Home / Romansa / OH DUDA / Bab 3 - Lipstik

Share

Bab 3 - Lipstik

Author: Aggiacossito
last update Last Updated: 2024-01-03 15:20:05

Waktu menunjukkan pukul 10.20 dan Sakina masih dalam perjalanan menuju kafe. Ia sebenarnya sudah rapi sejak sebelum jam 10.00, tapi ia sengaja datang terlambat. Sakina tidak mau terlihat bersemangat atau terkesan berlebihan. Jadi, ia merasa perlu datang terakhir. Biarkan Erzha yang menunggunya. Untungnya, kafe tempat mereka bertemu masih satu kawasan dengan apartemen Sakina, sehingga ia hanya perlu berjalan kaki saja.

Sampai di kafe, Sakina tidak merasa sulit untuk menemukan keberadaan Erzha. Pria itu tampak menonjol dengan kaus merah cerah. Dari kejauhan saja, Sakina merasa Erzha sukses menjadi pusat perhatian. Terbukti beberapa pengunjung wanita tampak mencuri-curi pandang ke arah pria itu.

Sakina berjalan pelan, berusaha bersikap sewajarnya demi menghilangkan rasa gugup. Sedangkan Erzha tampak sibuk dengan ponselnya, tidak menyadari kalau Sakina mulai mendekat. Wangi maskulin langsung tercium dan semakin terasa saat Sakina sudah ada di hadapan Erzha.

"Sori telat. Udah nunggu lama ya, Mas?" ucap Sakina seraya berpura-pura merasa bersalah atas keterlambatan ini.

"Oh, kamu udah datang," balas Erzha sambil meletakkan ponselnya di meja. "Kamu juga nggak usah minta maaf, ya. Harusnya aku yang minta maaf karena udah ganggu akhir pekan kamu," lanjutnya.

Sakina hanya tersenyum. Berhadapan dengan Erzha seperti ini malah membuatnya tidak tahu harus melakukan apa. Padahal ia benar-benar penasaran kenapa pria itu mengajaknya bertemu di sini.

"Kamu mau berdiri aja?" Suara Erzha membuat Sakina refleks mengambil posisi duduk di kursi tepat di hadapan Erzha.

"Jangan salah tingkah, Kina!" batin Sakina, ingin mengutuk diri sendiri.

"Jadi ada apa?" tanya Sakina kemudian, berusaha tidak gugup.

"Sebelumnya mau pesan apa?" Erzha menyodorkan buku menu. "Kamu lagi nggak buru-buru, kan?"

Sebenarnya Sakina memang tidak sedang buru-buru. Namun, jika dihadapkan dengan situasi seperti ini, rasanya ia ingin buru-buru pergi. Jika orang lain akan merasa senang saat bertemu cinta pertamanya, lain halnya dengan Sakina yang justru merasa tak karuan. Rasanya canggung. Terlebih Erzha sudah punya anak dan istri, jelas membuatnya merasa tak nyaman berduaan seperti ini.

Sakina pun menunjuk minuman yang diinginkan. "Minum aja cukup," ucapnya.

"Oh, oke," balas Erzha. Setelah memesan minuman, mereka sempat diam selama beberapa saat sampai pelayan membawakan pesanan mereka. Canggung sekali.

"Anaknya nggak ikut, Mas?" Sakina hanya ingin berbasa-basi demi mengusir kecanggungan, tapi entah kenapa ia merasa pertanyaannya cenderung janggal.

"Iya, dia nggak ikut, lagi les piano," jawab Erzha santai.

"Oh ya, kenapa Mas Erzha ngajak ketemu aku di sini?"

"Aku to the point aja ya, Sakina ... sepertinya kamu buru-buru," kata Erzha. "Kamu ingat lipstik yang kemarin?" tanyanya kemudian.

What? Sungguh, Sakina tidak menyangka hal seperti itulah yang akan dibahas. Sakina pun mengangguk. "Oh, itu ... iya, sebenarnya itu bukan punyaku. Kemarin juga mau bilang, tapi keburu anak Mas-nya manggil-manggil. Jadi nggak sempat, memangnya kenapa, Mas?"

"Oh, jadi beneran itu bukan milik kamu?" Erzha memastikan.

Sakina mengangguk. "Sebenarnya ada apa?"

"Kemarin pas mau pulang ada wanita yang nyamperin aku, dan bilang kalau aku ngambil lipstik miliknya yang jatuh. Hmm, kamu ingat wanita yang nyaris nabrak kita pas kita lagi ngobrol?"

