Share

Mengatur Segalanya

Penulis: Dek ita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-02 12:36:14

Letta hanya melirik sebentar, dan langsung mengalihkan pandangannya. Nathan memang tersenyum ramah, hanya saja, Letta tak terbiasa dengan senyumannya yang seperti barusan.

“Oke, sekarang ikut aku dulu,” ajak Nathan.

Belum sempat ia menjawab, Nathan sudah bangun dari tempatnya dan berjalan meninggalkan tempat. Letta buru-buru mengikuti dan naik mobil yang dimana Nathan sudah naik duluan.

Pria itu menyelahkan tablet kepada Letta. Awalnya Letta ragu mengambilnya, tapi, akhirnya dia menerima dan melihat di atas layar tertera beberapa gambar dari sebuah apartemen.

“Sekarang, kamu harus pindah dulu. Sulit kalau kamu masih tinggal di kosmu yang jauh itu,” ujar Nathan.

“Apa? Tapi, aku tidak ada u-“

“Jangan pikirkan soal uang. Karena kamu asistenku, kamu harus siap dipanggil 24 jam dalam jarak yang dekat. Aku tak suka menunggu, Letta,” sela Nathan.

Pertama kalinya Letta melihat Nathan dalam mode serius. Pria itu memancarkan kharisma yang tidak pernah Letta lihat sebelumnya. Ia menggeser berkali-kali layar tersebut, dan hanya melihat yang mewah. Ia tidak mau aji mumpung.

Setelah beberapa saat, Letta menemukan sebuah apartemen yang kelihatan simpel, dan tidak terlalu mewah, tapi masih bersih kelihatannya.

“Ini bagus,” ucap Letta sambil memperlihatkan kepada Nathan.

Nathan melihat dan mengerutkan dahi melihat pilihan Letta yang terbilang terlalu sederhana. Ia sempat melihat ke arah Letta yang tampak menyukai tempat tersebut.

“Tempat ini? Kamu yakin?” Nathan memastikan.

“Iya. Tempatnya tidak terlalu besar, dan rapi,” ucap Letta.

Nathan mengiyakan saja ucapan Letta. “Beritahu alamat kosmu. Nanti aku pesankan petugas pindahan rumah agar mengangkut barangmu dari sana ke tempat yang baru,” ucap Nathan.

“Secepat itu? Tidak bisa esok hari saja?” Letta terkejut.

“Letta,” Nathan menoleh, “kamu harus bekerja denganku, segera,’ tegas Nathan.

Mode serius Nathan memang sedikit membuat tekanan. Tapi, Letta yakin bahwa itu karena ini menyangkut pekerjaan, jadi Nathan berusaha profesional.

Setelah memberitahukan alamt kos, Nathan akhirnya menjalankan mobil dan entah akan berjalan kemana. Dengan pemandangan yang apik, Letta melihat ke kanan dan ke kiri untuk mencaritahu kemana dirinya akan diajak.

Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya mereka berhenti di sebuah toko pakaian wanita yang kelihatan sedikit fancy.

“Kamu mau membelikan Jenna baju?” Letta bertanya.

“Untukmu, bukan Jenna. Penampilanmu itu terlalu kasual, Letta. Kalau kamu bekerja denganku, pakaianmu harus rapi dan enak dilihat,” jelas Nathan.

Letta hanya manut saja dengan jawaban Nathan. Ia tidak pernah bekerja sebelumnya. Jadi, ia tidak terlalu tahu bagaimana harus berpenampilan di depan seseorang.

Masuk ke dalam sana, Letta disungguhi dengan berbagai design yang menarik. Letta bingung, padahal Jenna juga pemilik butik, kenapa tidak bertanya di sana saja?

Saat Letta melirik ke arah lain, tampak Nathan sudah berbicara dengan salah satu karyawan di sana. Buru-buru Letta mendekat karena ia lengah.

