Share

Kerja Profesional

Author: Dek ita
last update Huling Na-update: 2025-06-18 15:43:50

Di hari pertama bekerja, Letta sudah ditelepon pagi-pagi karena Nathan memintanya untuk segera datang ke rumahnya. Sudah lengkap dengan keinginannya dan juga pakaian yang harus ia pakai. Letta terburu-buru karena ini hari pertama ia bekerja.

Baru saja membuka pintu, Letta melihat Nathan yang duduk di ruang kerjanya, di depan meja komputer, melirik ke arah Letta yang baru saja sampai.

“Buatkan aku kopi,” pintanya.

“Apa?” Letta terdiam sejenak.

Ia ditelepon pagi-pagi buta, diminta buru-buru untuk segera datang ke rumahnya, dan sampai di sana, ia hanya diminta membuat kopi?

“Kenapa masih diam saja? Cepat buatkan aku kopi,” perintah Nathan.

Letta yang masih sempat terpaku itu terburu-buru menuju dapur. Ia yang mengenakan pakaian kemeja press body dan juga rok di atas lutut itu sempat termenung selama beberapa saat ketika tengah mengaduk kopi.

‘Ini serius?’ batinnya.

“Letta!” Nathan memanggilnya dengan suara yang pelan.

Letta terburu-buru meletakkan sendoknya dan juga membawa kopi beserta camilan seperti biasanya. Ia meletakkannya dengan baik di atas meja, dan melihat Nathan yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

Ditegaknya sekali kopi tersebut, lalu pria itu mendongakkan kepala bersiap memberikan perintah kepada Letta yang masih menunggu pekerjaan apa yang bisa ia lakukan.

“Buatkan aku sarapan. Aku sarapan pukul 10. Lalu, dasiku yang warna navy dengan garis abu itu disiapkan. Sepatuku tolong dilap, dan jangan lupa buat siapkan tas kantorku dan beberapa berkas yang sudah ada di atas meja itu,” perintah Nathan.

Letta masih berusaha untuk bicara. Namun, mulutnya terasa berat meski hanya ingin membantah apa yang dikatakan oleh Nathan kepadanya.

Akhirnya dia memilih untuk menurut saja. Semua ia lakukan sesuai dengan permintaan Nathan. Nathan juga tak ada hentinya memberikan perintah kepada Letta berkali-kali di tengah dia melakukan tugas yang diberikan.

Sampai di jam sarapan Nathan, Nathan keluar dari ruang kerjanya dan kini tengah bersiap menyantap sarapannya. Letta sudah lelah. Ia tidak tahu bahwa menjadi asisten pribadi Nathan akan menjadi begitu berat.

Melirik ke arah Letta yang masih mengelap meja dapur, Nathan yang tengah mengunyah tersebut mulai membuka obrolan dengannya.

“Jadi, bagaimana rasanya hari pertamamu?” tanya Nathan,

Tangan Letta berhenti mengelap, kemudian ia menghela napas panjang dan melebarkan kesabaran yang ia miliki. Setelahnya, Letta berbalik badan melihat ke arah Nathan yang terlihat tak merasa bersalah setelah memberikan berbagai tugas tersebut.

“Aku tidak tahu kamu begini orangnya saat bekerja. Biasanya kamu santai saja, bahkan terkesan ramah,” Letta mengutarakan apa yang ia rasa.

“Aku ini profesional, Letta. Seriuslah saat bekerja, dan santai saat di luar jam kerja,” sahut Nathan,

Letta menyadari bahwa perbedaan cara bicara Nathan terdengar jelas. Di hari-hari sebelumnya, Nathan tak begitu caranya bicara kepadany. Tetapi, hari ini ia menunjukkan bagaimana dia bicara kepada Letta.

Ia mengepalkan tangannya dahulu. Masih ada satu keberatan yang ia simpan dari pagi dan dirasa seharusnya ia luapkan kepada Nathan.

“Seharusnya, kalau aku memang akan mengambil pekerjaan seperti ini, kamu tak perlu memintaku berpakaian seperti ini. Rasanya sesak sekali,” keluh Letta.