Sakina tampak berpikir sejenak, berusaha mengingat-ingat. Saat Erzha menyapanya untuk pertama kali, memang benar ada orang yang sepertinya tidak sengaja nyaris menabrak mereka. Seingatnya juga, orang itu tampak membawa beberapa kantong belanjaan dan cenderung terlihat kesulitan sampai-sampai nyaris menabrak mereka. Beruntung tidak ada acara tabrak-menabrak, hanya sedikit menyenggol mereka saja.

"Ah iya. Aku ingat, Mas. Jadi itu lipstik punya dia?"

Kali ini Erzha yang mengangguk. "Iya, dia minta balikin."

"Kok dia tahu lipstiknya diambil sama Mas Erzha? Aneh." Sakina jelas merasa heran.

"Katanya, dia lihat sendiri aku ambil dan bawa lipstiknya yang semula di lantai."

What? Jelas ini makin aneh. Sakina makin kebingungan dengan hal ini. "Kalau dia tahu Mas Erzha ambil lipstiknya ... kenapa nggak nyamperin pas kejadian aja? Kenapa malah minta dibalikin pas lipstiknya udah dikasih ke aku," ujar Sakina. "Tunggu, tunggu, kalau dia lihat ... otomatis harusnya dia sadar betul lipstiknya jatuh. Kenapa ngebiarin diambil orang begitu aja? Giliran udah lenyap, malah nyari. Sumpah aneh banget," lanjutnya menggebu-gebu. Entah kenapa ia malah sewot sendiri.

"Aku juga bingung. Makanya aku ngajak kamu ketemuan dan ini susah kalau dijelasin via chat, ditambah lagi ponselku semalam lowbatt. Makanya aku nyuruh supaya kamu nggak balas, karena pasti ceklis satu," kata Erzha. "Kamu masih simpan lipstiknya, kan?"

Mata Sakina membelalak, untuk apa ia menyimpan sesuatu yang bukan miliknya? Tentu saja kemarin ia membiarkannya tergeletak begitu saja di meja. "Aku tinggalin di meja, Mas."

Wajah Erzha tampak kecewa. "Aku kira kamu bawa pulang."

"Emang se-penting itu, ya?"

"Orangnya marah-marah minta aku balikin, Sakina."

"Seharusnya Mas Erzha bilang nggak tahu. Beres, kan? Emangnya dia punya bukti Mas yang ambil?"

"Dia punya video-nya. Kamu tahu betapa ribetnya wanita, kan? Apalagi ibu-ibu," ujar Erzha.

"Serius dia punya video-nya? CCTV? Berarti dia emang niat buat jebak Mas Erzha dong. Ya ampun, nggak ada kerjaan banget!"

Seharusnya Sakina tidak heran terhadap hal ini. Sejak dulu Erzha memang memesona dan membuat banyak wanita tertarik sehingga kadang mereka melakukan apa saja untuk menarik perhatian pria itu.

Namun, Sakina tidak menyangka ada yang sampai se-ektrem ini. Konyol sekali. Hidupnya pasti penuh drama. Betapa tidak, orang normal mana yang terang-terangan menjatuhkan sesuatu agar pria yang menarik perhatian menghampirinya? Sungguh, ini benar-benar jebakan terniat.

"Sebentar aku tanya waitress dulu ya, Mas. Di kafe ini, biasanya kalau ada barang-barang pengunjung ketinggalan ... mereka simpan sampai pemiliknya datang mencari. Bahkan kalau mereka tahu alamatnya, dianterin loh." Sakina bergegas berdiri.

"Sebelum hubungin kamu, sebelumnya aku udah nyari ke sini. Tapi lipstiknya emang nggak ada, makanya aku pikir kamu yang bawa."

Sakina mengembuskan napasnya, kegugupan yang semula ia rasakan sudah melebur bersama rasa kesal. Ia kesal, kenapa senorak itu hanya untuk menarik perhatian suami orang?

"Gila emang!" umpat Sakina. "Eh, sori. Aku bukan lagi ngatain Mas Erzha. Aku cuma heran aja sama kejadian ini. Konyol," jelasnya setelah melihat raut wajah Erzha penuh kebingungan.

Erzha hanya tersenyum kemudian bertanya, "Kamu tahu mereknya, kan? Bisa antar aku ke toko kosmetik buat beli yang baru?"

Bicara soal merek, jangan tanya Sakina. Ia benar-benar tidak ingat detail lipstik itu. Warna atau nomornya tentu ia tidak tahu. Sakina hanya memegang sekilas lalu membiarkannya tergeletak begitu saja di meja. Terlebih lipstik yang kemarin dilihatnya itu benar-benar asing baginya.