“Kalian bicara apa?” tanya Letta, saat melihat karyawan itu sudah pergi.

“Aku minta dia mengambilkan beberapa pakaian yang cocok untukmu,” sahut Nathan, dengan murah senyum.

Sebenarnya Letta ingin menanyakan dahulu palaian macam apa yang dibelikan. Hanya saja, sekarang Letta tak berani bertanya. Seperti ada yang sengaja menahan mulutnya.

Tak lama, pakaiannya sudah ada dalams ebuah paper bag yang isinya lumayan banyak. Letta jelas kaget, ia tidak tahu kalau ia tidak akan melihat dahulu isi tasnya.

“Apa aku boleh lihat isinya?” pinta Letta.

Nathan yang sudah mengambil dahulu paper bag tersebut dan berjalan meninggalkannya menuju ke dalam mobil. “Nathan!”

“Ayo, kita lihat bagaimana apartemenmu,” ucap Nathan.

Letta kembali berusaha menolak, tetapi, Nathan sudah duluan masuk ke dalam sana. Entah kenapa, sekarang Nathan seperti ada yang disembunyikan dengan sengaja. Bahkan ia kelihatan lebih bersemangat memperhitungkan apa yang harus Letta lakukan.

Dalam perjalanan, terlihat raut wajah Nathan yang sangat bersemangat. Letta terus menaruh rasa curiga karena tatapan itu tak biasanya dipasang oleh Nathan.

“Apa Jenna tahu, soal kamu yang menyewakan aku apartemen?” tanya Letta.

“Tentu dia tahu. Dia bilang kalau aku perlu bantuanmu, kamu bisa segera datang dan tidak merepotkannya,” sahut Nathan.

Letta hanya mengangguk pelan. ‘Jenna merasa direpotkan sampai mana? Padahal, selama ini dia lebih banyak marah-marah ke Nathan,’ batin Letta.

Tak lama dari perjalanan mereka, apartemen yang dimaksud oleh Nathan sudah ada di depan mata mereka. Jaraknya sekitar 3 km dari rumah Nathan, jauh lebih dekat daripada jarak dari kosnya.

Ia terpukai berdiri di depan gedung itu. Letta tak pernah menduga bahwa dia bisa tinggal di dalam sebuah gedung besar ini. Ia selama ini sudah tercekik hutang yang memaksanya untuk menghemat segala kebutuhan, sekarang, ia akan punya penghasilan tetap untuk bisa menutupinya.

Di dalam lift pun Letta lebih sibuk memperhatikan sekitar. Hingga sampai di lantai gedung tempat Letta tinggal. Kunci yang sudah diambil Nathan itu kini diserahkan kepada Letta.

Baru saja Letta hendak membuka pintu, ia terdiam dan mengingat sesuatu. “Kamu akan ikut masuk?” Letta setengah memutar badannya.

“Aku tidak boleh?” tanya Nathan.

Ia melepaskan kunci yang ia pegang dan kini berbalik badan melihat ke arah Nathan. Pria ini benar-benar tidak tahu bahwa tak seharusnya dia ikut masuk, apalagi kalau hanya mereka berdua yang ada di sana.

“Ya. Apa kata orang kalau melihat kita berdua masuk ke dalam sana? Kamu pikir Jenna takkan marah? Kamu pikir dia akan terima?” Letta meminta Nathan memikirkannya.

“Santai saja, Letta. Kamu ini sahabat istriku. Kamu takut aku akan melakukan hal buruk padamu?” tanya Nathan, berusaha sedikit menggodanya.

Wajah Letta memerah setelah Nathan mengatakan hal barusan. Benar juga, ia ini sahabat Jenna. Tak mungkin juga Nathan akan melakukan hal buruk seperti pikirannya yang tidak benar tersebut.

“Baiklah. Awas kamu macam-macam ya!” Letta memperingatkan.

Nathan hanya tertawa menanggapinya.