“Siapa bilang? Setelah ini kamu ikut ke perusahaanku. Aku ada meeting penting yang perlu aku ikuti, dan kamu harus ikut untuk belajar,” tegas Nathan.

Letta yang dari awal menduga tugasnya hanya di rumah saja itu seketika terpaku. Ia tak tahu kalau dia akan benar-benar bekerja sebagai asisten pribadi yang merangkap sekali.

Setelah Nathan selesai makan, Letta benar-benar diajak ke perusahaan Nathan. Pertama kalinya Letta datang sebagai pekerja ke sebuah perusahaan besar membuatnya merasa sangat gugup sekali. Ia tidak menyangka bahwa hari ini akan datang.

Dengan senyuman yang tak sirna, Letta terus memperhatikan sekitar saat mereka sedang berjalan ke dalam lift. Ia tak percaya, impiannya memiliki pekerjaan kini benar-benar terjadi.

“Jangan memasang senyum seperti itu. Profesional. Tunjukkan keramahanmu,” ujar Nathan.

“Ba- Baik, Nathan,” Letta tertegun.

Mereka sampai di sebuah ruangan meeting yang sangat besar. Letta terkejut melihat bahwa di sana ada banyak orang yang bahkan terlihat blasteran. Ia gemetar selama beberapa saat.

Nathan memberikannya secarik kertas dan juga pena, “Catat yang penting,” perintah Nathan.

Untuk pertama kalinya, Letta yang sudah mengenal sifat Nathan yang ramah dan sangat humble, kini melihat dia yang serius dan juga penuh wibawa. Bahkan, saat dia bicara bahasa inggris membuat Letta semakin kagum.

Tak lupa akan pekerjaannya, Letta mencatat bagaimana interaksi dari Nathan dan para klien yang perlu ia ingatkan dan juga beberapa hal yang sekiranya penting. Hingga akhirnya, meeting itu selesai dengan kesepakatan yang tercapai.

Di dalam ruangan yang kosong dan tinggal mereka berdua, Nathan mendekatinya dan kini mulai mengajaknya bicara dengan sedikit santai.

“Jadi, apa yang kamu dapat dari pertemuan barusan?” tanya Nathan.

“Ah, tadi, aku dengar beberapa ada yang komplain masalah desain untuk bagian dasar. Karena daerah yang mereka pilih rawan gempa, jadi mereka ingin struktur yang lebih kuat dan kalau bisa antigempa seperti buatan jepang,” sahut Letta.

“Lagi?”

“Mereka juga ingin desain yang lebih futuristik. Tidak norak, tapi juga tidak sederhana. Yang pasti bisa memikat orang-orang yang hanya sekedar melihatnya,” tambah Letta.

“Bagaimana dengan jangka waktu? Menurutmu, dalam jangka berapa lama itu akan selesai?” Nathan bertanya.

“Karena permintaannya besar dan rumit, untuk sekedar kerangka badan saja bisa memakan lebih dari 1 tahun untuk memastikan desain kembali untuk pertemuan selanjutnya,” sahut Letta.

Nathan yang mendengar jawaban Letta itu puas. Dia tersenyum dan bahkan memandangi Letta dengan bangga. Dia juga memberikan tepukan pelan di pundak Letta untuk menunjukkan kebanggaannya tersebut.

“Bagus, Letta! Kamu benar-benar di luar ekspetasiku!” seru Nathan.

Mendengar pujian itu membuat Letta senang, wajahnya semakin merona. Jantungnya bedebar semakin kencang karena pujian yang diberikan oleh Nathan kepadanya. Ini terasa menyenangkan.

“Ayo, kita jalan-jalan dan rayakan hari pertamamu dengan baik!” ajak Nathan.

“A- Apa?” Letta terkejut.

“Ayolah. Anggap saja sebagai bentuk hadiah pencapaianmu!” ajak Nathan.

Dengan perasaan yang masih menggebu, jelas Letta merasa bersemangat juga. Ia mengiyakan ajakan Nathan dan pergi bersamanya. Ini kali pertama ia memiliki pengalaman yang luar biasa sekali.

Saat keluar dari perusahaan, Letta diajak oleh Nathan ke sebuah mall yang ada di dekat sana. Letta cukup takjub. Biasanya ia hanya akan datang kalau diperintahkan Jenna untuk belanja saja. Ia tidak pernah jalan-jalan.