"Jangan bilang nggak tahu," kata Erzha lagi.

"Tanya aja detailnya sama mbak-mbak yang punya. Bisa, kan?"

"Itu dia masalahnya. Dia nggak mau ngasih tahu," balas Erzha.

"Aneh banget. Maunya dia tuh apa, sih?" Sakina makin sewot. Sontak hal itu membuat Erzha menahan tawa. Ia merasa ekspresi Sakina benar-benar lucu.

"Kenapa Mas Erzha malah kayak mau ketawa?"

Erzha menggeleng. "Enggak apa-apa, kok."

"Terus jadinya sekarang gimana dong?" tanya Sakina.

"Diminum aja dulu es kopinya, biar lebih tenang. Setelah itu coba ingat-ingat lagi, siapa tahu aja tiba-tiba ingat detail lipstiknya," saran Erzha.

Kalau ditanya tentang judul novel dan siapa penulisnya, Sakina mungkin akan menjawabnya dengan cepat dan tepat. Namun, kalau ditanya tentang merek-merek kosmetik apalagi dengan detail yang tidak ia ingat, mana mungkin wanita itu tahu?

Sampai pada akhirnya, Sakina menemukan ide. Ya, sahabatnya pasti ingat, terlebih kemarin Fifi meneliti lipstik itu. Baiklah, sepertinya sekarang ia harus menghubungi Fifi.

"Ah iya, aku tanya Fifi dulu kalau begitu. Seharusnya dia tahu," kata Sakina.

Erzha tampak berpikir sejenak. "Teman kamu yang kemarin, kan?"

"Iya, aku telepon dia dulu, ya. Dia pasti ingat detail lipstiknya."

Ya, Fifi seharusnya tahu….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • OH DUDA   Extra Part - 2

    Sakina tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya saat melihat sampel novel yang dibawa Elina. “Wah, ini bagus banget covernya,” puji Sakina. “Saat masih dalam bentuk soft copy aja aku udah jatuh cinta banget sama covernya, ternyata versi fisiknya lebih bikin aku terpesona.”“Ini Tayo yang bikin,” kata Elina. “Tadi aku mampir ke percetakan dan sekalian bawa sampelnya deh. Mas Erzha kemarin telepon buat ngasih tahu kalau kalian udah sampai rumah. Aku senang banget,” sambungnya.“Makasih ya, El. Udah mau bawain ini.”“Kamu cek lagi, Na. Takutnya ada yang kelewat, kalau ada revisi tinggal kasih tahu Tayo aja. Setelah semuanya aman … bakal diperbanyak. Rencana pre-order Minggu depan, kan?”“Iya, El. Rencananya Minggu depan. Eh, tapi Mas Erzha ke mana? Kamu udah sempat ketemu, kan?”“Di gudang depan sama Ujang dan Tayo karena kebetulan ada novel yang baru aja datang. Mau ke sana?”“Boleh,” balas Sakina.“Ngomong-ngomong, honeymoon-nya lancar, kan?” tanya Elina saat mereka sudah berjalan

  • OH DUDA   Extra Part - 1

    “Sayang … bangun yuk,” ucap Erzha seraya mengelus-elus rambut panjang Sakina. Ia bahkan sesekali mengecup pipi sang istri yang kini masih tertidur lelap. Padahal, matahari sudah semakin naik.Sakina menggeliat, membuat Erzha spontan sedikit memundurkan tubuhnya. “Ini jam berapa, Mas?” tanyanya dengan suara khas orang baru bangun tidur, matanya bahkan belum seratus persen terbuka.“Jam setengah sembilan, Sayang. Jadi pergi hari ini, kan?”Mendengar itu, Sakina langsung membuka lebar matanya. “Ya ampun, Mas … aku belum mandi dan siap-siap.”“Makanya ayo bangun, Kina. Selagi kamu mandi dan siap-siap … aku bakal siapin sarapan buat kita.”Hari ini, tepat dua bulan mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Selama itu pula mereka melakukan perjalanan panjang. Ya, Sakina dan Erzha baru pulang dari acara bulan madu keliling Eropa.Semenjak menikah, Erzha menyerahkan beberapa bisnisnya kepada manajer profesional, kecuali Aluna Publishing yang ia percayakan pada Biru sampai dirinya kembali. Se

