Home / Rumah Tangga / Obat Herbal Dari Suamiku / Bab 3. Rencana Rania

Share

Bab 3. Rencana Rania

Author: Teteh ley
last update Last Updated: 2025-04-21 10:25:52

Duh gimana ini?

Aku benar-benar tidak tahu langkah apa yang harus aku lakukan setelah ini. Sedangkan mas Andre dan Tante Elsa sudah mulai melangkah menuju anak tangga. Itu artinya mereka berdua benar-benar akan membuktikan kecurigaannya.

Di saat kedua baru melangkah, ponsel milik Mas Andre terdengar berbunyi di kamarnya. Keduanya serempak menoleh ke arah pintu kamar.

"Aku ambil ponsel dulu." Mas Andre membalikkan tubuhnya menghadap ke arah pintu.

"Wussss...." Di saat Mas Andre udah masuk kedalam kamar, aku mengeluarkan suara yang terdengar berat dan menyeramkan.

Ekor mataku menangkap sosok Tante Elsa yang terlihat celingukan mencari sumber suara. Namun, setelahnya ia terlihat bergidik, kemudian lari ke dalam kamar, menutup pintu kamar dari dalam.

Melihat kesempatan itu, aku langsung lari ke arah tangga. Menuruni anak tangga satu persatu. Setelahnya aku langsung masuk kedalam kamar dan menutupnya dari dalam.

Naik ke atas kasur, lalu menghempaskan bobot tubuh ini dengan posisi seperti tadi sebelum Mas Andre keluar dari kamar.

Hufh...

Lega sekaligus capek.

Krieeet.

Terdengar suara pintu terbuka dari luar dengan sangat pelan. Tap tap tap langkah kakinya terdengar semakin mendekat. Setelahnya ranjang ini terasa bergerak.

"Sayang..." Mas Andre mengusap lembut puncak kepalaku. Mungkin ingin mengecek aku bangun dan tidaknya.

"Ternyata masih seperti tadi," bisiknya sambil terkekeh kecil. "Maafkan aku sayang, aku tidak bisa setia sama kamu." Setengah bergumam Mas Andre berujar. "Ya mau bagaimana lagi, kamu ini 'kan penyakitan, mana mungkin aku bisa selalu setia dengan wanita yang mempunyai kekurangan seperti kamu."

Nyess.

Nyeri banget ya Allah...

Ingin rasanya aku mencakar wajah yang sok romantis dan sok baik itu. Ingin rasanya aku mencabik-cabik mulut lemesnya lalu mencongkel dua bola matanya.

Andai aku tidak punya misi, sudah aku pastikan Mas Andre akan menerima akibatnya dengan cara yang kasar.

"Gimana keadaan Rania?" Terdengar suara Tante Elsa mempertanyakan prihal keadaan ku. Aku yakin wanita tersebut tengah berdiri di ambang pintu.

"Aman sayang," ujarnya sambil bangkit dari tempat duduknya, berjalan menghampiri Tante Elsa. Setelahnya, aku mendengar pintu kamar di tutup lagi dari luar. Mungkin mereka berdua akan kembali lagi melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.

Melihat keduanya sudah kembali lagi ke luar, aku langsung bangun dan duduk bersandar pada dinding ranjang. Berpikir ulang bagaimana caranya agar malam ini keduanya tidak bisa melanjutkan aktivitasnya.

Tidak akan aku biarkan mereka menikmati momen tersebut. Aku harus bisa membuat mereka gagal terus dan berakhir putus asa.

Hmmm...

Aku punya ide.

Dengan langkah yang pelan dan hati-hati, aku memilih keluar dari kamar, kembali mencari keberadaan mereka berdua dengan hati-hati, takut jika keduanya pindah tempat atau belum naik ke lantai atas.

Ternyata benar dugaan ku, keduanya berada di kamar tamu. Mungkin terlalu lama jika harus naik ke lantai atas.

Prang...

Dua pas bunga aku jatuhkan di dekat pintu kamar mereka berdua, setelahnya aku langsung kembali masuk kedalam kamar dan masuk kedalam selimut. Kembali pura-pura tidur.

.

Paginya.

