Share

Tidak menyukainya

Ketika mereka sedang asik bercengkrama, tiba-tiba saja terdengar suara begitu nyaring dari arah depan, suara itu membuat semua yang tengah berada di ruang tamu melirik ke arahnya.

Di setiap ada kamu mengapa jantungku berdetak

Berdetak lebih cepat seperti ...

Nyanyian itu terhenti ketika ia mendapati beberapa orang yang menatapnya dengan penuh selidik, apalagi ketika merasakan tatapan mata yang menusuk dari seseorang yang entah siapa, ia sendiripun tidak mengenalnya.

"Eh eh.. Ada tamu ya." Amara berucap dengan tingkah seperti anak kecil yang kepergok mencuri sesuatu." Astaga kenapa Tante sama om tidak bilang sih kalau lagi ada tamu." Amara membatin dengan perasaan malunya.

"Perempuan ini? bukankah dia yang perempuan yang waktu itu." Alex membatin sambil menatap lekat wajah cantik Amara, ia sungguh tidak menyangka bahwa dirinya bisa menemukan gadis itu, setelah Anton mencarinya kemana-mana.

"Ekhmm .. Amara kenalin ini om Stevanus dan ini Alex putranya om Stevanus." Ucap pak Dimas kepada keponakan satu_satunya itu .

"Hallo om, nama saya Amara senang bertemu dengan om."Amara mengulurkan tangannya ke arah Stevanus

"Jadi siapa putri cantik ini Dim? Bukankah kamu hanya memiliki seorang putri?"

"Oh ini Amara ini keponakanku Stev, dia memang sering menginap di sini kalau orangtuanya pergi keluar kota."Jawab pak Dimas.

Pak Stevanus hanya ber oh ria, sementara Amara yang bar_bar mulai mengeluarkan suaranya kembali."Om bisa aja, Amara memang cantik dari lahir om."Ucap Amara sambil memperlihatkan senyuman dengan lesung di kedua pipinya. Sungguh membuat seseorang langsung terpesona.

Sngguh sifatnya yang terlalu blak-blakan membuat orang yang berada di dalam rumah itu menggelengkan kepalanya.

Alex sedikit menarik sudut bibirnya ke atas, sekarang ia mulai merasa senang berada di kediaman Dewantara. Dan ia merasa sangat bersyukur karena sang papa mengajaknya ke kediaman Dewantara sangat tepat waktu.

"Gadis kecil yang sangat cantik."Batin Alex tanpa melepaskan pandangannya dari wajah cantik Amara.

Setelah bercengkrama cukup lama, merekapun kembali membicarakan tentang pernikahan Alex dan juga Kirana, Alex sama sekali tidak tertarik untuk membicarkan masalah pernikahannya, kali ini ia tertarik dengan kehadiran perempuan yang tidak sengaja terkena tembakannya dua minggu yang lalu.

Alex selalu menatap intens Amara sedangkan Amara hanya menatapnya dengan tatapan kesal, ia sungguh ingin sekali pergi ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur kesayangannya, namun om dan juga tnatenya justru menahannya untuk tidak pergi kemana-mana.

"Heh dia sangat_sangat cantik." Batin Alex yang sedari tadi memperhatikan dan juga menatap Amara." Kenapa papa tidak menjodohkan aku dengannya saja? ah pokoknya aku harus membicarakannya dengan papa nanti." Alex kembali membatin tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah cantik Amara

"Jadi bagaimana kalau pernikahannya di adakan awal bulan?" Tanya pak Stevanus membuat Arga menoleh kepadanya." Bagaimana Alex menurutmu?"

"Hmm terserah." Balas Alex dengan sedikit kesal, namun kekesalannya hilang seketika ketika ia memiliki rencana khusus untuk pernikahannya." Gw tau apa yang harus lakuin." Batin Alex sambil menyeringai jahat, Amara yang kebetulan melihat ke arahnya pun merasa ngeri ketika melihat seringai itu.

"Si om itu menyeramkan sekali, semoga saja kak Kirana betah menjadi istrinya" Batin Amara sambil mengalihkan kembali tatapannya.