  • OH DUDA   Bab 47 - Cinta Pertama dan Terakhir

    Kata orang, menjelang pernikahan akan banyak sekali cobaan dan rintangan yang biasanya dihadapi para calon pengantin. Namun, Sakina dan Erzha bersyukur tidak menemukan cobaan-cobaan yang berat selama enam bulan menjelang hari H. Ya, mereka akhirnya memutuskan pernikahan akan dilangsungkan enam bulan setelah kepergian Aluna.Mungkin waktu akan terasa begitu singkat karena baik Erzha maupun Sakina sama-sama sibuk bekerja. Erzha dan Sakina memang melakukan rutinitas seperti biasa. Sakina bahkan berhasil melakukan self edit sekaligus merevisi cerita bersambungnya dan kini tinggal ia serahkan ke meja editor. Ya, Biru akan mengeditnya dan kemungkinan bisa terbit dalam waktu beberapa bulan ke depan.Formasi Aluna Publishing masih tetap sama dan mereka semakin kompak, terlebih saat Ujang dan Sutaryo mengetahui rencana pernikahan Sakina dan Erzha. Dua pria itu benar-benar super heboh.Biru? Pria itu masih tetap sama, kadang marah-marah tak jelas jika naskah yang dieditnya begitu banyak kesalah

  • OH DUDA   Bab 46 - I Love You

    Sherly cukup lama sendirian berada di makam Aluna, ia tahu hari ini pasti tiba. Hanya saja, wanita itu tidak menyangka betapa cepatnya Aluna pergi meninggalkannya. Sebagai seorang ibu, hatinya hancur. Sangat hancur. Namun, tidak ada pilihan selain berusaha merelakan dan berdoa agar Aluna tenang di alam sana.Saat keluar dari area pemakaman, Sherly mendapati Biru sedang berdiri di dekat gerbang. Sepertinya pria itu sedang menunggunya. Ya, tidak ada siapa-siapa di sini, sudah pasti Biru ingin berbicara dengannya.Menghampiri pria itu, Sherly kemudian bertanya, “Belum pulang?”Biru memperhatikan raut wajah Sherly yang begitu jelas menunjukkan kesedihannya. Matanya bahkan sembap. “Lo belum makan, kan?” tanya Biru kemudian.“Belum. Lo juga belum?”Mereka kemudian memutuskan untuk mencari restoran terdekat. Keduanya sama-sama membawa mobil sehingga mereka mengemudikan mobilnya masing-masing.“Gue turut berduka cita ya, Sher,” ucap Biru yang sudah kesekian kalinya. Saat ini mereka berdua sud

  • OH DUDA   Bab 45 - Memangnya Boleh Begini?

    "Kina....""I-iya, Mas?" balas Sakina gugup.“Gimana keadaan kamu?” tanya Biru.Sakina tidak langsung menjawab, ia memperhatikan Biru yang sepertinya sudah bersikap seperti biasa seolah pembicaraan kemarin sekaligus penolakannya tidak pernah terjadi. Jujur, Sakina masih merasa canggung. Sangat.“Wah, malah ngelamun. Tapi kamu kelihatannya udah sehat, sih. Buktinya datang ke sini sendiri,” kata Biru lagi.“Itu tahu. Ngapain nanya?” balas Sakina dengan nada bercanda demi mengusir kecanggungan. Ya, mulanya Sakina pikir hubungannya dengan Biru akan sangat canggung, tapi melihat sikap dan ekspresi pria itu ternyata seperti biasa jelas membuatnya sangat lega.“Emang pria yang udah ditolak nggak berhak nanya, ya?”“Bu-bukan begitu, Mas.”“Tapi?”“Maaf, kita seharusnya nggak membahas ini, Mas. Terlebih di sini,” balas Sakina.“Sori, sori. Bercanda.”“Oh iya, kalau boleh tahu … apa Mas Biru tahu Aluna sakit apa?” tanya Sakina kemudian.“Tumor otak,” jawab Biru. “Erzha sama Sherly rapi banget m

