Share

Bab 4. Cemburu

Author: Teteh ley
last update Last Updated: 2025-04-21 18:11:40

"Kaki Bu Rania sakit, Pak." Arsya berkilah ketika mendengar bentakan Mas Andre.

"Kamu ini kenapa sih Mas?" Aku memijit buah betis yang terasa sakit. "Arsya itu cuma nolongin aku, Mas!" lanjutku lagi.

"Mas kira, kalian,"

"Selingkuh." Aku memotong arah pembicaraan Mas Andre. Sengaja menyindirnya.

"Ng-nggak! Mas gak punya pikiran kearah sana! Mas cuma salah sangka," ujarnya sambil menoleh ke arah pintu dimana Tante Elsa pergi. Sepertinya Mas Andre sadar jika omongannya barusan sudah mengundang cemburu Tante Elsa.

"Mas ambil minyak urut dulu ya." Mas Andre bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju area dapur.

Mas Andre bilang mau ambil minyak urut, tapi kok malah pergi ke arah dapur. Memangnya di dapur ada minyak urut apa?

Sekitar sepuluh menit kemudian, Mas Andre sudah kembali lagi ke hadapanku. Aku sih yakin jika ia habis merayu Tante Elsa dengan jurus rayuan mautnya. Dasar laki-laki pengkhianat. Gak tahu apa kalau aku sudah mengetahui sandiwaranya. Sudah tahu kalau di antara mereka berdua ada hubungan khusus.

"Mas, minyak urut nya mana?" tanyaku ketika ia sudah kembali lagi ke hadapanku.

"Hehehe. Maaf sayang, Mas lupa." Mas Andre garuk-garuk kepala tidak gatal. Wajahnya sedikit terkejut ketika mendengar pertanyaanku. Saking perhatiannya sama Tante Elsa, ia sampai lupa kalau dia mau ngambil minyak urut.

"Mas ambil dulu ya!" Ia membalikkan tubuhnya.

"Tidak perlu, Mas." Aku pura-pura kesal dengan tingkahnya. "Sudah siang, aku mau berangkat." Aku bangkit lalu berjalan dengan tertatih-tatih. Padahal mah cuma pura-pura.

"Jangan gitu dong sayang, tadi Mas,"

"Apa?" Tatapanku tajam.

"Maaf sayang. Kamu duduk dulu, biar Mas ambil minyak urut-nya." Ia berujar sambil mengusap lembut pundakku. Membimbingku agar duduk di sofa.

Di saat bersamaan, ekor mata ini menangkap sosok Tante Elsa tengah mengintip dari balik pintu dapur.

Sebuah ide tiba-tiba muncul.

"Aww..."

Aku pura-pura meringis memegang kaki yang tidak kenapa-kenapa.

Biar tahu rasa dia!

"Sakit sayang?" Mas Andre terlihat khawatir.

"Huum." Aku mengangguk manja.

"Kalau kakinya masih sakit, kamu gak usah ke restoran," ujarnya sambil memijit kaki ku.

"Gak papa Mas, in Syaa Allah aku kua."

Setelah selesai di pijit, aku langsung bangkit, berjalan menuju pintu keluar diikuti oleh Mas Andre di belakang. Sesekali Mas Andre menoleh ke arah Tante Elsa yang masih diam ditempat. Tak lama kemudian, ia menyusul langkah kami.

"Tante bareng kami aja," ajakku ketika Tante Elsa sudah berada di teras rumah. "Tante mau kerja juga 'kan?"

"Tidak usah Rania, Tante naik taxi aja." Tante Elsa langsung menolak tawaranku. Lain di bibir lain di matanya. Matanya seolah memberi isyarat agar Mas Andre merayunya supaya ikut serta.

"Oh, ya udah kalau gitu kami duluan ya Tan." Aku meraih tangan Mas Andre agar segera masuk kedalam mobil. Sejatinya aku tidak akan membiarkan Mas Andre membujuk Tante Elsa supaya ikut serta sama kami.

.

"Sayang, Maafin Mas gak bisa nganter sampai dalam." Ucapan Mas Andre saat mobil yang ia kendarai sudah tiba di halaman restoran dimana aku bekerja.

