Share

Bab 7 - Wawancara Kerja

Jelas sekali kalau soal pekerjaan tengah menjadi pokok pikiran Hana saat ini. Baru saja Hana membuka matanya di pagi hari, selain mengingat tentang Kendra, Hana langsung memikirkan tentang lamaran pekerjaan yang kemarin dikirimnya.

Usai mengurus Kendra di kamarnya, Hana langsung berjalan ke dapur sembari memeriksa email di telepon genggamnya. Hana menarik nafas panjang ketika belum ada satu pun surat elektronik yang masuk ke dalam kotak pesannya.

"Semoga saja hari ini. Kalau dipikir-pikir, aku memang baru mengirimkan surat lamaran pekerjaan malam tadi. Sudah sepantasnya mereka belum membalas." Hana mendadak terkekeh pelan karena merasa konyol.

Ting Tong!

Hana terhenyak mendengar bunyi bel pintu. Dia melamun sejak tadi hingga bisa terlonjak seperti itu. Hana segera berjalan ke pintu dan membuka pintunya.

"Aline, masuklah. Kau tidak bekerja hari ini?" tanya Hana.

"Tentu saja bekerja. Aku hanya mampir membawakan sarapan. Aku pikir mungkin saja kau sibuk karena Kendra baru pulang dari rumah sakit." Aline menyerahkan bungkusan paperbag kepada Hana.

Aline langsung masuk. Dengan santai dia melenggang menuju kamar Kendra. Aline memang ingin menjumpai anak itu. Aline memang sangat menyayangi Kendra yang sudah dikenalnya sejak anak itu baru lahir.

"Tante Aline!" seru Kendra yang masih berbaring di tempat tidurnya.

"Halo, anak ganteng. Tante membawakan bubur ayam kesukaanmu. Nanti kau harus makan banyak ya, supaya penyembuhanmu berjalan cepat." Aline duduk di tepi tempat tidur Kendra sembari membelai lembut rambut anak itu.

Hana hanya berdiri sembari tersenyum, menatap sahabat dan juga putranya yang tampak begitu akrab.

"Han, kau sudah menghubungi Bu Rosita?" tanya Aline. Matanya beralih pada Hana.

Hana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tersenyum kikuk pada Aline. "Lin, aku akan mencoba melamar di perusahaan lain dulu," ujar Hana.

Aline menatap sahabatnya itu. Dia mencoba membaca ekspresi dan sinar mata Hana. Saat itulah Aline tahu kalau dia harus berbicara berdua dengan Hana saja, tidak di dekat Kendra.

"Kendra, Tante akan pergi ke kantor dulu. Kau harus mematuhi semua perintah mamamu, makan yang pintar, minum obat, dan istirahat." Aline mengecup kening anak kecil itu, kemudian beranjak ke pintu.

Hana sudah berjalan lebih dulu ketika melihat Aline beranjak dari tempat tidur Kendra. Hana berjalan ke depan jendela. Dia menatap ke bawah, ke pemandangan kota itu di pagi hari yang sibuk.

"Jadi kau masih ragu untuk bekerja di Bakti Persada?" tanya Aline. Dia mendekat pada Hana yang ada di depan jendela.

"Aku akan berusaha mencari pekerjaan di tempat lain dulu, Lin. Aku tidak bisa membayangkan akan bekerja di satu perusahaan dengan ...."

"Baiklah, Han. Tidak mengapa, tapi nanti kalau kau butuh bantuan, kau bisa mengatakannya padaku kapan saja," ujar Aline. Aline sungguh memahami perasaan temannya itu.

Setelah Aline berpamitan hendak ke kantor, Hana langsung mengunci pintunya. Ketenangannya di depan Aline sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Bagaimana tidak? Hana membutuhkan pekerjaan secepatnya. Seluruh uang yang didapatkannya dari Devan pun telah dibayarkan keseluruhannya untuk biaya operasi Kendra.

Hana masih meyakinkan diri kalau dia akan segera mendapatkan pekerjaan secepatnya. Sepanjang sarapan pagi bersama Kendra, Hana tetap menunjukkan senyum manisnya kepada anak itu. Dia tak mau Kendra yang masih dalam masa penyembuhan ikut resah karena kegelisahannya.

Usai sarapan, Hana membiarkan Kendra duduk di ruang tengah apartemennya. Dia memberikan beberapa buku bacaan pada anak kecil itu. Hana tersenyum manis kepada Kendra setiap kali anak kecil itu menatapnya.

