LOGINLetta yang sedang menata piring itu sedikit melirik ke arah Nathan. “Tentu saja memasak. Jenna sudah menghubungiku untuk memasak untukmu. Untung kemarin aku siapkan beberapa lauk yang sudah siap masak,” sahut Letta.
Ia yang hendak mengambil air itu berbelok arah menuju meja makan. Di sana, Letta sudah menyiapkan segala lauk di atas piringnya. Melihat ayam dan dan juga adanya sayur sop membuat Nathan sedikit terenyuh. ‘Letta bahkan lebih tahu makanan kesukaanku,’ batin Nathan. Sembari makan, Nathan sempat beberapa kali curi pandang ke arah Letta yang masih sibuk di dekat kompor. Dia lebih telaten untuk urusan dapur, dan juga sangat cekatan apabila diminta apapun. ‘Kalau di ranjang, dia sehebat apa?’ batinnya. Pikiran sekilas itu membuat makanan yang tengah Nathan kunyah tersedak dalam tenggorokannya. Dengan rasa perih ia terbatuk-batuk sampai harus memukul dadanya karena ayam yang tersangkut di sana. “Kamu tak apa, Nathan?” Letta menoleh dan melihat Nathan kesulitan. Ia segera mengambil teko air beserta gelas yang ada. Baru saja ia menyerahkan segelas air kepada Nathan, tanpa sengaja Letta menyenggol teko dan tumpah ke baju sampai celananya. “Astaga!” Letta kaget. Nathan yang baru saja menelan air itu juga kaget melihat Letta yang basah akibat salahnya tersebut. Sontak dia berdiri dan hendak mendekati Letta. Namun, Letta langsung menjaga jarak, waspada kepada Nathan. Langkahnya yang berhenti, menyadari bahwa dia tak seharusnya bertindak lebih jauh. “Aku coba cari baju Jenna yang tak terpakai. Sepertinya ada beberapa di gudang,” ujar Nathan. Sedikit tergesa, Nathan yang sampai gudang memilihkan baju kepada Letta. Ia yang sudah memegang celana panjang Jenna itu berhenti, saat melihat ada rok lama Jenna yang sempat ia belikan, namun tak pernah dipakai oleh Jenna. Hati Nathan terasa sakit lagi. Ia memegang rok itu, dan terdiam selama beberapa saat. Sambil mengepal rok itu, Nathan dengan dirinya yang uring-uringan membawanya dan meninggalkan celana panjang tadi. Dengan cepat ia menyodorkan pakaian tersebut kepada Letta, dan memberikan handuk lama yang juga sudah dipakai oleh Jenna. “Ganti bajumu. Nanti kamu kedinginan,” ucap Nathan. “Terima kasih, Nathan. Maaf merepotkanmu,” ujar Letta. Wanita itu berjalan menuju kamar mandi yang ada di lantai satu. Nathan awalnya memperhatikan, tetapi ia segera mengalihkan pandangan dengan lanjut menyantap makanan yang ada. ‘Bagaimana penampilan Letta memakai pakaian Jenna?’ batinnya. Tak berselang lama, Letta keluar dengan pakaian gantinya. Tetapi, ia tampak menutupi bagian depannya dengan pakaiannya yang sudah dilipat karena basah tersebut. Nathan tertegun. Baju Jenna sangat ketat di badan Letta. Bahkan rok itu membentuk indah pinggul wanita yang ada di depannya. Ia sampai berhenti mengunyah dan hanya bisa terdiam selama beberapa saat. “Cantik sekali,” gumam Nathan. “Nathan. Apa kamu tak punya baju lain? Aku rasa ini kekecilan,” pinta Letta. Nathan yang masih terpaku memandangi Letta itu membuat Letta merasa sedikit tidak nyaman. “Nathan!” Dengan suara agak tinggi, Letta memanggil. Terkejut Nathan mendengar panggilan Letta. Ia melihat ekspresi