"Kirana bagaimana menurutmu?" Tanya pak Stevanus.

"Aku ikut saja om, kapanpun aku siap kok." Jawab Kirana sambil memperlihatkan senyuman bahagianya.

Pak Satevanus tersenyum, begitupun dengan yang lainnya, mereka terlihat sangat bahagia, karena perjodohannya kali ini berjalan dengan sangat lancar, dan Alex si keras kepala itupun tidak menolaknya, ia menyetujui pernikahannya, bahkan Alex terlihat sangat bahagia, namun mereka tidak tau bahwa Alex tengah merencanakan sesuatu untuk membuat pernikahannya dengan Kirana gagal.

***

Setelah acara makan malamnya selesai, pak Stevanus dan Alexpun pulang ke kediamannya, mereka kini sudah berada di dalam mobilnya.

"Papa perhatiin kamu dari tadi menatap Amara? apa kamu tertarik dengannya?"Tanya pak Stevanus yang memang selalu memperhatikan sang anak yang tengah menatap intens keponakan sahabatnya itu.

Alex menoleh ke arah sang papa." Papa terlalu berlebihan, mana mungkin aku tetarik dengan bocah seperti dia." Elak Alex dengan nada datarnya.

"Baguslah kalau begitu, ingat Lex jangan kacaukan pernikahan ini, papa tidak ingin menanggung malu kalau nanti pas nikahan kamu kabur begitu saja."

"Alex gak bakalan kabur, jadi papa tenang saja." Balas Alex sedikit kesal," Lagian papa kenapa jodohin aku sama dia sih pah?" Tanya Alex dengan kesal.

"Terus kamu maunya sama siapa Lex? Kan om Dimas cuma punya anak satu."Pak Stevanus berbalik nanya." Atau jangan_jangan kamu tertarik sama Amara?" Tanyanya kembali.

Alex diam tanpa mau membalas ucapan sang papa, ia sendiri masih bingung, kenapa dirinya merasa tertarik kepada bocah itu. Apa mungkin dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama? oh itu tidak mungkin, lalu kenapa dirinya selalu terbayang akan kecantikannya? mungkinkah itu bentuk rasa bersalahnya yang tidak sengaja menembaknya? ya mungkin hanya itu. Alex bergulat dengan pikirannya, ia meyakinkan bahwa dirinya tidak sedang jatuh cinta kepada gadis bar-bar itu.

***

Setelah tiba di kediamannya, Alex langsung menuju kamarnya dan berniat untuk mnyegarkan pikirannya yang selalu terbayang akan sosok perempuan yang baru 2 kali ia temui, siapa lagi kalau bukan Amara. Hati Alex yang sudah terkunci selama 18 tahun lamanya, tanpa ia sadari kini mulai terbuka.

Alex melepaskan kemeja putih yang melekat di tubuhnya, ia mulai membasuhi tubuhnya dengan air dingin, bayangan akan sosok perempuan cantik itu muncul lagi dan lagi, sehingga membuat diri Alex menegang.

"Oh shit ... Kenapa aku selalu memikirkannya? sialan." Geram Alex sambil memukul dinding kaca kamar mandinya." Cinta ... Apa mungkin aku sudah jatuh cinta?" Alex kembali bergumam diiringi dengan kekehannya." Tidak .. Itu tidak mungkin, tidak mungkin aku jatuh sama gadis remaja sepertinya. Ini mungkin rasa bersalahku saja .. Ya ini hanya perasaan bersalahku saja." Lagi-lagi Alex bergumam sambil meyakinkan dirinya bahwa dirinya tidak sedang jatuh cinta dengan gadis kecil itu.

Setelah bergelut dengan pikiran dan juga batinnya, akhirnya Alex menyelesaikan ritual mandi malamnya, ia keluar dengan hanya menggunakan handuk kecil yang melilit di pinggangnya, rambutnya yang basah menambah ketampanannya, sungguh pemandangan yang sangat luar biasa.

Alex berjalan menuju lemari pakaiannya, ia mengambil kaos polos berwarna putih di padukan dengan celana pendek berwarna hitam, sangat cocok untuk dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status