Selagi Kendra asyik dengan buku bacaannya, Hana kembali mengambil laptopnya. Dia menyalakan kembali laptop itu. Niat hatinya adalah kembali mencari lowongan yang sesuai dengan kualifikasi dirinya.

Ketika Hana tengah asyik membaca satu per satu lowongan kerja yang ada di dalam daftar dari salah satu situs pencari kerja, sebuah notifikasi surat elektronik muncul di sudut layar laptop Hana. Tulisannya sungguh menarik perhatian. "Panggilan wawancara," gumam Hana.

Hana langsung membuka surel itu secepat mungkin. Dia membaca semua isinya secara detail. Membaca isinya, Hana langsung tersenyum lebar. Setidaknya ini adalah awal mula dari keberhasilannya.

Surat elektronik itu berisi undangan wawancara kerja pada salah satu perusahaan tempat Hana melamar pekerjaan. Hana terlonjak gembira, dia langsung bersemangat.

"Sekarang aku harus menghubungi Bibi Feny agar dia bisa menjaga Kendra," gumam Hana. Feny adalah baby sitter paruh waktu yang selalu bekerja dengan Hana untuk menjaga Kendra setiap kali Hana pergi kuliah atau bekerja.

Hana kembali melirik surat elektronik yang ada di layar laptopnya. "Nanti, jam 1.00 siang," ujar Hana. Hana langsung mengambil telepon genggamnya dan menghubungi pengaruh anak itu.

Sebelum jam makan siang, Feny sudah datang ke tempat Hana. Setelah menyapa Kendra yang masih berbaring di kamarnya, Feny membantu Hana memasak makan siang untuk anak itu. Hana juga memasak untuk dirinya dan untuk Feny.

Usai makan siang, Hana bergegas masuk ke kamarnya. Dia bersiap untuk melamar pekerjaan. Ketika Hana keluar dari kamarnya, dia melihat Kendra yang sudah duduk bersama Feny di ruang tengah.

"Mama, mau mau pergi? Mama sudah cantik," komentar si kecil Kendra yang memuji penampilan Hana. Hati Hana terasa bahagia mendengar pujian dari putra kecilnya itu.

"Kendra, Mama mau pergi mencari pekerjaan. Kendra di rumah harus berdoa supaya Mama diterima ya?" ujar Hana. Dia berjalan menuju ke dekat putra kecilnya itu. Hana kemudian mengecup pelan puncak kepala Kendra. "Aku pergi dulu, Bi," pamit Hana kepada Feny. Feny meminta Hana berhati-hati. Hana pun mengangguk kemudian keluar dari apartemennya.

Hana pergi dengan taksi menuju ke kantor yang memanggilnya untuk wawancara kerja. Sampai di kantor tersebut, hayna bertemu dengan beberapa pelamar lainnya yang juga menunggu panggilan wawancara. Untung saja Hana tidak datang terlambat sehingga dia tidak harus menunggu gilirannya terlalu lama.

Hana sedikit gugup ketika dia mendapatkan giliran untuk wawancara. Hana memejamkan matanya, sekejap berdoa sebelum memasuki ruang HRD yang akan mewawancarainya.

Kepala HRD berwajah tegang itu minta Hana masuk dan langsung duduk di hadapannya. Di mejanya, Hana melihat berkas surat lamaran miliknya dan juga biodata serta portofolio yang dikirimkannya ke perusahaan itu.

"Kalau bagian teknis, kami melihat portofolio Anda memang sangat menarik. Apakah sudah sering mengerjakan proyek sebelumnya?" tanya kepala HRD itu.

Hana mengangguk, dia menjelaskan segalanya kepada kepala HRD tersebut. Hana memang sudah beberapa kali terlibat dalam proyek yang diberikan oleh dosennya. Namun, tentu saja Hana hanya mendapatkan bagian kecil karena dia masih bekerja sebagai freelancer.

"Apakah Anda sudah menikah?" tanya Kepala HRD itu ketika membaca biodata Hana. Pertanyaan itu membuat Hana sedikit patah arang. Dia menceritakan tentang pernikahannya.

"Baik, kalau begitu sudah semua. Semua jawaban Anda akan menjadi pertimbangan kami," ujar kepala HRD setelah selesai mewawancarai Hana.

Hana berjalan keluar dari ruangan kepala HRD. Perasaannya sedikit tak nyaman. Hana tahu kalau beberapa perusahaan yang mencari karyawan fresh graduate akan keberatan apabila mempekerjakan karyawan yang sudah menikah, terlebih memiliki anak kecil seperti dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status