Share

Mengingatnya

Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 namun Devan sepertinya masih enggan untuk beranjak dari tempatnya saat ini, lelaki itu masih saja memikirkan Hana, otaknya saat ini masih di penuhi gadis itu. Entah devpun merasa bingung mengapa dia bisa memikirkan gadis itu terus menerus seolah Hana berada di pelupuk matanya.

Devan duduk sambil mengingat kembali momen saat dia mencuri dengar Aline tengah meminjam uang ke bagian HRD.

Flash back ...

Siang itu Devan tengah berjalan menuju ke ruangan HRD, ia hendak menemui kepala HRD disana, Devan berniat meminta kepala bagian HRD membuka lowongan pekerjaan, karena sebentar lagi perusahaan akan mengajukan tender untuk proyek besar di beberapa perusahaan ternama. Dan perusahaan mereka ikut serta dalam tender tersebut.

Saat Devan memegang gagang pintu dan hendak membukanya, langkah kaki Devan terhenti ketika mendengar suara Aline yang tengah memohon, pada bagian HRD.

"Pak, saya mohon saya sangat butuh uang itu pak, tolong bantu saya untuk kali ini saja." Aline terus saja meminta pada HRD di kantornya untuk meminjamkan uang padanya.

HRD itu lalu menghela nafas panjang, "Aku tak bisa meminjamkan uang sebanyak itu Aline, tolong mengertilah, ini sudah menjadi aturan perusahaan."

"Pak tolong kali ini saja, saya janji akan melunasinya dengan mencicilnya." Aline masih tak jera juga ia terus saja memintanya.

"Aku sarankan kau pinjam uang ke bank saja Aline, jika ke bank kau akan mendapatkan pinjaman sesuai yang kau mau." Sambil menatap ke arah aline lelaki setengah baya itu berbicara.

"Tidak pak, kalau saya pinjam ke bank, itu akan ada bunganya, kalau saya pinjem di kantor saya bisa mencicilnya dengan bayaran saya mengerjakan proyek, jadi saya tetap dapat uang dari gaji saya untuk kehidupan saya." Dengan nada memelas Aline berucap demikian. Dia benar benar membutuhkan uang itu saat ini. Dan berharap pihak kantor akan mau membantunya.

Namun tetap saja HRD itu tak bisa melanggar peraturan perusahaan, ia tetap tak bisa memberikan pinjaman sesuai dengan nominal yang Aline minta. Nominal itu cukup besar hingga perusahaan tidak bisa memenuhi permintaan Aline.

Devan mendengar semua percakapan mereka dari balik pintu, Devan mendengar Aline hendak keluar dari sana, Devan segera berjalan mundur menjauh dari balik pintu.

Saat Aline membuka pintu ia melihat ke arah Devan yang sepertinya hendak masuk kedalam ruangan HRD.

"Selamat siang pak Devan." Aline menyapa Devan dengan tersenyum sambil menundukkan kepalanya

Devan hanya menganggukkan kepalanya saja, Aline segera bergegas meninggalkan tempat itu, dan Devan pun langsung masuk keruangan HRD.

Setelah Devan selesai di bagian HRD lelaki itu kembali lagi ke ruangannya, ia duduk di kursi kerjanya, memutar kursi itu ke kanan dan ke kiri, tangannya memegang pulpen dan memainkannya dengan memutar-mutar pulpen itu.

Ia kemudian meminta Aline untuk datang ke ruangannya saat itu juga, tak berselang lama Aline pun datang, gadis itu mengetuk pintu lalu membukanya.

Aline berjalan mendekati Devan, "bapak manggil saya?" Tanyanya tampak ragu, karena dia sudah menyelesaikan pekerjaannya namun tiba-tiba saja Devan memanggilnya.

"Duduklah."

Aline kemudian duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Devan. Tatapannya terus memandang ke arah Devan.

"Untuk apa kau meminjam uang sebanyak itu Aline?" Tanpa basa-basi Devan bertanya pada Aline setelah ia duduk di hadapannya pandangan mata Devan begitu mengintimidasi saat ini.

Aline sempat terkejut mendengar ucapan Devan, ia bingung harus menjawab apa, haruskah ia jujur pada Devan saat ini.

"Maaf Pak saat ini saya ada kebutuhan mendesak yang mengharuskan saya meminjam uang itu." Aline berusaha mengelak dari pertanyaan Devan. Dia tak ingin Devan tau alasan sebenarnya mengapa dia meminjam uang.

Devon terus saja menatap ke arah Aline, ia menangkap gelagat aneh dari wanita itu, Aline terus saja memainkan kedua tangannya terlihat jelas, jika ia kini tengah berbohong karena Devan terus menatapnya itu membuat Aline semakin gugup. Aline tidak berani menatap ke arah Devan Aline hanya bisa menunduk sambil memainkan jari jemarinya.

"Sebaiknya kau berkata jujur, Aline. Siapa tau aku berbaik hati, mau meminjamkan uang itu padamu, namun aku harus mengetahui alasan dibalik itu, aku tak ingin kau berbohong Aline."

Devan terus saja memojokkan Aline untuk berbicara jujur karena Devan tahu Aline tengah berbohong saat ini, karena Devan terus saja bertanya dan mendesaknya akhirnya Aline pun berkata jujur.