"Pagi sayang," sapa Mas Andre ketika melihatku bangun dari tidur. "Nyenyak bener tidurnya," ujarnya sambil terkekeh kecil. Duduk di bibir ranjang dengan pakaian yang sudah terlihat rapi.

"Ya ampun Mas, kenapa gak bangunin aku sih?" Aku pura-pura terkejut ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Padahal sejak semalam, aku hampir tidak memejamkan mata.

"Gimana dong Mas, aku belum masak ini?"

"Tidak apa-apa sayang, Mas sarapannya di kantor saja." Mas Andre mengusap puncak kepalaku. Hal yang biasa ia lakukan sama aku.

Andai aku tidak melihat dengan kepalaku sendiri, mana mungkin aku akan percaya dengan tingkah lakunya Mas Andre. Tidak ada cacat dengan ucapan dan tingkahnya. Semuanya terlihat sempurna. Suami yang setia dan bertanggungjawab.

"Maaf ya Mas," ucapku sambil bergelayut manja.

Perlakuan ku ini bukan tanpa alasan, itu karena aku melihat sosok Tante Elsa tengah mengintip lewat pintu kamar.

Sengaja supaya ia terkesan cemburu ketika melihat kemesraan yang terjadi di antara kami. Padahal sejatinya aku juga merasa jijik ketika aku bermanja-manja dengan laki-laki pengkhianat ini.

Hanya demi misi yang membuat aku rela melakukan ini semua.

"Tunggu aku lima belas menit lagi ya Mas," ucapku dengan nada yang dibuat manja. Tak lupa juga satu kecupan manis aku hadirkan di wajahnya. Setelahnya aku melesat masuk kedalam kamar. Menumpahkan cairan beningku yang sedari tadi sudah mendesak minta keluar dari sudut mata.

"Kamu harus kuat Rania. Ingat hanya demi satu tujuan." Aku meracau sambil mengguyur tubuhku dengan air dingin.

Setelah dirasa cukup, akhirnya aku menyudahinya. Mengambil kimono dan memakainya.

Cklek.

Aku membuka pintu kamar mandi dari dalam. Namun, ternyata sosok Mas Andre sudah tidak ada di sini. Aku sih yakin jika dia sedang menenangkan hati dan kecemburuan Tante Elsa ketika melihat kemesraan yang barusan aku pertontonkan di hadapannya.

"Kalian berdua akan merasakan bagaimana rasanya di khianati dan sakiti."

Aku bergumam sendiri dengan posisi berdiri di depan cermin. Memoles wajah secantik mungkin. Setelah dirasa cukup, aku langsung keluar dari kamar.

Tiba di ruang tengah, aku tidak menemukan sosok Mas Andre dan Tante Elsa di sana.

Kemana mereka berdua?

"Tapi aku cemburu." Samar-samar aku mendengar obrolan mereka berdua di area dapur.

"Terima kasih," jawab Mas Andre ketika mendengar penuturan Tante Elsa.

"Orang cemburu malah bilang terima kasih," ketus Tante Elsa sama Mas Andre.

"Kalau kamu cemburu, itu tandanya kamu sayang banget sama aku." Ada kekehan ringan saat Mas Andre berucap demikian.

Jijik banget tahu nggak.

"Ya iyalah, kalau aku gak cinta sama kamu, ngapain pake pura-pura baik sama istri kamu." Tante Elsa kembali ngedumel. "Jangan terlalu mesra dong sayang, aku tuh gak rela lihat perempuan itu meluk tubuh kamu."

Cih!

Bisa-bisanya dia minta Mas Andre supaya tidak melakukan hal tersebut sama aku.

"Arsya..."

Aku pura-pura memanggil anaknya Bi Darsih, sengaja untuk mengalihkan obrolan mereka berdua. Lebih tepatnya pura-pura tidak tahu kemesraan mereka berdua.

"Iya, Bu?" Arsya datang menghampiri ku. Pemuda tampan bertubuh atletis tersebut berdiri di hadapanku. Sedikit membungkukkan badannya.

"Arsya, tolong ambilkan buku yang ada di sana!" Aku menunjuk pada sebuah buku yang berada di lemari dengan susunan buku paling atas.

"Yang ini Bu?" Arsya menoleh ke arahku.

"Bukan," jawabku. "Yang sebelahnya." jari tanganku tepat di buku yang satunya lagi. Berjinjit untuk menunjuk pada buku tersebut.