“Wow!” seru Letta.

Ia disajikan berbagai sushi di atas meja yang pertama kali ia lihat kala itu. Mulutnya tak berhenti menganga, dan matanya tak ada hentinya berbinar. Ia mengeluarkan ponselnya dan mulai mengambil gambar terhadap makanan yang ada.

“Kamu masih menggunakan ponsel jadul itu, Letta?” tanya Nathan.

“Iya,” Letta masih berseri menjawab.

“Bagaimana kalau aku belikan yang baru?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Baru Pertama Kali (++)

    Napas panas yang Letta rasakan semakin memuncak. Ia kehilangan kendali atas tubuhnya yang sudah mencoba menolak setiap sentuhan. Mendapatkan kesempatan emas membuat Nathan tidak melewatkannya sedikitpun.Pria itu dengan segera mengecup kembali bibir yang terasa sangat panas tersebut. Letta kali ini membalasnya sambil menutup matanya. Nathan menyeringai di dalam hatinya, karena Letta berhasil masuk ke dalam jebakannya.‘Aku akan membuatmu menjadi milikku sepenuhnya, Letta.’Tangannya tak tinggal diam, lewat kemeja putih yang masih dikenakan, Nathan meremas salah satu gundukannya dan membuat Letta mendesah sambil tetap berciuman tersebut. Nathan jadi semakin bersemangat mendengarnya.Perlahan, ia turun dari bibirnya, menuju ke lehernya dan memberikan kecupan ringan yang malah semakin membuat terangsang. Tangan Nathan juga semakin bersemangat meremas.“Ahhh, N- Nathan…,” panggil Letta.“Nikmati, Letta. Kamu tidak akan merasakan ini di lain tempat,” ujar Nathan.“A- Aku kepanasan,” ujar L

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Apa Yang Terjadi?

    Letta menghampiri Nathan yang berbaring tersebut. Ia menggoyangkan badannya dan mencoba membangunkan pria tersebut. Bahkan, beberapa kali Letta menampar pipinya agar dia mau membuka mata.“Nathan! Nathan!” panggil Letta.Setelah beberapa saat dan berkali-kali Letta memanggil, Nathan terlihat bergerak dan menurunkan tangannya yang tengah menutupi wajahnya tersebut. Letta bernapas lega setelah melihat Nathan bergera.“Fyuhhhh.”“Letta..,” panggil Nathan.“Ya? Ada apa ini Nathan? Kenapa semuanya berantakan?” Letta bertanya dengan panik.Nathan tak memberikan jawaban. Pria itu perlahan duduk dan membuat Letta jadi makin khawatir. Ia kembali mendekati duduk di bawah di sebelah Nathan untuk menanyakan kondisinya sekarang ini.“Apa yang terjadi, Nathan? Kenapa rumah berantakan sekali? Apa ada maling?” tanya Letta.Nathan menggelengkan kepalanya.“Lalu?” Letta masih berusaha memastikan.“Jenna…, tidak pulang,” sahutnya dengan suara lirih.Terpaku sesaat Letta setelah mendengarnya. Wajah acak-

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Ada Niat Terselubung

    Letta yang dari awal memotret itu terdiam sejenak. Ia mengangkat kepala dan melihat Nathan yang kelihatan menawarkan diri dengan begitu tenang sekali.“Ah, kamu pasti bercanda,” Letta menolak.“Tidak, Letta. Ini juga demi pekerjaanmu. Aku punya jadwal meeting penting dan juga akan lebih banyak menghubungimu. Jadi, lebih baik kamu beli ponsel baru,” ujar Nathan.“Tidak usah, Nathan. Aku akan beli kalau aku sudah terima gaji saja,” tolak Letta.“Lalu bagaimana dengan hutangmu yang lain? Pengobatan adikmu?” singgung Nathan.Letta terdiam setelah mendengar ucapan Nathan. Ucapan tersebut memang ada benarnya. Tidak ada waktu bagi Letta untuk menghamburkan uang untuk sekedar membeli ponsel. Bahkan untuk membeli baju saja sebenarnya ia tidak ada uang sama sekali.Nathan melihat Letta yang demikian hanya bisa menghela napas. Ia kemudian menyumpitkan salah satu sushi dan memberikan kepada Letta.“Sekarang lupakan bebanmu dulu. Lebih baik makan, dan pikirkan kedepannya nanti,” ujar Nathan.Ia ma

