Share

bab 8

Kini Hana sudah berada di depan rumahnya ia berjalan dengan begitu lunglai perasaannya saat ini menjadi khawatir cemas tak menentu pikirannya berkelana mengingat kembali wawancara pekerjaannya dengan HRD tersebut.

Hana berjalan masuk ke dalam rumah, ia sedikit enggan untuk melangkah kemudian duduk di sofa yang ada diruang depan. Menghempaskan tubuhnya begitu saja, Hana menarik nafas dalam sepenuh dada..

Hana merasa tak percaya diri, seolah ia tahu jika dirinya tak akan di terima bekerja di sana, "Mana ada perusahaan yang akan mempekerjakan orang yang sudah menikah, terlebih lagi yang sudah memiliki anak sepertiku," gumam Hana.

Feni yang saat itu berada tak jauh dari sana saat ini ia sedang berada di ruang makan melihat sana merasa kasihan Ia pun berinisiatif untuk membuatkan untuk majikannya berharap bisa sedikit menenangkan perasaannya saat ini.

Feni berjalan mendekati sana dengan dua cangkir teh di tangannya Ia pun tersenyum dan mengarahkan teh itu di depan Shana "Minumlah dulu agar kau merasa sedikit lebih tenang." Feni pun langsung duduk di samping Shana.

Hana menoleh ke arah Feny saat ia menyodorkan teh di depannya, Hana pun ikut tersenyum lalu mengambil teh itu dari tangan Feni.

"Hari ini aku mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian ku, namun aku takut tidak diterima karena statusku ini." Hana bercerita tentang keluhannya pada Feny, ia hanya sekedar ini menceritakan apa yang dia rasakan pada Feny pengasuh anaknya itu.

Fenny tersenyum mendengarnya lalu mengusap punggung Hana berharap bisa membantu menenangkan perasaan wanita itu.

"Kau harus lebih bersabar lagi Aku tahu ini tidak mudah untukmu mencari pekerjaan memang begitu sulit namun kau harus tetap semangat demi anakmu." Feny berusaha menghibur dn menyemangatinya

"Kau bisa memanggilku kapan saja kau butuh, aku akan selalu membantumu kau tenang saja kau bisa membayarku saat nanti kau sudah diterima bekerja dan mendapatkan gaji."

Hana menoleh ke arah Feny, tersenyum kearahnya dan mengucapkan terima kasih pada wanita itu.

Hana lalu mengambil uang yang ada di dalam tasnya ia segera meletakkan uang itu ke tangan Feni, Feni enggan untuk menerimanya, wanita itu menolak pemberian Hana namun Hana meyakinkan Feni untuk menerimanya.

"Ambillah, kau juga membutuhkan uang ini, jika kau tidak mengambilnya aku akan marah padamu, dan tak akan memanggilmu lagi, ini untuk ongkos kendaraanmu," sambil tersenyum sana meletakkan uang itu di tangan Feny, Hana menggenggam tangan wanita itu dan meyakinkannya untuk menerima uang tersebut.

Feny pun akhirnya menerima uang tersebut dan mengucapkan terima kasih pada Hana ia kemudian berpamitan pulang, Hana mengantar wanita itu hingga depan pintu.

Setelah kepergian Feny,Hana berjalan ke kamar anaknya memastikan jika anaknya tertidur lelap saat ini, ia pun segera keluar dari kamar Kendra dan berjalan ke ruang tamu kembali.

Hana membuka laptopnya, gadis itu kemudian berusaha untuk mencari lowongan pekerjaan lain yang ada di internet, ia harus mencari pekerjaan cadangan jika nanti tak di terima, Hana mulai mengarahkan keyboard nya menscroll mencari informasi pekerjaan.

Mata Hana berbinar senyuman terbit di bibirnya ketika ia menemukan sebuah lowongan pekerjaan arsitek untuk proyek besar. Hana pun dengan antusias mengirimkan lamaran ke perusahaan itu.

Baru 5 menit ia mengirim surat lamaran melalui email ke perusahaan tersebut Namun ia sudah mendapatkan balasannya. Hana lalu membuka email dan ternyata Ia mendapat panggilan wawancara untuk esok hari di perusahaan itu Hana begitu senang, Ia berharap perusahaan itu akan menerima lamarannya apapun statusnya saat ini.

Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat, pukul lima sore di kantor Devan memanggil Aline yang kini tengah bersiap membereskan meja kerjanya.

"Aline, bisa keruangan ku sebentar, ada yang ingin aku bahas denganmu."

Aline yang saat itu tengah sibuk membereskan tempat kerjanya seketika menoleh dan menganggukkan kepala, gadis itu segera meninggalkan meja kerjanya dan berjalan kearah ruang kerja Devan.

