Share

Ingatan

“Apa yang terjadi pada putriku? Cepat katakan!” Pria berkumis itu memperlihatkan raut wajah gusar. Dia adalah Duke William Shancez, seseorang yang tiba-tiba mengaku sebagai Ayah dari Liora. “Kenapa dia tidak bisa mengingat kami bahkan aku, ayahnya yang imut ini?” imbuhnya terisak dengan kepala bersandar di pundak istrinya, Ducess Diana Shancez.

Jemari lentik Diana membelai lembut kepala William, berusaha menenangkan meskipun dia juga butuh ditenangkan. Wajah cantiknya terlihat begitu sayu meskipun yang paling histeris adalah sang suami.

Matthew, seorang Dokter berkacamata bulat berantai emas mulai menjelaskan dengan seksama, “Setelah saya melakukan pemeriksaan, saya mendapatkan diagnosa untuk saat ini, yaitu ... amnesia.”

Semua orang di ruangan berdengung kaget.

“Amnesia?” William merasa asing dengan nama penyakit tersebut.

“Amnesia adalah kondisi di mana seseorang tidak bisa mengingat informasi, pengalaman, atau kejadian yang pernah dia alami sebelumnya. Ini adalah kondisi langka yang juga baru pertama kali saya temui. Bisa dikatakan dia sedang kehilangan ingatannya. Benturan keras saat terjatuh di sungai yang diterima kepala dari bebatuan besar di sungai itu bisa menjadi penyebabnya." Matthew memberikan penjelasan dengan serius.

“Jadi maksudmu, putriku yang berharga tidak memiliki ingatan apapun tentang kehidupannya selama ini? Bahkan dia juga tidak bisa mengenali kami dan jati dirinya sendiri?” William kembali bertanya dengan wajah tidak percaya.

Matthew mengembuskan napas berat kemudian menundukkan sedikit kepala, “Benar, Duke,” jawabnya.

Diana seketika menangis tersedu dan pilu.

William praktis memeluk pundak istrinya dan beralih memberikan tatapan tajam kepada Matthew, penuh kuasa. Berbeda dengan ekspresi sebelumnya yang mana dia begitu rapuh seperti Hello Kitty, dia kini berubah lebih ganas seperti Saitama, “Apakah tidak ada obat untuk menyembuhkannya?”

Matthew bergeming untuk sesaat sebelum akhirnya menggeleng pelan, “Dasar kesehatan kita saat ini masih belum memiliki obat untuk penyakit langka tersebut. Akan tetapi, saya akan mengajukan penelitian kepada istana agar bisa menemukan obatnya. Saya juga akan meminta bantuan kepada menara sihir agar mereka bersedia membantu.”

Istana? Menara sihir? Liora yang juga berada di dalam ruangan dan mendengar kata-kata itu menjadi semakin gila.

“Lalu apa yang harus kami lakukan?” Kini Diana yang berbicara sambil menahan isaknya.

“Anda hanya harus melakukan pendekatan kepada Lady secara bertahap. Dengan itu … saya harap Lady Cannaria akan segera pulih dan mengingat semuanya.”

Liora yang sejak tadi termenung dan sibuk memikirkan seberapa gilanya dia, tiba-tiba mendapatkan kesadarannya, “Tunggu! Kamu bilang siapa tadi? Katakan siapa namaku?”

“….”

Sedikit ada keheningan untuk sesaat.

Dengan wajah keheranan, Matthew kembali membuka suara, “Nama Anda adalah Lady Cannaria Swan."

Liora terhenyak seolah-olah pernah mendengar nama tersebut. Nama yang tidak asing dan masih terasa segar dalam ingatan. Saat dia kembali mendapatkan ingatan itu, bola matanya seketika membeliak lebar.

"APAAAH?!"

***

Satu pekan berlalu.

Liora duduk sambil memeluk kedua kaki di depan perapian. Berselampir selimut bulu yang membungkus pundak, dia hanya termenung dengan pandangan kosong lurus ke depan, menatap gerakan api yang menari-nari seakan sedang menertawai absurditas dan kekonyolan yang terjadi.

"Akkhhh!" Liora memekik lirih seraya menekan rambut dengan kedua tangan. Dia merasa bingung, gelisah, gundah, dan gulana.

Liora Belladona, aktris cantik yang tiba-tiba terlempar di dunia antah berantah dan terperangkap di zona waktu yang berbeda saat baru bangun tidur.

Gila, kan? Sangat!

