Abimana mengangkat sebelah alisnya, dia tersenyum, "Jadi kamu menghindar dariku karena marah ponselmu hilang."Renata menghela nafas, kepalanya menoleh, tatapannya begitu dingin dan acuh, "Cepat kembalikan ponselku! Ini sudah hampir tiga hari, ada hal penting yang harus aku lakukan."Abimana menaruh cangkir teh dengan cukup keras. Dia ingin menahan Renata, setidaknya sampai satu minggu. Abimana berdehem, lalu bertanya, "Apa?"Renata mengalihkan pandangan, "Itu urusanku!"Abimana bersandar dengan malas, tatapannya begitu sayu, "Kemari!" ujarnya sambil menepuk sofa di sebelahnya.Renata berdecak kesal, "Abi!!"Abimana mengulang ucapannya dengan lembut, "Kamu ingin ponselmu kan? Kemari dulu."Renata pun menghela nafas panjang, lalu bangun dan menghampirinya dengan enggan. Wanita itu menjatuhkan bokongnya cukup jauh darinya.Abimana tersenyum lembut lalu menarik pinggang wanita itu dan mencoba mengalihkan pembicaraan. "Jauh sekali si!" ujarnya dengan nada menggoda.Renata mencebik, mereka
Renata terus berjalan sambil mencengkram gaunnya. Dia berpura-pura tidak mendengar.Mata Abimana berubah dingin, dia langsung berjalan cepat dan menarik lengan Renata hingga mantelnya terjatuh. Wanita itu pun terhuyung dan menabrak dada bidangnya. Bulu mata Renata bergetar saat matanya bertemu dengan mata Abimana yang memancarkan kemarahan. Dia pun menelan ludah, "Apa?"Abimana menyipitkan matanya lalu bertanya dengan nada dingin, "Kenapa menghindar? Hmmm?"Wajah Renata memucat, dia menarik tangannya. Namun Abimana mencengkramnya dengan kuat, seolah-olah ingin meremukan tulangnya, "Lepas!" ujarnya lirih.Abimana menyentak pinggang Renata dan menekannya kuat. Wajahnya begitu dingin dan datar, namun matanya memancarkan obsesi dan kegilaan. "Apa kamu ga tahu Ren? Aku hampir gila saat tidak melihatmu di kamar. Kamu kenapa sih selalu bikin aku kesal!" ujarnya dengan posesif.Dada Renata terasa sesak, seperti ada batu besar yang menindihnya. Dia yang begitu berani kini merasa takut, "Bukank
Menyadari bahwa Dona dan Dayana terlihat aneh, Nabila langsung curiga. Dia memiringkan kepalanya lalu berkata, "Apa yang kalian rencanakan?"Dona mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum simpul, "Kamu anak kecil! Sstts!" Melihat Dona dan Dayana tertawa, Nabila memalingkan wajahnya dengan kesal.Di lain tempat, sebuah mobil memasuki gerbang. Seorang pria dengan aura dingin dan dominan turun sambil melihat jam tangannya. Sekarang sudah jam dua pagi. Saat memasuki rumah, dia merasakan bahwa jantungnya berdebar dan sedikit gugup. Dia bahkan sedikit berlari saat menaiki tangga, seolah-olah sedang tergesa-gesa. Di depan pintu, Abimana sedikit merapikan penampilannya dan wajahnya tampak berseri. Walaupun orang yang dia temui pasti sudah tertidur lelap. Abimana memutar gagang pintu dan wajahnya yang berseri mendadak muram. Pria itu tertegun saat ranjangnya begitu rapi, sepi dan dingin. Ini seperti dejavu!Abimana melonggarkan dasinya dengan ekspresi mengerikan. Dia perlahan masuk dan lang
Abimana meletakan cangkir di meja dengan cukup keras, auranya yang dominan membuat semua orang menahan nafas. Dia berkata dengan dingin, "Aku bisa membuat Renata melepaskan kesempatan ini," ujar Abimana dengan penuh percaya diri.Mikayla mencoba menahan diri, dia tetap mempertahankan keanggunannya namun sorot matanya begitu dingin, "Kami ingin Renata sendiri yang memutuskannya. Runway-nya tinggal satu minggu lagi, semoga kita bisa mendengar kabar baik."Abimana terlihat acuh tak acuh, dia berkata sebelum bangun, "Kita lihat saja nanti!"Abimana pergi di ikuti Reino. Mikayla menatap dingin punggung Abimana yang mulai menjauh. Dia melirik ke arah Angela, "Jangan khawatir. Renata pasti akan tetap bersama kita!"Wajah Angela terlihat sedih, "Apapun yang terjadi, Bu Mikayla tidak boleh melepaskan Renata. Dia tidak bahagia menikah dengan pria itu."Mikayla mengesap tehnya, sebelah alisnya terangkat. Mikayla pasti lebih tahu dibandingkan orang lain.Kehadiran Abimana di kantor agensi itu cuk
Abimana yang sedang memeluk tubuh Renata merasa terganggu. Wajahny berubah masam dan langsung berdecak, "Satu jam lagi!""Baik!" jawab Reino dari balik pintu.Renata merasa cukup lega, akhirnya Iblis itu akan segera pergi.Abimana mengelus kepala Renata, lalu mengangkat dagunya, "Aku ada urusan."Renata mengangguk patuh, dia bahkan berusaha tersenyum. Senyuman palsunya terlihat begitu jelek. Tapi di bandingkan dengan teriakan, senyuman palsu itu masih bisa di terima. Hanya saja, Abimana masih belum melepaskannya. Tangannya menyusuri punggungnya dan membuat Renata merasa geli. Wajah wanita itu langsung memerah dan tubuhnya menegang. Pria itu berbisik, "Selama kamu menurut, aku akan memperlakukan kamu dengan baik!"Renata memejamkan matanya dan menyembunyikan kebenciannya. Dia menjawab dengan singkat, "Ya!"Abimana bangun dan memakai celananya. Namun sebelum dia pergi. Dia duduk di sisi ranjang dan melepas cincin di jari kelingkingnya, "Ulurkan tanganmu?"Melihat cincin pernikahannya,
Dona memeluk tubuh Dayana dan menepuk punggungnya, "Kamu tidak perlu khawatir. Kamu fokus saja dengan pertunjukanmu. Selebihnya itu urusanku," ujar Dona dengan lembut. Wanita paruh baya itu menyipitkan matanya seperti sedang merencanakan sesuatu. "Baik Tante," ujar Dayana dengan lirih. kedua tangannya terkepal dan matanya dipenuhi kilatan licik. Dayana telah mempertaruhkan segalanya, baik itu karir ataupun harga dirinya. Tidak mungkin dia tidak mendapatkan apa-apa. Di sisi lain. Aroma makanan yang begitu lezat masuk ke dalam indra penciuman Renata. Wanita yang sudah tidur beberapa jam itu pun menggeliat, dia mengucek matanya pelan dan bangun sambil meregangkan tubuhnya yang pegal. Perutnya langsung menjadi lapar saat matanya tertuju pada berbagai makanan yang tersaji di meja dorong di samping ranjangnya. Dari makanan pembuka sampai makanan penutup. Di melihat kesekeliling, lalu menarik selimutnya ke atas. Wajahnya tampak antusias, tangannya terulur dan mengambil sepotong pa