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Kerja Profesional

    Di hari pertama bekerja, Letta sudah ditelepon pagi-pagi karena Nathan memintanya untuk segera datang ke rumahnya. Sudah lengkap dengan keinginannya dan juga pakaian yang harus ia pakai. Letta terburu-buru karena ini hari pertama ia bekerja.Baru saja membuka pintu, Letta melihat Nathan yang duduk di ruang kerjanya, di depan meja komputer, melirik ke arah Letta yang baru saja sampai.“Buatkan aku kopi,” pintanya.“Apa?” Letta terdiam sejenak.Ia ditelepon pagi-pagi buta, diminta buru-buru untuk segera datang ke rumahnya, dan sampai di sana, ia hanya diminta membuat kopi?“Kenapa masih diam saja? Cepat buatkan aku kopi,” perintah Nathan.Letta yang masih sempat terpaku itu terburu-buru menuju dapur. Ia yang mengenakan pakaian kemeja press body dan juga rok di atas lutut itu sempat termenung selama beberapa saat ketika tengah mengaduk kopi.‘Ini serius?’ batinnya.“Letta!” Nathan memanggilnya dengan suara yang pelan.Letta terburu-buru meletakkan sendoknya dan juga membawa kopi beserta

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Mengatur Segalanya

    Letta hanya melirik sebentar, dan langsung mengalihkan pandangannya. Nathan memang tersenyum ramah, hanya saja, Letta tak terbiasa dengan senyumannya yang seperti barusan. “Oke, sekarang ikut aku dulu,” ajak Nathan. Belum sempat ia menjawab, Nathan sudah bangun dari tempatnya dan berjalan meninggalkan tempat. Letta buru-buru mengikuti dan naik mobil yang dimana Nathan sudah naik duluan. Pria itu menyelahkan tablet kepada Letta. Awalnya Letta ragu mengambilnya, tapi, akhirnya dia menerima dan melihat di atas layar tertera beberapa gambar dari sebuah apartemen. “Sekarang, kamu harus pindah dulu. Sulit kalau kamu masih tinggal di kosmu yang jauh itu,” ujar Nathan. “Apa? Tapi, aku tidak ada u-“ “Jangan pikirkan soal uang. Karena kamu asistenku, kamu harus siap dipanggil 24 jam dalam jarak yang dekat. Aku tak suka menunggu, Letta,” sela Nathan. Pertama kalinya Letta melihat Nathan dalam mode serius. Pria itu memancarkan kharisma yang tidak pernah Letta lihat sebelumnya. Ia menggeser

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Jenna Berselingkuh

    Letta hanya berani berucap pada hatinya semata. Sementara Nathan kelihatan sedikit frustrasi setelah Jenna merespon demikian. Letta yang sudah selesai dengan urusannya, segera mengambil perlengkapannya.“Aku pulang dulu, Nathan. Ada beberapa lauk yang aku taruh di kulkas. Kalau lapar, hangatkan saja,” ujar Letta.Nathan yang sudah menatap kosong itu mendongakkan sedikit kepalanya. Matanya masih tertuju pada tubuh Letta yang terlihat press dengan baju Jenna. Sampai-sampai Nathan jadi sedikit hilang fokus.“Nathan? Kamu kenapa?” Letta beberapa kali melambaikan tangan di depan wajah Nathan yang melamun.Tersentak Nathan seketika. Ia langsung menggelengkan kepala sambil tertawa kecil.“Haha, tidak. Hanya saja, kamu terlihat cantik dengan balutan baju Jenna,” puji Nathan.Pujian tidak biasa itu malah membingungkan Letta. Selama ia mengenal Nathan, pria itu tak pernah memuji wanita lain selain Jenna itu sendiri. Dan ia bingung harus merespon bagaimana.“Terima…, kasih?” Letta menjawab, ragu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status