Mereka berdua kemudian masuk. Letta makin dibuat terpukai setiap ia memijakkan kakinya. Ruangan ini jauh lebih besar dari kosnya. Bahkan di dalamnya ada barang-barang yang bukan milik.

“I- Ini-“

“Aku membelikannya untukmu. Yah, ini juga pesan Jenna. Dia bilang padaku untuk membelikan semua yang kurang,” sahut Nathan.

Letta berbinar dan merasa terharu mendengar ucapan Nathan. Jenna benar-benar baik. Ia tidak bisa berkata apa-apa setelah mengetahui bahwa Jenna mau membelikannya barang-barang mahal ini.

“Benar-benar malaikat,” gumam Letta, dengan suara kecil.

Ia jadi bersemangat menelusuri tempat, dan kini segera berjalan dengan perasaan yang senang ke dalam sana. Sementara Nathan, ia mengubah senyuman polosnya menjadi sedikit menyeringai.

‘Dia bilang kamu akan menggantikannya. Kupastikan semua tugas Jenna dikerjakan olehmu, Letta.’

Seringai Nathan tak bisa ia sembunyikan. Lagian, dari awal ia sudah merasa tertarik dengan Letta. Dia jauh lebih telaten, lebih sabar, dan bahkan bodynya lebih dari Jenna itu sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Mengatur Segalanya

    Letta hanya melirik sebentar, dan langsung mengalihkan pandangannya. Nathan memang tersenyum ramah, hanya saja, Letta tak terbiasa dengan senyumannya yang seperti barusan. “Oke, sekarang ikut aku dulu,” ajak Nathan. Belum sempat ia menjawab, Nathan sudah bangun dari tempatnya dan berjalan meninggalkan tempat. Letta buru-buru mengikuti dan naik mobil yang dimana Nathan sudah naik duluan. Pria itu menyelahkan tablet kepada Letta. Awalnya Letta ragu mengambilnya, tapi, akhirnya dia menerima dan melihat di atas layar tertera beberapa gambar dari sebuah apartemen. “Sekarang, kamu harus pindah dulu. Sulit kalau kamu masih tinggal di kosmu yang jauh itu,” ujar Nathan. “Apa? Tapi, aku tidak ada u-“ “Jangan pikirkan soal uang. Karena kamu asistenku, kamu harus siap dipanggil 24 jam dalam jarak yang dekat. Aku tak suka menunggu, Letta,” sela Nathan. Pertama kalinya Letta melihat Nathan dalam mode serius. Pria itu memancarkan kharisma yang tidak pernah Letta lihat sebelumnya. Ia menggeser

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Jenna Berselingkuh

    Letta hanya berani berucap pada hatinya semata. Sementara Nathan kelihatan sedikit frustrasi setelah Jenna merespon demikian. Letta yang sudah selesai dengan urusannya, segera mengambil perlengkapannya.“Aku pulang dulu, Nathan. Ada beberapa lauk yang aku taruh di kulkas. Kalau lapar, hangatkan saja,” ujar Letta.Nathan yang sudah menatap kosong itu mendongakkan sedikit kepalanya. Matanya masih tertuju pada tubuh Letta yang terlihat press dengan baju Jenna. Sampai-sampai Nathan jadi sedikit hilang fokus.“Nathan? Kamu kenapa?” Letta beberapa kali melambaikan tangan di depan wajah Nathan yang melamun.Tersentak Nathan seketika. Ia langsung menggelengkan kepala sambil tertawa kecil.“Haha, tidak. Hanya saja, kamu terlihat cantik dengan balutan baju Jenna,” puji Nathan.Pujian tidak biasa itu malah membingungkan Letta. Selama ia mengenal Nathan, pria itu tak pernah memuji wanita lain selain Jenna itu sendiri. Dan ia bingung harus merespon bagaimana.“Terima…, kasih?” Letta menjawab, ragu