Tidak masuk akal? Tentu saja!

Semua yang terjadi pada Liora memang sebuah kegilaan di luar nalar yang hanya terjadi dalam dunia fantasi.

Keanehan kembali memporak-porandakan akal sehat Liora saat dia menyadari jika tubuhnya merasuki sebuah film yang dia bintangi.

Bloody Roses, film yang diadaptasi dari novel dewasa bergenre tragedi, thriller, dan dark yang memiliki akhir kematian mengenaskan bagi sang tokoh penjahat. Seakan tidak puas sampai di situ, dia lah yang menempati tubuh sang penjahat itu sendiri, Cannaria Swan.

"Hahaha!" Liora tiba-tiba tertawa seperti bajingan yang mendapat lelucon tidak lucu.

Pada awalnya, Liora tidak menerima kenyataan bahwa dirinya masuk ke dalam dunia film yang dia bintangi dan berlatar Eropa abad pertengahan. Dia pikir semua itu hanya mimpi, hingga hari demi hari berlalu dan dia tak kunjung bangun dari mimpinya.

"Tidak ada kamera, tidak ada para penggemarku, tidak ada media sosial, tidak ada musik, tidak ada pizza favoritku, dan tidak ada latte berselimut caramel manis yang meleleh di atasnya. Apa aku bisa hidup dengan situasi primitif macam ini? Yang benar saja!" keluhnya dengan kepala berdenyut-denyut sebelum beranjak dan melangkah terhuyung.

"Dan juga, apa wajah ini sungguh masuk akal?" Liora telah berdiri di depan cermin dilengkapi keterpukauan saat melihat pantulan wajah yang bukan miliknya. Meski sudah satu pekan berlalu, Liora masih belum terbiasa dengan wajah itu.

Cannaria Swan, karakter antagonis yang diberkati kecantikan yang murni dan polos. Bulu mata panjang melengkung seperti lekukan yang menarik perhatian setiap kali mereka berkedip, rambut pirang kemerahan yang kontras dengan kulitnya yang putih, dan manik mata emeraldnya lebih jernih daripada permata mana pun.

Kecantikan yang tidak manusiawi, sama seperti akhir hidupnya, tidak manusiawi.

Meskipun Liora merasa terberkati karena karakter Cannaria memiliki latar belakang yang terbuat dari sendok berlian dan kedua orangtua yang sangat menyayanginya, tetapi akar masalahnya ada pada takdirnya, yaitu menjadi sang antagonis yang akan berakhir dengan tragis. Semua orang menyebutnya penjahat terburuk dalam sejarah yang mencelakai orang lain karena kecemburuan.

Mungkin karena sejak kecil Cannaria hidup dalam kemewahan dan merasa memiliki segalanya hingga berambisi untuk memiliki apapun yang diinginkan. Akibatnya, dia pun mendapat hukuman yang pantas bagi seorang penjahat, terkurung di penjara bawah tanah yang dingin dan gelap dengan kondisi tidak memiliki tangan dan kaki.

Ya, itu adalah sedikit cuplikan film yang diadaptasi dari novel yang dimainkan oleh Liora di kehidupan sebelumnya. Semuanya sudah tertulis dengan jelas di dalam skenario dan masih segar dalam ingatan bagaimana alurnya.

Dengan wajah putus asa, Liora berbaring di ranjang dengan kepala yang masih berdenyut-denyut, "Dari sekian banyak peran, mengapa aku harus masuk ke dalam tubuh pemeran antagonis yang memiliki ending mengenaskan itu, huh?"

"Apa karena aku adalah aktris yang memainkan perannya di kehidupanku sebelumnya?" Liora menerka-nerka.

"Oh, Evaa ... mendadak aku jadi begitu merindukanmu," monolognya lagi sambil menangis. Dia tidak pernah merasa serindu ini kepada Eva, menejer yang gemar dia bully.

"Lalu apa aku juga akan mengalami takdir buruk yang sama dengannya, seperti Cannaria 'yang asli'?" Pandangannya kosong tertuju pada langit-langit dengan ukiran artistik yang begitu detail dan berseni tinggi.

"Oh Tuhan, tidak adakah yang bisa kulakukan?" Dia mulai berpasrah dan menghirup napas dalam.

Setelah memasrahkan semuanya dan beberapa saat merenungi nasib, Liora tiba-tiba terlonjak duduk seolah-olah tersambar ilham, "Tunggu dulu! Sepertinya aku mengingat sesuatu."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status