Devan gini Tengah duduk di sofa yang ada di ruangannya Alin pun masuk dan ikut Duduk di hadapan Devan.

"Bagaimana dengan proyek yang akan kita kerjakan esok, apa semua sudah siap?" tanya Devan memastikan.

Aline pun langsung memberitahu keseluruhan tentang proyek itu semua data sudah ia siapkan, besok pagi mereka sudah langsung bisa rapat, setelah Devan menandatangani dokumennya.

Devan pun mengangguk paham, sebenarnya ia ingin menanyakan sesuatu, namun Devan sedikit ragu, karena ini diluar pekerjaan.

Aline melihat itu, "Apa ada yang ingin bapak tanyakan?" Aline tau Devan seperti ingin berkata sesuatu namun ada keraguan dan itu terlihat jelas di wajahnya.

"Hemmm itu, aku ingin bertanya tentang temanmu, siapa itu namanya?" Tanya Devan sedikit malu menanyakannya.

Aline mengerutkan keningnya, "Hana? Apa maksud bapak adalah Hana?" Aline mengulang kalimatnya memastikan jika ia tak salah menduga.

"Iya, temanmu tempo hari yang bersamaku, dimana kau mengenal gadis itu?" Devan begitu penasaran dengan Hana.

"Kami kenal di kampus, dia adalah teman kuliahku, Hana mengambil jurusan arsitektur, bahkan dia mahasiswi terfavorit dikamus kami, Hana satu satunya wanita yang lulus dengan predikat nilai tertinggi di bidang arsitektur." Lilin menceritakan rencana dengan bangga di depan Devan sambil tersenyum.

Devan sedikit terkejut mendengar perihal itu, ia tak menyangka jika Hana sempat kuliah, "Bagaimana bisa ia melakukan itu jika ia mampu untuk kuliah?" Devan bertanya-tanya dalam hatinya.

Aline pun berpamit tanpa ada Devan Iya ingin melanjutkan pekerjaannya dan segera pulang karena jam kantor sudah selesai Devan pun mengangguk mengizinkan Aline untuk keluar dari ruangannya.

Sepeninggalan Aline Devon lalu berdiri dan berjalan ke arah jendela yang ada di belakang mejanya ia menatap lurus ke arah luar pikirannya menerawang jauh pada gadis yang bernama Hana.

"Hana."

Devan menyebutkan nama itu berulang kali, bahkan terkadang ia menyunggingkan sebuah senyuman saat nama itu lolos dari bibirnya.

Devan menghela nafas panjang sepenuh dada, mengapa dari sekian banyak gadis hanya wanita itu yang selalu terbayang dari ingatannya.

Devan merasa menyesal tak mencari tahu dulu tentang Hana malam itu, jika aku tahu kau lulusan arsitektur mungkin, ... Ah mengapa aku memikirkannya seperti ini." Devan mendesah pelan tak habis fikir dibuatnya, ia pun mengingat kembali tentang Hana, wajah gadis itu selalu berputar-putar dalam ingatannya.

"Aku sudah banyak mencicipi wanita di luar sana tapi mengapa dirimu membuatku begitu candu aku terus saja terbayang akan wajahmu Saat Kita bermalam waktu itu wajah yang membuat aku hampir gila karenanya," gumam Devan sambil mengingat kenangannya bersama Hana malam itu.

Devan pun seolah tersadar dengan apa yang ia pikirkan saat ini lelaki itu lalu menggelengkan kepalanya berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran itu dalam otaknya.

"Tidak, ini gila benar benar gila, bagaimana mungkin aku terus-terusan terbayang akan wajahnya itu, ini tidak boleh di biarkan, ingat Devan dia sama seperti wanita lainnya yang pernah engkau gauli, dia bukan perempuan baik-baik."

Devan mencoba untuk mengingatkan dirinya sendiri agar tidak terlalu hanyut dalam perasaannya.

"Jika memang dia wanita baik-baik, dia tak akan pernah melakukannya, untuk apa dia melakukan itu, pasti semua itu karena uang, dia tak ubahnya seperti yang lainnya."

Devan terus saja berucap hal yang buruk tentang Hana menyamakan gadis itu dengannya lainnya, tanpa ia tau hal yang sebenarnya terjadi.

"Jika memang dia gadis baik-baik, sudah pasti dia akan mencari pekerjaan yang lain daripada menjual dirinya sendiri, trlebih lagi pendidikannya begitu bagus, ia bisa dapat gaji tinggi dengan bermodalkan nilainya itu."

Devan terus saja berbicara pada dirinya sendiri seolah meyakinkan dirinya jika Hana tak layak untuk dia ingat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status