wajah Letta yang tampak risih tersebut. “Tak ada baju lain selain ini?” Letta kembali melontarkan pertanyaan. “Oh, tidak. Kamu pakai itu saja. Kamu cocok dengan baju itu,” Nathan menjawab. Letta awalnya hanya melirik dengan tatapan tak percaya. Namun, tampaknya dia langsung abai dengan segera. Letta meletakkan pakaian basahnya di dekat ransel, dan kembali mengurusi masakannya yang baru setengah matang. Dari belakang, Nathan menatapi tubuh Letta yang terbentuk bak gitar spanyol. Wanita yang biasanya berpakaian seadanya dan bahkan terkesan sangat kebesaran, kali ini bisa ia lihat berpenampilan cuku feminim. Ini membuat Nathan terpesona. ‘Dengan tubuh seindah itu, akan seperti apa rasa Letta?’ batin Nathan. Lagi-lagi, pikiran buruk yang muncul itu membuat Nathan terkesiab. Ia menampar wajahnya dengan keras sampai bunyinya membuat Letta berbalik badan. PLAKHHH. “Nathan? Kamu kenapa?” kejut Letta. Dengan tergagap, Nathan memandang ke arah Letta, “Tidak, Letta, tidak ada,” sahut Nathan. Awalnya Letta khawatir, tapi, dia langsung mengabaikannya. Nathan merasa malu pada dirinya sendiri. Ia berkali-kali berpikiran hal buruk pada sahabat istrinya sendiri. Ponsel Nathan berdering, ia segera menjawab panggilan yang dimana itu adalah istrinya sendiri. (“Sayang…..”) Suara Jenna membuat Nathan membeku. “Iya?” balasnya. (“Hari ini kan aku ada acara penting. Nah, aku perlu dana kamu.”) Suara Jenna terdengar semakin manis. Nathan terdiam. Pikirannya berlari ke hari-hari sebelumnya setiap kali Jenna berbicara dengan nada manis begini. Ada yang dia inginkan, dengan daya tarik suaranya yang biasanya selalu berhasil membuat Nathan luluh. (“Sedikit saja. Hanya 3 M. Aku perlu untuk keperluan bahan. Katanya kalau aku beli sekarang, aku dapat harga member.”) Dugaan Nathan sangat tepat. Ia sekarang mengerti. Jenna menghubunginya duluan, bahkan bicara dengan suara yang tidak biasanya hanya karena ada maunya saja. Jenna terlalu memanfaatkan dirinya. “Apa dengan aku memberikan dana, kamu bisa memberikan aku waktu lebih banyak?” Nada suara Nathan yang kini berubah. (“Apa? Waktu apa, sayang? Aku selalu bersamamu,”) Jenna makin mencoba memelas. “Seminggu kedepan, luangkan waktumu. Aku ingin bersamamu seminggu penuh,” pinta Nathan. (“Apa?! Kamu gila? Aku ada meeting luar kota yang tidak bisa aku tinggalkan!”) Jenna berubah seketika setelah Nathan meminta sekedar waktu kepadanya. Nathan diam sejenak. Ia mengepalkan tangan menahan emosinya. Selama ini ia juga marah, tetapi selalu ditahan karena berusaha mengerti posisi sang istri. “Kalo begitu, aku tidak bisa,” sahut Nathan. (“Arghh. Nathan! Jangan bermain-main, aku ini perlu uang sekarang! Apa kamu tidak bisa mengerti posisiku sekarang ini?!”) Jenna sudah marah-marah di seberang sana. Nathan tak lagi luluh dan tak lagi mengalah dengan perilaku Jenna. Ia sudah merasa diinjak selama ini. Bahkan suara Jenna yang marah itu terdengar oleh Letta yang ada di satu ruangan yang sama dengan Nathan. Setelah selesai marah, Jenna mengatakan satu kalimat yang membuat Letta terkejut. (“Kalau begitu, aku takkan pulang selama seminggu kalau kamu tak mengirimikanku uang