"Sebenarnya itu untuk teman saya pak, ia sedang kesusahan saat ini, dan membutuhkan biaya yang cukup banyak," ucap Aline berkata jujur pada Devan. Dia memberanikan diri menatap lelaki itu dengan tatapan yang jujur, namun lagi-lagi Devan tak percaya akan ucapan Aline.

Devan terus saja menatap ke arah Aline, namun ia sulit sekali percaya pada kata-kata wanita itu, ralat bahkan Devan tak akan percaya pada ucapan semua wanita, Devan mengingat lagi kisah kelamnya di masa lalu, dan itu membuatnya trauma tak mempercayai wanita lagi. Dimata Devan semua wanita sama saja penipu ulung, mereka akan berusaha menunjukkan tatapan iba, dan air mata buaya mereka untuk menarik simpati lelaki.

Namun Devan bukan lah orang yang mudah percaya akan tipu muslihat itu, cukup satu kali dia di bodohi oleh wanita dan dia tak ingin terjerumus lagi kedalamnya.

"Apa kau berkata jujur, aku ingin lihat foto temanmu itu, apa hubunganmu dengannya, mengapa kau sampai rela meminjam ke kantor hanya demi dia?" Pertanyaan Devan begitu mengintimidasi Aline.

Paling segera mengeluarkan ponselnya Ia lalu membuka galeri di dalam ponselnya dan menunjukkan foto Hana pada Devan.

"Ini pak, bapak bisa lihat semua foto-foto itu," ujar Alin sambil menyerahkan ponselnya ke arah Devan, Devan pun lalu mengambil ponsel itu ia menatap ke arah Aline sebentar sebelum dirinya melihat semua foto itu.

Terlihat jelas beberapa foto Aline bersama seorang wanita, ia terus saja mengusap layar itu melihat foto-foto mereka berdua.

Aline memperhatikan Devan, ia berharap dengan melihat kedekatannya bersama Hana bisa membuat Devan membantunya untuk dapat pinjaman itu.

Devan Terkesima melihat foto Hana, Gadis itu begitu cantik, senyumannya begitu menawan di matanya, Devan lalu tersenyum menunjukkan seringainya, Devan menatap ke arah Aline lalu menyerahkan ponsel itu kembali pada Aline.

"Aku akan meminjamkan mu uang itu, tapi dengan satu syarat." Devan menjeda ucapannya melihat ke arah Aline.

Aline mengerutkan keningnya mendengar ucapan Devan. "Syarat?" Ulang Aline mengikuti ucapan Devan. Ia ingin memastikan jika pendengarannya tak salah.

"Iya, ada syaratnya, temanmu itu harus mau bermalam denganku, lebih tepatnya menghabiskan malam denganku."

Aline terkejut mendengarnya, ia membelalakkan matanya, ia hampir saja ingin marah karena Devan terlalu melecehkan temannya.

Namun Aline harus meredam amarahnya biar bagaimanapun Devan adalah bosnya tentu saja Aline tak berani menentangnya, Aline tak ingin kehilangan pekerjaan yang saat ini ia jalani, Aline tak ingin dipecat oleh Devan Jika ia meluapkan emosinya.

"Saya bicarakan dulu dengannya pak," ucap Aline sambil mengehela nafas panjang, ia sangat kecewa sekali dengan bosnya, Aline pun pamit untuk keluar dari ruangan itu, dengan perasaan kecewa Aline meninggalkan ruangan Devan.

Jam pulang kantor pun tiba, Aline berniat untuk kerumah sakit menemani Hana, Aline mengemudikan mobilnya keluar dari parkiran kantor dan menuju kerumah sakit tempat Rendra di rawat.

Sesampainya Aline disana, Aline langsung masuk menemui sahabatnya itu, ia tersenyum melihat Hana tengah duduk di sisi Kendra.

Aline memeluk Hana, gadis itu tersenyum ke arah Aline, mereka lalu pindah ke sofa yang ada di ruangan itu Hana ingin anaknya terbangun.

Mereka berdua lalu duduk di sofa, "Bagaimana pekerjaanmu hari ini Aline?" tanya Hana pada sahabatnya itu.

"Aku kesal sekali dengan bos ku hari ini Hana, aku hendak meminjam uang di kantor untuk membantumu, namun pinjaman itu di tolak oleh HRD kemudian bos ku itu memanggilku ke ruangannya, ia mulai bertanya-tanya padaku." Dengan sangat antusias Alin bercerita kepada shana meluapkan kekesalannya.

"Apa kau tau dia berkata apa Hana?" Hana menggelengkan kepalanya, Ia sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Aline dan bosnya itu. Bagaiman dia bisa tau sedangkan dia tak bersama mereka saat mereka berbicara.

"Dia berkata akan meminjamkan uang itu jika kau ingin ..., Emmmm jika kau mau bermalam dengannya," ujar Aline begitu emosi. Dia bisa menampakkan ekspresi wajahnya saat ini jika di juga kesal dan marah hanya di depan Hana.

Hana menatap ke arah Aline, ia pun berfikir sejenak sebelum ia mengucapkan sesuatu pada Aline.

"Aline, aku bersedia bermalam dengannya." sambil menggenggam tangan Aline, Hana mengucap kalimat itu tanpa ragu, Aline terkejut mendengar penuturan sahabatnya itu, Aline langsung menatap ke arah Hana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status