  • OH DUDA   Bab 44 - Berita Duka

    Setelah tertidur hampir lima jam, Sakina mengerjapkan matanya perlahan. Saat matanya sudah terbuka sepenuhnya, ia memperhatikan sekeliling. Tidak salah lagi, kini ia berada di ruangan rumah sakit. Terlebih infus terpasang di tangannya yang semakin mendukung keyakinannya.“Kina, kamu udah bangun.”Menoleh ke sumber suara, Sakina mendapati Fifi sedang duduk di sofa dan kini mendekat ke arahnya. Sakina tidak akan heran kalau Biru yang ada di sini karena ingatan terakhirnya yaitu sedang berbicara serius dengan Biru. Namun, bagaimana bisa Fifi yang berada di sini?“Kenapa kamu di sini?” tanya Sakina sambil berusaha duduk. Tentu saja Fifi secepatnya membantu.“Pertanyaan kamu ada-ada aja. Aku di sini karena kamu ada di sini, Kina.”“Kamu yang bawa aku ke sini? Thanks banget kalau gitu.”“Aku sama Biru,” jawab Fifi.Sakina mengernyit. “Kok bisa?”“Biru nelepon aku. Dia nggak tahu harus menghubungi siapa lagi selain aku.”“Kok dia tahu nomor kamu?”“Bukan itu yang penting, Kina. Sekarang piki

  • OH DUDA   Bab 43 - Hilang Kesadaran

    Biru mengajak Sakina menikah? Apa tidak gila?Berbicara tentang Sherly, Sakina jadi teringat tentang pembicaraan mereka di kafe tadi....________“Saya pengen rujuk sama Erzha.”Jawaban Sherly seharusnya sudah cukup mampu membuat Sakina mundur teratur. Benar kata Biru, seharusnya dirinya mendengarkan pria itu dari awal. Hanya saja, Sakina tidak mau mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya yakni men-judge sembarangan. Ya, ia pernah menganggap Erzha adalah suami orang tanpa mendengar langsung fakta sebenarnya sehingga ia cukup lama tenggelam dalam kesalahpahaman.Oleh karena itu, saat Sherly mengajaknya bertemu, Sakina tidak mau langsung berpikir yang tidak-tidak. Meskipun sebenarnya perasaannya tidak tenang, khawatir Sherly akan memintanya menjauhi Erzha, tapi Sakina tetap datang untuk menemui wanita itu. Ia ingin mendengar sendiri apa yang akan Sherly katakan agar tidak larut dalam berbagai prasangka.Dengan begitu, Sakina akan bisa memutuskan langkah mana yang seharusnya diambil

  • OH DUDA   Bab 42 - Tolong Bilang Iya

    Begitu sampai, Sakina langsung turun dan membuka helmnya. Biru yang baru saja turun setelah memarkirkan motornya, tak bisa melepaskan pandangannya dari wajah pucat Sakina. Biru tidak menyangka Sherly benar-benar menerima sarannya untuk memisahkan Erzha dan Sakina.Jujur, Biru senang jika Sakina menyerah pada cinta pertamanya. Dengan begitu, ia memiliki kesempatan untuk bersama Sakina. Namun, jika melihat Sakina sampai pucat begini, Biru jadi agak merasa bersalah.“Kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Biru kemudian.Sakina mengangguk. “Aku duluan ya, Mas. Makasih atas tumpangannya.” Tanpa menunggu jawaban Biru, Sakina bergegas menuju lift. Tentu saja Biru segera mengikuti.Dalam diam, mereka kini sudah sampai di lantai yang mereka tuju. Sakina masih bertahan dengan kebungkamannya, begitu juga dengan Biru yang masih tetap mengikuti Sakina.“Aku masuk dulu ya, Mas,” pamit Sakina yang kini berada tepat di depan pintu.“Aku boleh masuk?”Pertanyaan Biru membuat Sakina mengernyit. “Ma-mau apa?”

  • OH DUDA   Bab 41 - Effort Biru #3

    Waktu seolah berjalan sangat lambat saat menunggu. Ya, Sakina merasa sudah cukup lama menanti kedatangan Sherly. Sambil menunggu, Sakina bahkan sempat melakukan panggilan video dengan Fifi, tapi sampai detik ini Sherly belum juga tiba.Sakina memang datang lebih awal dari waktu yang mereka janjikan, hanya saja sekarang sudah satu jam berlalu. Kenapa Sherly tidak ada kabar sama sekali? Sakina bahkan menunda makannya demi menunggu Sherly. Ia takut jika makan lebih dulu, lalu tiba-tiba Sherly datang, tentu hal itu sangat tidak enak baginya.Bersamaan dengan minuman ketiga yang mulai tandas, seorang wanita tersenyum seraya berjalan ke arah Sakina. Mungkinkah itu Sherly? Sakina belum pernah melihat wajahnya sehingga tidak bisa memastikan rupa wanita itu.Namun, saat wanita itu sudah benar-benar di hadapannya, Sakina spontan berdiri. Sepertinya wanita yang sangat cantik di hadapan Sakina memang benar mantan istri Erzha.“Sakina, ya? Maaf udah bikin kamu nunggu lama,” ucap Sherly penuh rasa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status