itu!”) tegasnya, dan panggilan berakhir begitu saja. Letta yang sedang mengelap tangannya setelah dicuci itu hanya bisa melotot mendengar rengekan Jenna. ‘Padahal Nathan hanya minta waktu saja. Dimana lagi bisa dapat 3 M hanya dengan memberi waktu? Kalau itu aku, sebulan pun akan kuberikan.’Letta tak bisa tidur semalaman. Tubuhnya terasa panas. Ia ingin meronta, namun tak bisa. Mulutnya yang ditutup dan kaki serta tangan yang tak bisa bergerak membuat Letta seperti seorang tahanan yang dipaksa tak bergerak.‘Apa obatnya masih belum hilang juga?!’ kesal Letta dalam hatinya.Hingga, ia melihat pria di sebelahnya mulai bangun, lalu memandangi Letta dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya. Ia tersenyum dengan lebar, seorang yang merasa puas melihat sang istri tersiksa semalaman dengan gairah besar tanpa ada yang mengobati.“Morning, Darling. Bagaimana malammu?” tanya Nathan, tanpa rasa bersalah kepada Letta.Letta tak bisa menjawab, mulutnya yang tertutup dengan kain itu membuatnya tak bisa memberikan jawaban.Tangan Nathan keluar dari selimut, lalu memegang paha Letta dan mengelusnya dengan lembut. Letta langsung merasakan setruman yang mebuatnya semakin tak bisa menahan diri.“Hmmm, sepertinya efeknya belum hilang, ya?” tanya Nathan, dengan begitu tenang.Letta menitikka
“Entah, mereka punya jalan masing-masing, dengan pilihan yang mereka inginkan,” sahut Nathan sambil mengaduk kopi.Letta yang sedang duduk di meja makan sambil memegang gelas dengan coklat hangat itu sebenarnya tak percaya apa yang dikatakan oleh Nathan. Meski dia mengatakan dengan ucapan yang meyakinkan, Letta tak yakin Nathan menceritakan semuanya dengan baik.“Memang, kenapa kamu sampai penasaran dengan nasib mereka?” tanya Nathan, yang berjalan berbalik badan menuju ke arah Letta yang duduk di sana.“Hmm, entah. Aku hanya penasaran. Aku kira, mereka akan hidup tenang setelah semua ini.” balas Letta.“Haha, tentu saja tidak,” Nathan tertawa.Pria itu duduk di sebelah Letta, lalu meletakkan tangannya di paha Letta yang mulus, dan terekspos sempurna karena permintaan Nathan.“Tapi, kenapa mereka terdengar mendapatkan hidup untuk memenuhi gaya hidup mereka?” Letta mempertanyakan.“Jelas tidak, Darling. Hidup dengan cara seperti mereka sama saja dengan mempertaruhan hidup mereka sendir
Fredd menciumi bibir Rosie dengan begitu ganas, ia membuat Rosie terlarut dan sempat lupa sejenak dengan apa yang hendak dilakukan mereka.Fredd memegang kedua bokong Rosie, dan membukanya dengan lebar. Merasakan ada benda kenyal yang menyentuh lobang belakangnya, membuat Rosie terkaget dan hendak menghalangi.“Tu- Tunggu!” Rosie menoleh dan mencoba mencegahnya.Ken yang tahu bahwa akan terjadi suatu penolakan, ia segera naik ke atas kasur, berdiri dan menyumpal mulut Rosie dengan miliknya. Ia pegang kepala Rosie dan mulai memompa.Harry yang sudah melihat bahwa kedua temannya mengalihkan perhatian Rosie, segera berusaha memasukkan miliknya ke dalam lubang paling kecil nan sempit itu.“Ukhhh!!” Rosie berusaha mendorong Ken yang masih memompa mulutnya. Namun, semakin ia berusaha melepaskan milik Ken dari mulutnya, Harry sudah berhasil menyusup ke belakang dan membuat bagian belakang Rosie terasa begitu perih. “Haha! Its good! C’mon!” seru Harry.Mereka bertiga secara bersamaan memomp