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Terlihat Menarik

    Letta yang sedang menata piring itu sedikit melirik ke arah Nathan. “Tentu saja memasak. Jenna sudah menghubungiku untuk memasak untukmu. Untung kemarin aku siapkan beberapa lauk yang sudah siap masak,” sahut Letta.Ia yang hendak mengambil air itu berbelok arah menuju meja makan. Di sana, Letta sudah menyiapkan segala lauk di atas piringnya. Melihat ayam dan dan juga adanya sayur sop membuat Nathan sedikit terenyuh.‘Letta bahkan lebih tahu makanan kesukaanku,’ batin Nathan.Sembari makan, Nathan sempat beberapa kali curi pandang ke arah Letta yang masih sibuk di dekat kompor. Dia lebih telaten untuk urusan dapur, dan juga sangat cekatan apabila diminta apapun.‘Kalau di ranjang, dia sehebat apa?’ batinnya.Pikiran sekilas itu membuat makanan yang tengah Nathan kunyah tersedak dalam tenggorokannya. Dengan rasa perih ia terbatuk-batuk sampai harus memukul dadanya karena ayam yang tersangkut di sana.“Kamu tak apa, Nathan?” Letta menoleh dan melihat Nathan kesulitan. Ia segera mengamb

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Minta Jatah

    Nathan yang baru sadar akan ucapannya itu berusaha menghapus pikiran buruknya tersebut.“Ah, maaf Letta. Haha, aku hanya bergurau sedikit,” jelas Nathan, sambil tertawa canggung.‘Apa yang aku pikirkan?! Aku tidak boleh begitu! Bisa-bisanya aku kepikiran begitu pada orang terdekat istriku sendiri!’ batin Nathan.Letta melirik tajam ke arah lelaki itu. Meski hanya candaan, bagi Letta itu pantas sama sekali. Terlebih harusnya Nathan tak seharusnya bersikap begitu.“Sebaiknya kamu jangan menyia-nyiakan Jenna, Nathan. Dia sahabatku yang sangat berharga! Awas saja kamu sampai berselingkuh darinya!” tegas Letta.“Ya Letta, aku tahu,” balas Nathan.‘Meski sebenarnya aku merasa ragu belakangan ini.’Setelah Nathan selesai makan, Letta mencuci semua piring kotor terlebih dahulu sebelum meninggalkan rumah Nathan. Tak lupa Letta juga laporan kepada Jenna bahwa ia sudah pergi dari sana agar tidak menimbulkan salah paham.“Aku pulang dulu, Nathan,” ucap Letta sambil menggendong ransel kecilnya.Ba

  • Obsesi Gila Suami Sahabatku   Pinjaman Uang

    “Nathan, kenapa melihatku seperti itu?” ucap Letta lirih.Saat ini, Letta tengah terperangkap di kediaman sang sahabat, Jenna. Niatnya, siang ini dia ingin meminjam uang pada Jenna untuk membayar hutang keluarganya pada rentenir. Namun sialnya, begitu sampai di rumah Jenna, wanita itu justru tidak ada di rumah. Padahal, sebelumnya Jenna mengatakan ia ada di rumah.Lebih sial lagi, Letta justru dihadapkan dengan Nathan, suami Jenna, yang kali ini bersikap cukup aneh padanya.Sejak Letta datang, pria itu sudah menatapnya dengan aneh. Bahkan, terlihat seperti ingin memangsa Letta. Padahal, biasanya tidak pernah seperti itu.Pria itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan Letta, dan terus menatapnya dengan aneh.“Nathan, kira-kira Jenna akan pulang pukul berapa?” tanya Letta lagi.Nathan tampak menghela napas ringan, lalu menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu, Letta. Dia pergi sejak pagi dan tidak ada kabar lagi.”Letta terdiam sejenak, lalu berkata, “Begitu ya? Kalau gitu aku pamit saj

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status