Share

Penawaran

Aku pura-pura tidak mendengar ocehan Gea. Aku memilih fokus membereskan semua buku yang sudah kami gunakan pada sesi belajar hari ini. Namun sepertinya Gea masih belum puas menggodaku. Beberapa kali dia masih saja membuat pipiku kembali merona.

"Jangan lupa minggu depan Kak Audrey harus datang ke pesta ulang tahunku!" tiba-tiba terdengar suara Luna yang berjalan ke arahku bersama sang mama. Akupun mengangguk menyanggupi permintaan gadis ompong yang terlihat menggemaskan itu.

"Kamu pasti cantik deh pakai dress peach ini," timpal Bu Livy seraya memberikan sebuah paper bag berisi sebuah dress cantik padaku. "Semoga Kamu suka ya, Audrey," imbuh Bu Livy.

"Pasti sukalah, Ma. Apalagi Om Tampan yang memilih dressnya," gumam Gea.

"Om Tampan?" beo Bu Livy. Wanita 38 tahun itu tampak mengerjab beberapa kali, berusaha memahami ocehan anak sulungnya.

"Ih, Mama gitu aja gak paham sih," gerutu Gea. "Dress itu pilihan Om Gibran 'kan Ma? Om Gibran itu Om Tampannya Kak Audrey!" lanjutnya.

"Om Tampannya Kak Audrey?"

DEGH!

Terdengar suara bariton yang sering membangkitkan fantasi liarku. Ya, itu suara Gibran Maharsa Adinata, bukan suara Bu Livy! Matilah Aku!

Sejak kapan Om Tampan berada di belakangku dan Gea? Bukannya tadi dia masih duduk cantik di gazebo? Lah, ini kenapa sudah di sini? Sial!

"Wah, kayaknya bentar lagi ada yang manggil Mama 'Kak Livy' nih," goda Bu Livy sambil tersenyum ke arahku dan adiknya.

Pak Gibran hanya melirikku sejenak tanpa ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Akupun hanya bisa menelan salivaku untuk menetralkan kegugupanku.

"Semoga di ponsel Om Gibran gak hanya ada foto candid Tante Audrey ya, Ma. Semoga juga segera ada foto romantis Om Gibran dengan Tante Audrey," timpal Gea.

Sontak ucapan Gea membuat jantungku berdegub sangat kencang. Akupun mengerjab beberapa kali, berusaha mencerna kalimat yang Gea ucapkan barusan.

Foto candidku? Di ponsel Pak Gibran? Untuk apa Pak Gibran menyimpan fotoku di ponselnya? Dan jika aku tidak salah dengar, tadi Gea juga bilang Pak Gibran memilih dress peach yang akan aku pakai di pesta ulang tahun Luna, benarkah?

Seketika aku melirik ke arah Pak Gibran. Bersamaan dengan itu dia sedang menatap ke arahku. Astaga, matanya indah banget!

Sesaat mata kami saling bertaut, membuat jantungku kembali meronta-ronta. Please, jangan norak ya, jantung!

"Ehem ... " Pak Gibran berdeham kemudian menatap lekat Bu Livy, seakan memberi kode pada kakak perempuannya itu. Entahlah kode apa, yang pasti bukan sandi morse!

Tak lama dari tatapan penuh kode itu, Bu Livy mengajak dua putri cantiknya bersiap untuk makan malam bersama Pak Nathan, meninggalkanku berdua saja dengan Pak Gibran di teras belakang rumah mewah ini.

Satu detik, sepuluh detik, enam puluh detik, dan ... hanya ada hening diantara aku dan Pak Gibran. Akupun segera membereskan semua barang bawaanku untuk berpamitan pulang. Namun tiba-tiba ...

"Audrey ... " terdengar suara bariton Pak Gibran. Akupun menoleh ke arahnya. "Apa Saya boleh bicara sebentar?" tanya pria tampan itu.

Aku mengerjab beberapa kali, menerka-nerka apa kiranya yang akan dibicarakan CEO Adinata Group ini. Apa dia marah karena aku menyebutnya Om Tampan?

"What do you want to talk about?" tanyaku penasaran.

Belum juga Pak Gibran menjawab, tiba-tiba ponselnya berdering. "Maaf, Aku terima telepon sebentar. Kamu duduklah dulu!" seru Pak Gibran seraya menunjuk sofa di teras belakang rumah mewah ini dengan dagunya.

