnya yang juga sudah terjaga beberapa menit lalu.

Hampir satu jam lamanya Binar hanya berdiri terpaku di depan lemari pakaian. Entah sudah berapa lama dia tidak pernah lagi memakai baju kerjanya yang masih tersimpan rapi di dalam lemari itu. Binar bahkan tak yakin apakah baju-baju itu masih muat dipakainya atau tidak, mengingat sudah banyak perubahan pada bentuk tubuhnya saat ini.

Detak jam dinding yang tergantung di depan tempat tidur memaksa Binar akhirnya menjatuhkan pilihan pada dress sepanjang lutut berwarna maroon. Stiletto 7 cm warna hitam menjadi alas kaki yang dirasanya paling match dengan baju itu.

Dalam ingatan wanita yang kini tengah menginjak 30 tahun itu, dress dengan setelan blazer pilihannya itu dulunya sepertinya sedikit longgar di badan. Tapi sekarang baju itu menjadi sangat pas sekali dipakainya. Sepertinya dia memang sudah bertambah gemuk saja.

"Mainan pesawat Aaron dimana, Sayang?" Sebuah suara dari luar kamar sedikit mengagetkannya. Itu Dhimas Haninditya–sang suami–yang sedang bermain dengan anak semata wayang mereka di ruang tengah.

"Ada di kotak mainan kayaknya," sahut Binar asal.

"Kok nggak ada ya. Sudah aku cari di sana barusan." Suaminya kembali menyahut dari luar kamar.

Binar menghentikan sapuan bedak di pipinya. Dahinya mulai berkerut, mencoba mengingat-ingat sesuatu. Sepertinya malam sebelumnya dia telah merapikan semua mainan anaknya dan memasukkannya ke dalam kotak. Kenapa Dhimas bilang tidak ada?

Hari itu Binar benar-benar sedang sangat terburu-buru. Rasanya tidak akan cukup waktu jika harus ikut mencari benda itu. Tangannya pun segera bergerak cepat memoles tipis lipstik berwarna nude di bibirnya, sementara pikirannya sibuk mengingat-ingat keberadaan mainan anaknya.

'Ah iya!' Tiba-tiba dia memekik pelan. "Di kamar Aaron, Mas. Semalam dia bawa mainan itu pas mau tidur!" ucapnya dengan nada lega.

"Dimana, Sayang?" Dhimas rupanya tidak mendengar apa yang diucapkan oleh istrinya. Dia berinisiatif melongok ke dalam kamar. Namun lelaki itu justru kaget melihat Binar yang sudah rapi dengan pakaian kerja.

"Kamu mau kemana?" tanyanya penuh selidik. Tampak jelas raut tidak suka melihat istrinya sudah bersiap pergi sepagi itu.

"Maaf Mas, aku belum sempat kasih tahu kamu. Semalam waktu aku dapat email, kamu sudah tidur. Hari ini aku ada panggilan wawancara kerja. Jadi aku minta tolong jagain Aaron sebentar ya, Mas?" pintanya penuh harap.

"Apa?! Kerja? Kamu ngelamar kerja maksudnya?!" Raut kecewa langsung terpasang di wajah Dhimas.

"Maaf ya Mas, aku belum sempat bilang. Aku takut kamu nggak ngijinin. Makanya aku masih cari waktu yang tepat buat ngobrolin ini," ucapnya dengan wajah memelas.

Dhimas bukannya tak tahu masalah yang sedang mereka hadapi. Sudah hampir dua tahun dia menganggur dan itu yang selalu jadi topik perdebatan di antara keduanya.  Bukan satu dua kali Binar menawarkan diri untuk mencari kerja, tapi Dhimas selalu melarang. Toh selama ini dia selalu berusaha memulai bisnis ini dan itu, walau hasilnya selalu nihil. Bahkan seringkali rugi. Bagi Dhimas itu bukan masalah. Orang tuanya masih bisa mensupport segala kebutuhannya dan keluarga kecilnya. Sayang, Binar tidak bisa menerima itu. 

“Memangnya belum cukup ya uang yang aku kasih ke kamu tiap bulan?" Dhimas terlihat mulai gusar.

"Bu-kan gitu, Mas. Cukup kok, uang yang kamu kasih itu cukup. Tapi kan kebutuhan kita makin hari makin banyak. Lagipula, aku nggak mau terus-terusan jadi beban orang tua kamu, Mas." Binar menatap suaminya dengan wajah yang sama ketika mereka membahas hal yang sama lagi berulang kali selama ini. Nelangsa.