Dari sebelum aku menikah sama Mas Andre, aku sudah bekerja di sebuah restoran ternama di Jakarta. Sedangkan Mas Andre sendiri, ia bekerja di sebuah perusahaan dengan pangkat sebagai manajer pemasaran yang sering kali bekerja di lapangan.

"Tidak apa-apa, Mas." Meraih tangan Mas Andre dan menciumnya dengan takzim. Sebenarnya jijik banget, tapi demi misi yang aku jalani, aku harus bisa terlihat biasa-biasa saja.

.

Seharian ini aku sibuk dengan aktivitasku di restoran. Ada beberapa berkas pemasukan dan pengeluaran yang harus aku kerjakan hari ini.

Menjabat sebagai manajer keuangan di restoran, aku selalu di sibukkan dengan segudang aktivitas ku.

.

Sore ini, setelah seharian bekerja, aku memutuskan untuk langsung pulang.

Ting

Sebuah pesan singkat masuk kedalam ponsel milikku. Setelah aku cek ternyata dari Mas Andre.

(Sayang, hari ini Mas akan pulang agak malam. Gak papa 'kan kalau kamu naik taxi?)

(Memangnya mau kemana?) Aku pura-pura mempertanyakan prihal mau kemana dia pergi.

(Ada meeting dadakan di kantor, sayang.)

Hanya dibaca tanpa dibalas. Malas rasanya aku harus pura-pura manja sama dia. Andai bukan sebuah misi, aku sudah pergi ke pengadilan Agama untuk menggugat cerai.

"Bu," sapa Arysa ketika aku hendak memesan taxi online. Ia datang menghampiriku dengan motor miliknya.

"Loh, kamu mau kemana?" tanyaku sama Arsya. Sudah dua bulan lamanya, ia kerja di rumah sebagai tukang kebun.

"Mau ke apotek, Bu. Emak saya nyuruh beli obat," jawabnya dengan nada yang sopan. Pemuda berusia dua lima tahun itu terlihat tampan walau dengan pakaian sederhana. "Ibu mau kemana?"

"Saya mau ke Mall, ada yang ingin saya beli." Rencananya sebelum aku pulang, aku mau beli pembalut ke Mall terdekat. Sekalian juga mau beli keperluan lainnya.

"Kalau Ibu mau, mari saya antar." Ia berusaha untuk menawarkan jasa.

"Katanya mau ke apotek?"

"Tidak apa-apa, bisa nanti setelah mengantar ibu ke mall," ujarnya diakhiri dengan senyuman. Menyalakan mesin motornya, lalu menepuk-nepuk jok motor untuk menghilangkan debu.

Akhirnya aku memutuskan untuk ikut saja. Gak ada salahnya kan aku pulang naik motor.

"Kenapa kamu malah milih kerja sebagai tukang kebun? Padahal masih banyak kok pekerjaan lain yang lebih bagus buat kamu," tanyaku ketika kami tengah berada di dalam perjalanan menuju sebuah pusat perbelanjaan.

"Memangnya kenapa kalau jadi tukang kebun?" Ia malah balik bertanya. "Kalau menurut saya halal kok, selain itu gajinya cukup buat menutupi kebutuhan saya."

"Tapi menurut saya, kamu pasti bisa kok mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari tukang kebun."

"Jadi tukang kebun juga enak kok Bu, setiap hari saya bisa ketemu,"

Arsya tidak melanjutkan ucapannya.

"Ketemu, ketemu siapa?" tanyaku ketika ia tidak melanjutkan ucapannya.

"Bukan siapa-siapa, Bu."

Arsya terlihat garuk-garuk kepala tidak gatal.

"Pasti ketemu sama pacar kamu ya!" Aku menudingnya.

"Hehehe. Bukan pacar Bu, tapi calon istri. Itu juga kalau dia mau sama saya." Ada kekehan ringan saat Arsya berucap demikian. Sepertinya laki-laki yang satu ini lagi jatuh cinta.

"Pasti mau kok. Kamu 'kan cukup tampan."

"Kalau cuma cukup, berarti tidak tampan ya Bu?"

"Yang di nilai perempuan itu bukan soal tampan saja Sya, terlebih dengan kesetiaan. Percuma tampan tapi pengkhianat."

