"Ah ..."
Grace langsung berjengit begitu merasakan jemari Marvel mulai mengoleskan salep antiseptik pada luka jahitan di keningnya."Apa masih terasa perih?" tanya Marvel memberi perhatian, kemudian diindahkan gadisnya dengan anggukan pelan."Tidak apa-apa, kamu tahan sebentar ya."Setelah selesai mengoleskan salep, Marvel pun meniup-niup sebentar luka tersebut agar rasa perihnya berkurang. Baru setelah itu, ia beralih menutup luka jahitan tersebut dengan kasa steril dan hansaplast yang baru. la melakukannya dengan sangat hati-hati dan telaten, tak ingin sampai gadisnya merasa kesakitan."Sekarang kamu tidur ya, sudah malam," ujar Marvel selagi membantu Grace untuk berbaring di atas ranjangnya.Meskipun kecelakaan semalam hanya menciptakan robekan pada kening serta memar di siku dan tempurung lututnya, tapi sejatinya Grace merasakan sekujur tubuhnya kini begitu remuk-mengingat bagaimana ia jatuh berguling di tangga dan membentur dinding hingga tak sadar"Tidak apa-apa," ucap Marvel menenangkan selagi mengelus lembut punggung tangan Graxe yang memeluk erat perutnya."Ya udah deh, sekarang kita let's gooo!!" seru Grace langsung bersemangat.Pun detik itu juga, Marvel menancap gas jetski dengan kecepatan penuh sehingga membuatnya seolah-seolah membelah lautan, Grace yang takut spontan memejamkan matanya sambil memeluk tubuh Marvel erat-erat."Sayang, jangan takut," celetuk Marvel setelah melirik sekilas wajah Grace yang sangat tegang."Om, kalau ngendarain jetski ngebut-ngebut kayak gini nanti ditilang Nyi Roro Kidul loh!" seru Grace entah dapat pemikiran dari mana.Marvel yang mendengar itu lantas terkekeh."Justru kalau pelan-pelan, tidak kerasa sensasinya. Jadi, ayo dibuka matanya. Lautnya indah sekali."Setelah Marvel membujuk, Grace pun mulai membuka matanya kembali dengan perasaan ragu-ragu."Gimana? Indah bukan?" tanya Marvel, sementara Grace menanggapinya dengan anggukan.Marvel bis
Grace kembali mengangguk, lalu memeluk perut Marvel begitu erat sembari membenamkan wajahnya pada dada bidang pria tersebut. la merasa jauh lebih tenang sekarang."Good night, Princess." Marvel mengecup sekali lagi pucuk kepala Grace.Baru setelah merasa Grace sudah benar-benar kembali ke alam mimpinya, Marvel mulai berbisik, "aku minta maaf untuk hari ini, Sayang.""Aku benar-benar minta maaf.""Semua terjadi begitu saja."**"Van, coba tebak! Isaac Newton kalau sedih jadi apa?""Apa?""Isaac Tangis, xixixi ngakak abiezzz!""Apaan sih, Graxe?!" Yvan meletakkan pulpennya, kemudian melirik Grace dengan tatapan tajam dan tak ketinggalan ekspresi julid bukan main."Yeu ... santai dong mukanya!" seru Grace refleks memukul muka Yvab dengan buku tulisnya, "kamu udah kayak ibu-ibu kompleks yang sewot gara-gara tetangganya punya mobil baru.""Ketawa kek, ini lucu abiez loh xixixi," imbuhnya sambil menyiku lengan Yvan, sementara yang dis
Mengingat ia adalah mantan ketua tim basket, tentu saja itu hal yang sangat sepele."Mau?" Grace memberi penawaran setelah Yvan menyusul ke tribun dan duduk di sampingnya.Yvan tampak mengangguk, lalu mengambil alih minuman Grace dan mulai menyeruputnya. Sementara itu, Grace yang peka lantas menyugar poni Yvan ke belakang, lantas menggunakan ujung dasinya untuk menyeka keringat di kening anak laki-laki tersebut."Ih, di sini ada jerawat," kekeh Grace seraya menunjuk jerawat di dahi Yvan yang kelihatannya baru muncul, masih kemerah-merahan.Yvan yang diledek seperti itu tentu saja malu, ia buru-buru mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "ini minuman kok rasanya kayak umbi cilembu?""Ini rasa taro, Yvan. Sini pinjam minumannya bentar," pinta Grace, kemudian sengaja menempelkan cup minuman dingin itu pada jerawat Yvan, "ditempelin yang dingin dingin, biar tidak meradang jerawatnya. Nanti di rumah sering-sering dikompres pakai air es, sekarang pakai seadanya d