"Jadi kamu keberatan menerima uang bantuan dari orang tuaku?" Dhimas menghela nafas panjang. Sebenarnya Dhimas tak perlu bertanya, karena dia selalu tahu jawaban atas pertanyaan itu. "Itu kan hanya sementara, Binar. Setidaknya sampai aku dapat kerjaan lagi. Kamu kan bilang, kamu butuh uang buat belanja bulanan. Apa salahnya sih terima bantuan dari mereka dulu? Toh, mereka nggak keberatan bantu kita." Dhimas bersikeras.

"Iyaa, aku tahu Mas. Bapak sama ibu memang tidak akan terbebani dengan itu. Tapi … plis, kamu juga tolong ngertiin aku. Aku nggak enak hidup kayak gini terus, Mas. Aku nggak mau keluarga kita terus-terusn jadi beban buat mereka."

Dhimas menarik nafas berat. Dia bukannya tak berusaha mencari kerja. Bahkan entah sudah berapa banyak modal yang diperbantukan kedua orang tuanya untuk mendukungnya memulai usaha. Tapi semua yang dia lakukan selalu gagal. Entah apa yang salah dengan dirinya. Dia tak tahu kenapa begitu susah mencari pekerjaan untuknya beberapa tahun belakangan.

"Kita bicarakan ini nanti lagi aja ya, Mas? Sekarang aku buru-buru banget. Jadwal interviewnya jam setengah 9. Aku takut telat. Tolong jagain Aaron sebentar ya, Mas?" Binar bergerak cepat mencium punggung tangan suaminya, lalu mengecup kedua pipi lelaki itu setelah sebelumnya menyambar tas kerja dan map berisi resume yang sudah disiapkannya malam sebelumnya.

Dhimas yang masih belum siap dengan semua itu tampak hanya terbengong di tempat. Sebagai lelaki, hatinya tercabik melihat istrinya berpakaian rapi dan pamit ingin menghadiri wawancara kerja. Namun, apa yang bisa dia lakukan saat ini untuk mencegah Binar yang dia tahu sudah memendam gejolak beberapa tahun belakangan? 

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 10

    "Kamu kenapa, Binar? Kok pucet gitu sih?" Mili melambaikan tangannya di depan wajah teman kerja barunya yang kembali dengan kondisi mengkhawatirkan. Binar dengan jantung masih berpacu segera duduk dengan tatap kosong. Tak diperhatikannya Mili bertanya. "Binar!" Mili mulai panik karena Binar masih belum bereaksi."Eh iya, Mil." Akhirnya dia menyahut setelah Mili menepuk lumayan keras bahunya."Heh? Kenapa sih kamu? Habis dimarahin bos ya?" Mili penasaran. Binar langsung menggeleng."Lalu kenapa?" Mili makin penasaran. Sementara Binar menatap Mili ragu. Apakah dia harus menceritakan kejadian yang dialaminya di ruang direktur pada teman barunya? Tapi, bagaimana kalau hal itu malah akan menimbulkan masalah untuknya?"Mmm ... anu itu, ternyata big bos itu masih muda banget ya?" Binar bicara asal setelah tak menemukan kalimat yang tepat untuk mengarang cerita."Hmm." Mili segera memajukan bibir satu senti. "Harusnya sih tadi aku peringatkan kamu sebelum ke sana. Aku lupa." Mili segera menep

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 9

    Binar meletakkan berkas yang dibawanya di atas meja. Dia kembali mundur setelah sebelumnya sempat mengitari lagi ruangan dengan dua bola mata, mencari-cari seseorang yang mungkin saja ada di sebuah sudut. Nihil. Tetap tidak ada seorang pun yang dilihatnya di ruangan itu. Tak ingin disebut tidak sopan, Binar memutuskan untuk membuka mulut."Pak … berkas Anda sudah saya taruh di …." Tapi sebelum berhasil menyelesaikan kalimat, mulutnya seketika tercekat saat dia berbalik badan dan mendapati seseorang sedang berdiri di belakangnya. Jarak mereka mungkin hanya satu atau dua meter saja. Tubuh Binar nyaris limbung saking kagetnya."Mencariku?" Pria itu bertanya dengan suara berat. Suara itu terdengar begitu familiar untuk Binar. Bersahabat tapi terdengar begitu jauh karena wajah pemilik suara itu sangat datar, tanpa sedikitpun senyum."Abi-dzar? Ka-mu Abidzar?"Binar sampai kehabisan kata-kata, menyaksikan sosok di depannya adalah orang yang sangat dikenalnya meski dengan penampilan yang su