Di saat seperti ini, ekor mataku menoleh ke arah Mas Andre dan Tante Elsa yang datang dari arah dapur. Mungkin ia mendengar obrolan kami berdua.

Di saat bersamaan juga, ada cicak yang loncat ke arahku. Kaget dengan kehadiran cicak tersebut, aku hampir terjengkang kebelakang.

Melihatku hampir terjengkang, reflek Arsya meraih tubuhku dan membantu kembali berdiri.

"Ibu tidak kenapa-kenapa?"

"Heh! Berani-beraninya kau megang istri Saya!"

Bentak Mas Andre ketika melihat Arysa membantuku untuk duduk di sofa. Wajahnya terlihat memerah menahan amarahnya. Marah yang dilandasi oleh cemburu.

Melihat pemandangan tersebut, Tante Elsa terlihat menghentakkan kakinya keluar dari ruangan dimana kami berada. Raut kekecewaan terlihat kentara di wajahnya.

Tanpa sadar, senyumku mengembang sempurna saat melihat pemandangan tersebut.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 21. Hati saya , mbak

    "A-aku," "Jangan dijawab sekarang Mbak, berpikir dulu, nanti mbak nyesel menerima cinta saya." Arsya menukas ucapan ku. Ia bangkit dari tempat duduknya, mengajakku untuk pulang ke rumah. Aku hanya mengangguk, ikut bangkit dari tempat duduk lalu berjalan beriringan menuju motor Arsya yang terparkir tak jauh dari tempat yang kami duduki. . "Mau langsung pulang atau mau jalan-jalan dulu?" tanya Arysa saat kami tengah berada didalam perjalanan menuju rumah. "Pulang aja, Sya." Aku langsung menjawab pertanyaannya. "Oke Mbak, tapi gak papa kan kalau saya ke Mall sebentar?" Ia menatapku lewat kaca spion motornya. "Gak papa." Aku langsung mengangguk mengiyakan pertanyaannya, "tapi ngomong-ngomong, mau beli apa?" "Rahasia dong." Ia terkekeh. Namun, hanya sebentar, selanjutnya ia mengaduh saat tangan ini reflek memukul punggung tubuhnya. Reflek ya bukan disengaja. "Gak sakit juga." Aku mencebik. Lagian mana mungkin sakit, wong pukulanku bera

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 20. ungkapan cinta

    "Ada apa bi?" Rupanya Arysa pun tidak menyadari jika bi Darsih memanggil namanya dengan sebutan Aden. Begitu juga dengan dirinya yang memanggil bi Darsih dengan sebutan bibi. Fix, jika mereka berdua bukan ibu dan anak. Aku yakin ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku. Hmmm... Akan aku ikuti permainan kalian berdua. Sejauh mana kalian tidak menyadari bahwa aku ini sudah tahu kalau kalian berdua itu bukan ibu dan anak. Melainkan seorang majikan dan art. "Itu, di rumah ada tamu," papar bi Darsih. Jari telunjuknya mengarah ke arah teras rumah. "Siapa?" Alis Arysa nampak bertaut. "Mmmmh, anu itu!" Bi Darsih terlihat bingung. "Pokoknya temui saja, biar non Rania sama saya." "Baiklah." Arsya bangkit dari tempat duduknya, "mbak saya temui dulu tamunya, biar mbak di temani sama ibu saya." "Iya," jawabku singkat. Setelah berucap demikian, Arsya berlalu pergi meninggalkan kami berdua. "Memangnya ada siapa, bi?" tanyaku pura-pura penasar

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 19. Sikap Arsya

    Wow! Kejutan yang membuat aku geleng-geleng kepala. Jadi selama Tante Elsa tidak hanya berhubungan sama Mas Andre, ia juga selingkuh sama laki-laki lain selain Mas Andre. Gila tuh wanita. Bisa-bisanya memacari beberapa laki-laki di saat bersamaan. "Mau mbak labrak?" Tanpa menoleh ke arahku. "Udahlah Sya, bukan urusan kita. Lebih baik aku fokus pada pekerjaan, masa depan ku lebih baik daripada memikirkan masa lalu." "Aku setuju Mbak. Ini nih yang aku mau, mbak semangat! Ya siapa tahu mbak dapat jodoh yang lebih tampan dari Pak Andre," ujarnya sambil terkekeh. "Contohnya?" Aku kembali naik ke atas motornya. "Contohnya seperti saya." Arsya Kembali terbahak. Candaan-nya terdengar garing. "Bercanda." Aku menepuk pundaknya. "Iya Mbak, saya bercanda kok, lagian saya juga paham siapa saya, siapa mbak. Mana mungkin mbak mau sama laki-laki model saya," ujarnya terdengar aneh. Masa iya punya pikiran seperti itu, yang ada aku sendiri yang harus