Ucapanku barusan mengingatkan kembali dengan penghianatan yang dilakukan oleh Mas Andre. Mungkin saja kan malam ini mereka akan ketemuan di luar.

"Gitu ya Bu?"

"Iya."

"Loh kok berhenti?" tanyaku ketika Arsya malah menghentikan laju motornya.

"Kayaknya ada yang kecelakaan, Bu," ujarnya sambil memanjangkan lehernya ke arah depan.

Sedangkan aku hanya menoleh ke arah kanan dan kiri. Tatapan mata ini menyapu mobil yang tiba-tiba saja berhenti di samping motor yang dikendarai oleh Arsya.

Mataku sampai membeliak saat melihat sosok Mas Andre yang duduk dibalik kemudi mobilnya. Yang lebih membuat aku kaget, disamping Mas Andre ada Tante Elsa yang tengah duduk sambil bergelayut manja di lengan kekarnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 21. Hati saya , mbak

    "A-aku," "Jangan dijawab sekarang Mbak, berpikir dulu, nanti mbak nyesel menerima cinta saya." Arsya menukas ucapan ku. Ia bangkit dari tempat duduknya, mengajakku untuk pulang ke rumah. Aku hanya mengangguk, ikut bangkit dari tempat duduk lalu berjalan beriringan menuju motor Arsya yang terparkir tak jauh dari tempat yang kami duduki. . "Mau langsung pulang atau mau jalan-jalan dulu?" tanya Arysa saat kami tengah berada didalam perjalanan menuju rumah. "Pulang aja, Sya." Aku langsung menjawab pertanyaannya. "Oke Mbak, tapi gak papa kan kalau saya ke Mall sebentar?" Ia menatapku lewat kaca spion motornya. "Gak papa." Aku langsung mengangguk mengiyakan pertanyaannya, "tapi ngomong-ngomong, mau beli apa?" "Rahasia dong." Ia terkekeh. Namun, hanya sebentar, selanjutnya ia mengaduh saat tangan ini reflek memukul punggung tubuhnya. Reflek ya bukan disengaja. "Gak sakit juga." Aku mencebik. Lagian mana mungkin sakit, wong pukulanku bera

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 20. ungkapan cinta

    "Ada apa bi?" Rupanya Arysa pun tidak menyadari jika bi Darsih memanggil namanya dengan sebutan Aden. Begitu juga dengan dirinya yang memanggil bi Darsih dengan sebutan bibi. Fix, jika mereka berdua bukan ibu dan anak. Aku yakin ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku. Hmmm... Akan aku ikuti permainan kalian berdua. Sejauh mana kalian tidak menyadari bahwa aku ini sudah tahu kalau kalian berdua itu bukan ibu dan anak. Melainkan seorang majikan dan art. "Itu, di rumah ada tamu," papar bi Darsih. Jari telunjuknya mengarah ke arah teras rumah. "Siapa?" Alis Arysa nampak bertaut. "Mmmmh, anu itu!" Bi Darsih terlihat bingung. "Pokoknya temui saja, biar non Rania sama saya." "Baiklah." Arsya bangkit dari tempat duduknya, "mbak saya temui dulu tamunya, biar mbak di temani sama ibu saya." "Iya," jawabku singkat. Setelah berucap demikian, Arsya berlalu pergi meninggalkan kami berdua. "Memangnya ada siapa, bi?" tanyaku pura-pura penasar

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 19. Sikap Arsya

    Wow! Kejutan yang membuat aku geleng-geleng kepala. Jadi selama Tante Elsa tidak hanya berhubungan sama Mas Andre, ia juga selingkuh sama laki-laki lain selain Mas Andre. Gila tuh wanita. Bisa-bisanya memacari beberapa laki-laki di saat bersamaan. "Mau mbak labrak?" Tanpa menoleh ke arahku. "Udahlah Sya, bukan urusan kita. Lebih baik aku fokus pada pekerjaan, masa depan ku lebih baik daripada memikirkan masa lalu." "Aku setuju Mbak. Ini nih yang aku mau, mbak semangat! Ya siapa tahu mbak dapat jodoh yang lebih tampan dari Pak Andre," ujarnya sambil terkekeh. "Contohnya?" Aku kembali naik ke atas motornya. "Contohnya seperti saya." Arsya Kembali terbahak. Candaan-nya terdengar garing. "Bercanda." Aku menepuk pundaknya. "Iya Mbak, saya bercanda kok, lagian saya juga paham siapa saya, siapa mbak. Mana mungkin mbak mau sama laki-laki model saya," ujarnya terdengar aneh. Masa iya punya pikiran seperti itu, yang ada aku sendiri yang harus