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 8

    Langkah berat mengawali hari kedua Binar masuk kerja. Selain harus menenangkan Aaron yang mulai menyadari akan ketidak-hadiran sang ibu di hari-harinya, Binar juga masih terganggu dengan gosip yang sempat dibicarakan Mili tentangnya di kantor. Rasanya mustahil dirinya diisukan berhubungan gelap dengan bos perusahaan sebesar itu padahal bertemu saja belum pernah. Memangnya seperti apa rupa bos mereka itu? Binar sih yakin jika pimpinan perusahaan sebagus itu pastilah sudah bapak-bapak. Lagipula, tidak mungkin bos muda dan tampan setipe CEO CEO di film itu sampai bisa digosipkan dengannya. Memangnya secantik apa dia? Aneh banget. "Sudah nggak apa-apa, kamu berangkat saja. Nanti telat. Biar aku yang urus Aaron.” Ternyata Dhimas sangat membantu pagi itu. Mungkin dia sedang belajar terbiasa dengan kepergian istrinya. "Makasih ya, Mas?" Binar berkaca-kaca, haru dengan sikap suaminya yang begitu dewasa pagi itu.*****Binar seperti dikejar waktu saat akhirnya turun dari ojek online yang mem

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 7

    Binar masih sibuk dengan layar di depannya saat pesawat komunikasi internal di meja Mili tiba-tiba berbunyi."Ya? Sekarang, Pak? Bali? Untuk dua hari? Minggu depan? Lima kamar? Oke, baik Pak. Segera saya reservasikan." Itu kalimat yang terdengar dengan nada patuh dari mulut Mili.Usai meletakkan alat komunikasi itu, Mili terlihat sibuk lagi dengan layar di depannya. Lalu terdengar juga dia menelpon seseorang dengan nada serius. Dari sekat yang tak begitu tinggi, Binar bisa melihat gadis itu sedang mengunjungi sebuah situs pemesanan kamar hotel dan mencoba memilih beberapa jenis kamar untuk direservasi.Melihat Mili selesai dengan pekerjaan reservasinya, Binar merasa ikut lega. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena kemudian alat komunikasi di meja Mili berdering lagi. Binar menyaksikan wajah Mili berubah kesal usai menerima panggilan itu."Ada apa?" tanyanya hati-hati."Salah kamar. Dua kamar minta yang connecting room," jelas Mili santai."Ooh." Binar hanya mengangguk."Nggak usa

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 6

    "Maaf Bu, tapi sepertinya ada yang salah dengan perjanjian kontrak ini." Binar menyodorkan kembali berkas di depannya pada Gemma yang menemuinya pagi itu di kantor Three Vibes."Kesalahan apa? Coba saya lihat."Wanita 40 tahun berpenampilan glamour dengan kacamata bulat itu meraih berkas yang seharusnya ditandatangani itu, memeriksanya sebentar, berdehem kecil, lalu mendorong kembali benda itu ke arah Binar."Tidak ada yang salah dengan dokumen ini, Nona Binar," ujarnya dingin."Tapi saya kira ini salah, Bu. Saya melamar untuk posisi staff administrasi, bukan sekretaris. Jadi sepertinya bukan saya yang seharusnya menandatangani kontrak kerja ini," jelas Binar hati-hati.Gemma tersenyum paksa, menatap Binar dengan sedikit sinis, lalu memandang dari atas sampai bawah dengan seksama. Sejak Stephen Chaniago menyuruhnya untuk melakukan panggilan wanita bernama Binar dan menempatkannya di posisi sekretaris, Gemma sudah curiga bahwa ada yang tidak beres dengan bos besarnya itu. Meski Gemma ti

  • OBSESI SANG MILIARDER   OSM - 5

    Kacau, mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan Binar hari itu.Pertemuan tak sengaja dengan Abidzar membuatnya kehilangan konsentrasi. Parahnya, tak satupun pertanyaan dalam interview yang bisa dia jawab dengan lancar.'Ini gila!' rutuknya dalam hati.Belasan tahun berlalu, tapi pesona Abidzar ternyata masih bisa mempengaruhinya sedalam itu.Sepanjang perjalanan pulang di dalam taksi online yang ditumpanginya, Binar hanya terdiam, pasrah. Keinginanannya untuk bisa diterima bekerja pada perusahaan bergengsi itu kini hanya tinggal angan. Tidak mungkin rasanya dia bisa lolos dengan interview yang super buruk itu.Hilang sudah harapan untuk bisa segera terbebas dari permasalahan yang membelit rumah tangganya. Meski masih ada beberapa perusahaan lain yang belum memberikan jawaban atas lamaran yang dikirimnya, tapi Binar mendadak jadi kehilangan asa.Saat taksi menurunkannya di depan rumah, Dhimas sudah bisa menebak apa yang telah terjadi pada wawancara kerja istrinya hari

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status