  • Obat Herbal Dari Suamiku    bab 18. Aneh 'kan

    "Waw, ternyata kamu sudah punya calon istri juga ternyata. Saya kira kamu masih betah menjomblo," ujar laki-laki bernama Bara ketika mendengar penuturan Pak Bram. Ada tawa kecil saat laki-laki tersebut berucap demikian. Sepertinya kaget dengan pengakuan dari Pak Bram barusan. Yang jadi pertanyaan aku adalah, bukannya Pak Bram itu mau menikah sama pacarnya, tapi kok malah aku yang dibilang calon istrinya? Aneh. "Doakan saja, semoga semuanya berjalan dengan lancar. Tidak ada kendala apapun," balas Pak Bram yang langsung mendapat anggukan kepala dari sahabatnya. Obrolan kami berlanjut hingga akhirnya kami berdua memutuskan untuk pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. . "Pak Bram, kenapa Anda bilang jika saya ini pacar Bapak?" tanyaku ketika kami tengah berada didalam perjalanan pulang. "Bukannya bapak sudah punya calon istri?" Mendengar pertanyaanku, Pak Bram hanya diam tanpa ekspresi. Ia terlihat fokus pada kemudi mobilnya.

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 17. Calon istri?

    Tin.... Sekitar jam tujuh malam, aku mendengar suara mobil masuk ke halaman rumah kontrakan yang aku tempati sejak sore tadi. Aku sih yakin jika mobil tersebut milik Pak Bram. Sesuai kesepakatan kalau Pak Bram mau menjemput aku ke rumahnya. Setelah menjemput neneknya, kami bertiga langsung kembali masuk kedalam mobil, berangkat menuju sebuah restoran yang sudah di sewa untuk pertemuan neneknya Pak Bram dengan para koleganya. Tiba di sebuah restoran mewah, kami bertiga langsung turun dari mobil dan langsung masuk kedalam restoran, lalu memilih duduk di salah satu meja makan yang ada di sana. "Halo Jeng Maya," sapa seorang wanita paruh baya dengan dandanan yang terlihat cetar membahana. Ia terlihat datang menghampiri kami diikuti oleh dua orang laki-laki bertubuh tinggi tegap. Aku sih yakin jika dua orang tersebut bodyguardnya si wanita. Kalau dilihat dari penampilannya, aku berasumsi bahwa wanita tersebut bukan wanita biasa, melainkan orang sibuk dan or

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 16. Talak tiga

    "Temani saya malam ini untuk menghadiri acara pertemuan dengan para kolega Nenek. Malam ini saya diundang untuk hadir ke acaranya." "Tapi Pak, saya ini kan," "Masih istri orang? Ralat, mantan istri orang. Kalian 'kan sudah cerai secara agama." "Maksud saya," "Saya minta ditemani sama kamu, bukan sebagai pacar ataupun calon istri saya. Kamu cukup bilang saja jika kamu ini asisten pribadinya saya. Dah gitu aja." Pak Bram memotong arah pembicaraan ku. "Cuma itu?" Aku mendongak menatapnya. "Iya. Nanti malam ada urusan bisnis juga yang harus saya kerjakan. Sebenarnya saya gak punya asisten pribadi, jadi saya harap kamu bisa di andalkan." Pak Bram kembali berujar. Dari ucapannya, aku bisa simpulkan jika laki-laki yang satu ini bukan orang biasa, melainkan orang sibuk dengan segudang aktivitasnya. "Bagaimana?" Ia kembali bertanya. "Mengeluarkan sebuah kunci kontrakan dari tas kecil yang ia bawa. "Baiklah. Jam berapa saya harus datang?" "Jam delapan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status