Rosie merasa terluka dikatai begitu. Pekerjaan mereka sama, meski uang yang dihasilkan berbeda jauh. Bahkan Andy juga bersedia melayani pria, karena bayarannya bisa jauh 2 sampai 3 kali lipat dari yang biasanya didapatkan.“Padahal dia juga sama!” gerutu Rosie yang merasa kesal.Ia bangun dari kasur dan segera mengambil barang-barangnya. Ia marah dan kesal telah dikatai begitu oleh Andy tanpa pikir panjang lebih jauh. Ia lebih tak senang dikatai hal seperti ini oleh seseorang yang akhirnya menjadi satu-satunya tempat bagi Rosie untuk berpulang.Dengan raut wajah yang tertekuk, Rosie berjalan pergi menuju ke hotel tempat para pria yang sudah menyewanya itu datang.Ia masuk ke dalam ruangan hotel, dan melihat bahwa kasur yang dalam sana berukuran size king. Yang berarti, mereka orang-orang kaya yang punya banyak uang untuk menyewa kamar sekelas ini.Sambil tersenyum miring, Rosie melihat ke sekitar dengan tatapan yang puas.‘Mereka pasti kaya. Tak mungkin mereka takkan memberikanku bonu
Letta hanya tertawa setelah mendengar ucapan Nathan. Ia tahu, bahwa sekarang Nathan bersemangat setelah mendengar Letta menawarkan diri. Melihat sorot mata Nathan yang tampak menggebu, Letta merasa senang.“Apa kamu mau mampir ke mall sebentar?” ajak Nathan.“HA? Untuk apa? Kalau shopping, sepertinya aku tak perlu,” Letta menolak.“Tidak, Darling. Kamu bilang ingin makan donat, kan? Kamu tak ingat?” Nathan mengingatkan dengan senyumannya.Letta baru saja teringat. Ia sendiri bahkan tak sadar pernah meminta itu pada Nathan. Melihat bagaimana Nathan ingat pada apa yang dia inginkan, membuat Letta merasa tersentuh. Karena itu berarti, dirinya berarti bagi Nathan.Setibanya di mall, mereka mulai melangkah masuk, dan Nathan menunjukkan tempat-tempat enak yang dia jelaskan dengan begitu detail.Di tengah penjelasan Nathan yang begitu panjang, Letta baru saja teringat sesuatu. Kalau selama ini Nathan selalu sibuk dengan pekerjaannya, bagaimana mungkin dia bisa tahu soal makanan-makanan enak
Nathan yang tadinya hanya menanggapi dengan santai itu menoleh ke arah Letta dengan kedua bola mata yang membesar. Ia tahu betul, bahwa wanita sekarang tengah dilanda rasa cemburu yang membara.“Darling, don’t be jealous of her. Kamu bahkan tak bisa dibandingkan, apalagi oleh wanita yang bahkan orangnya saja tidak terkesan lebih baik.” Nathan memberikan cubitan pelan pada pipinya, untuk menenangkan Letta yang masih terbakar api cemburu. Bohong kalau Letta tak marah. Ia selama ini memang selalu bersama Nathan. Di pagi dan siang hari, bahkan dari sebelum membuka mata dan sebelum menutup mata, Nathan selalu berada di sebelahnya.Namun, tahu bahwa Nathan ternyata juga dicoba didekati oleh wanita lain membuat Letta menyalahkan dirinya sendiri yang tak mengenal baik bagaimana suaminya.“Tapi aku tidak suka, Nathan. Lihat dia barusan. Dia bahkan sengaja bertindak begitu centil, untu menarik perhatianmu!” kesal Letta.“Hahaha. Tenang saja, Darling. Aku tak pernah menyukainya. Mau dia bersik