  • Obat Herbal Dari Suamiku    bab 18. Aneh 'kan

    "Waw, ternyata kamu sudah punya calon istri juga ternyata. Saya kira kamu masih betah menjomblo," ujar laki-laki bernama Bara ketika mendengar penuturan Pak Bram. Ada tawa kecil saat laki-laki tersebut berucap demikian. Sepertinya kaget dengan pengakuan dari Pak Bram barusan. Yang jadi pertanyaan aku adalah, bukannya Pak Bram itu mau menikah sama pacarnya, tapi kok malah aku yang dibilang calon istrinya? Aneh. "Doakan saja, semoga semuanya berjalan dengan lancar. Tidak ada kendala apapun," balas Pak Bram yang langsung mendapat anggukan kepala dari sahabatnya. Obrolan kami berlanjut hingga akhirnya kami berdua memutuskan untuk pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. . "Pak Bram, kenapa Anda bilang jika saya ini pacar Bapak?" tanyaku ketika kami tengah berada didalam perjalanan pulang. "Bukannya bapak sudah punya calon istri?" Mendengar pertanyaanku, Pak Bram hanya diam tanpa ekspresi. Ia terlihat fokus pada kemudi mobilnya.

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 17. Calon istri?

    Tin.... Sekitar jam tujuh malam, aku mendengar suara mobil masuk ke halaman rumah kontrakan yang aku tempati sejak sore tadi. Aku sih yakin jika mobil tersebut milik Pak Bram. Sesuai kesepakatan kalau Pak Bram mau menjemput aku ke rumahnya. Setelah menjemput neneknya, kami bertiga langsung kembali masuk kedalam mobil, berangkat menuju sebuah restoran yang sudah di sewa untuk pertemuan neneknya Pak Bram dengan para koleganya. Tiba di sebuah restoran mewah, kami bertiga langsung turun dari mobil dan langsung masuk kedalam restoran, lalu memilih duduk di salah satu meja makan yang ada di sana. "Halo Jeng Maya," sapa seorang wanita paruh baya dengan dandanan yang terlihat cetar membahana. Ia terlihat datang menghampiri kami diikuti oleh dua orang laki-laki bertubuh tinggi tegap. Aku sih yakin jika dua orang tersebut bodyguardnya si wanita. Kalau dilihat dari penampilannya, aku berasumsi bahwa wanita tersebut bukan wanita biasa, melainkan orang sibuk dan or

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 16. Talak tiga

    "Temani saya malam ini untuk menghadiri acara pertemuan dengan para kolega Nenek. Malam ini saya diundang untuk hadir ke acaranya." "Tapi Pak, saya ini kan," "Masih istri orang? Ralat, mantan istri orang. Kalian 'kan sudah cerai secara agama." "Maksud saya," "Saya minta ditemani sama kamu, bukan sebagai pacar ataupun calon istri saya. Kamu cukup bilang saja jika kamu ini asisten pribadinya saya. Dah gitu aja." Pak Bram memotong arah pembicaraan ku. "Cuma itu?" Aku mendongak menatapnya. "Iya. Nanti malam ada urusan bisnis juga yang harus saya kerjakan. Sebenarnya saya gak punya asisten pribadi, jadi saya harap kamu bisa di andalkan." Pak Bram kembali berujar. Dari ucapannya, aku bisa simpulkan jika laki-laki yang satu ini bukan orang biasa, melainkan orang sibuk dengan segudang aktivitasnya. "Bagaimana?" Ia kembali bertanya. "Mengeluarkan sebuah kunci kontrakan dari tas kecil yang ia bawa. "Baiklah. Jam berapa saya harus datang?" "Jam delapan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status