Akupun segera duduk sambil menunggu Pak Gibran yang saat ini sedang menerima panggilan telepon di ponselnya. Sepertinya dari sekertarisnya. Sekilas terdengar Pak Gibran membicarakan jadwalnya besok siang.

Sambil menunggu Pak Gibran menyelesaikan percakapannya di telepon, sesekali aku menatap wajah tampannya, mengagumi tubuh maskulinnya, dan menikmati suara baritonnya yang terkesan seksi di pendengaranku.

Entah mengapa fantasi liar itu muncul lagi! Tiba-tiba aku membayangkan duduk di pangkuan Pak Gibran seraya melingkarkan tanganku di belakang lehernya. Kemudian perlahan aku cumbu bibirnya. Membiarkan kami saling melahap dan menukar saliva. Membiarkan tanganya menjelajahi dadaku dan ...

"Ba-bapak!" pekikku yang terkejut karena tiba-tiba Pak Gibran sudah duduk di sebelahku. Bahkan aroma parfum yang dia pakai tertangkap sempurna oleh indera penciumanku.

Haduh, cobaan banget ini! Lagian kenapa dia harus duduk di sebelahku sih? Sofanya 'kan masih lebar! Modus apa gimana sih Pak Gibran ini? Kalau aku nekat merealisasikan fantasi nakalku tadi gimana coba!

"Ke-kenapa Bapak pindah duduk di sini?"

"Karena Saya ingin Kita duduk bersebelahan," jawab Pak Gibran dengan wajah betonnya.

"Kenapa juga Bapak ingin Kita duduk bersebelahan?" Bukannya aku tidak mau berada di sebelah Pak Gibran. Namun aku takut hilang kendali. Apalagi aroma parfumnya tenyata benar-benar menjadi pupuk bagi fantasi liarku. Aku takut tiba-tiba naik ke pangkuannya, merealisasikan fantasi itu. Ya Tuhan, kuatkan iman hamba.

"Kenapa memangnya? Saya tidak boleh duduk di sebelahmu?"

"Bu-bukan begitu, ta---" Belum juga aku menyelesaikan ucapanku, Pak Gibran sudah memotongnya.

"Saya ingin mengajukan penawaran," potong Pak Gibran.

"Pe-penawaran? Penawaran apa, Pak?" tanyaku penasaran. Pak Gibran tampak terdiam sejenak. Sepertinya dia sedang merangkai kata untuk menyampaikan penawaran yang akan diberikan padaku.

"Saya dengar dari Kak Livy, Kamu adalah salah satu mahasiswa berprestasi di kampusmu. Kemampuan akademismu pasti di atas rata-rata. Jadi Saya rasa Kamu orang yang tepat untuk penawaran ini," prolog Pak Gibran.

"Penawaran apa memangnya, Pak?" Aku mengerutkan dahi. Berusaha mencerna maksud dan tujuan Om Tampan ini.

Pak Gibran mulai menjelaskan penawarannya. Ternyata dia memintaku untuk membantu temannya menyelesaikan skripsinya. Dia menjajikan bayaran yang setimpal jika aku menyetujui penawaran itu.

Allohurobbi, aku saja sedang pusing dengan skripsiku sendiri, ini malah diminta membantu mengerjakan skripsi orang lain!

"Maaf, mengapa harus Saya, Pak?" akhirnya aku kembali bersuara.

"Teman saya mengambil jurusan yang sama sepertimu. Jadi Saya rasa Kamu orang yang tepat untuk membantunya. Saya pastikan bayarannya akan setimpal."

What? Bayarannya akan setimpal? Cih, memangnya mau bayar berapa sih? Songong juga ternyata Om Tampan satu ini.

"Jika Kamu setuju, Saya akan transfer 50 juta saat ini juga. Setelah Kamu menyelesaikan skripsinya, Saya akan transfer 50 juta sisanya."

"A-apa? To-total Se-seratus Juta? Bapak bercanda?" Akupun terperanga. Wah, kalau ini sih beneran setimpal, hehehe.

Gila ya pria tampan satu ini! Dia menawarkan 100 juta hanya untuk membantu menyelesaikan skripsi temannya. Beruntung sekali memiliki teman seroyal Pak Gibran, rela mengeluarkan banyak uang untuk membantu menyelesaikan skripsinya.

Tapi siapa kira-kira teman yang beruntung itu? Pria atau wanita? Teman seperti apa? Teman biasa? Teman baik? Teman dekat? Teman tapi mesra? Teman tapi mesum? Teman tapi seranjang?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Potato Peach
otak Audrey harus d cuci soalnya kotor......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status