"Ya sudah ... yang ketiga Selena Gomez.""JAHAT BANGET SIH!!" murka Grace, spontan mencubit lengan Marvel hingga membuat pria itu sukses berjengit"Tadi kan kamu yang minta ak-""Aku itu lagi ngetes kamu!" potong Grace ketus."Seharusnya jawabannya tetap Grace, tidak boleh diganti-ganti! Kamu tidak punya pendirian."Oke-oke, maaf ya." Marvel menghela napas panjang, berusaha untuk sabar dan tetap tersenyum, "aku ulangi ... cewek paling cantik di dunia menurut aku nomer satu Ibuku, nomer dua Bunda mertua, nomer tiga Grace.""IDIH DIH, MAKSA BANGET SIH?!""Sayang? Kok aku jadi serba salah begini?""Ya emang. Cowok kan selalu salah."Marvel lagi-lagi menghela napas, merasa tertekan dan jadi agak frustasi. Remaja puber kalau moodnya lagi kumat memang sangat berbahaya. Lebih ganas dari singa dan bahkan lebih menyeramkan dari tuyul kembar tiga."Kalau begitu, aku minta maaf ya sama kamu," tutur Marvel selembut mungkin. Grace mengerutkan ken
"lya," balas Grace sontak membuat Marvel menjentikkan jarinya penuh semangat seolah baru saja mendapat jackpot.Pria itu lantas ikut menaruh es krimnya di car seat gap, lalu bergegas membuka dashboard mobil, mengambil sesuatu yang tersimpan di sana untuk selanjutnya diberikan kepada Grace."OMG! OMG!" Grace terkesiap, spontan menutup mulutnya."Ini hape baru? Buat aku?"Marvel mengangguk."Hape lama kamu rusak karena waktu itu tidak sengaja kujatuhkan. Di kantor aku merasa risau karena tidak bisa menghubungimu. Aku tidak tahu keadaanmu, itu membuatku cemas dan tidak fokus bekerja."Tidak hanya Marvel, Grace pun juga merasa susah semenjak ponselnya rusak. Itu cukup mengganggu kegiatan kampusnya, ia jadi tidak bisa browsing materi, tidak bisa minta kirim jawaban PR Yvan, tidak bisa scroll TikTok, tidak bisa nonton drakor dan masih banyak lagi. Awalnya ia berniat untuk membeli ponsel baru dengan uang tabungannya di akhir pekan, tapi ternyata Marvel bergera
"Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, 'kan?"Awalnya Grace terlihat ragu, namun setelah Marvel memberinya isyarat dengan anggukan kecil, ia lantas beralih menangkupkan tangannya pada wajah pria di hadapannya tersebut. Kemudian bergerak semakin dekat, mengecup samar bibir ranum yang basah karena sapuan es krim itu sebelum akhirnya kembali melumatnya dengan perlahan. Rasa mint yang menyeruak ke dalam rongga mulutnya memberikan sensasi dingin dan aneh, namun di detik setelahnya, sensasi itu berubah menjadi sesuatu yang terasa manis dan candu. Membuat Grace seakan ingin terus melumat dan menghisap. Di sela kegiatan panas itu, Marvel sempat tersenyum tipis. Grace sudah jauh lebih baik dalam melakukan ciuman yang memabukkan."Sekarang bagaimana?" tanya Marvel sembari mengusap pelan bibir bawah Grace dengan ibu jarinya."Suka, ya? Mau lagi?"Dengan malu-malu, Grace mengangguk. la lantas bergumam, "Sepertinya ini akan menjadi rasa favoritku setelah stroberi.""Apa
Marvel sekali lagi memastikan dengan bertanya, "meninggalkan Grace sendirian?""Mau tidak mau kau harus begitu." Carro menegaskan, sementara Marvel langsung terlihat tak bersemangat."Sepertinya ini akan memakan waktu yang lama. Aku tidak tega, Carro," keluh Marvel sembari memandangi gantungan casing tersebut.Carro sempat melirik Marvel sebentar, kemudian ia mulai menepuk pundak pria itu sembari tersenyum memahami, "kau sudah sampai sejauh ini. Apa kau akan berhenti hanya karena tidak tega melihat Grace sendirian dalam beberapa hari?""Bukankah kau lebih tidak tega lagi jika Grace akan sendirian selamanya?" imbuhnya dengan nada bicara yang menenangkan, berharap Marvel akan berhenti mencemaskan sesuatu yang seharusnya tak perlu dicemaskan."Marvel?"Marvel terdiam, itu membuat Carro merasa bingung."Lagipula aku akan menemanimu di sana. Kau tidak sendirian. Grace juga tidak sendirian, kan ada Yva-""MAKSUDNYA?!" Marvel langsung menginterupsi C
"Proyek ini akan dimulai bulan depan dan mungkin jadwal kita akan sangat padat nantinya."Marvel menyodorkan berkas dokumen yang sudah ditandatangani tersebut kepada Rebleza, kemudian sengaja mengulas senyum hangat seraya berkata, "jaga kesehatanmu, jangan sampai sakit.""Baik, Tuan," ucap Rebleza selagi membalas senyuman pria di hadapannya, pandangan mereka juga sempat bersirobok selama beberapa detik sebelum akhirnya Marvel memalingkan perhatian dengan berdehem pelan."Ah, Lez," panggil Marvel selang beberapa detik kemudian, "mungkin ini tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, tapi bolehkah aku bertanya?""Tentu saja boleh, Tuan. Silakan. Saya akan dengan senang hati menjawabnya." Rebleza mempersilahkan."Apa kau pernah berada dalam situasi di mana kau mudah sekali terbawa emosi, marah-marah tidak jelas, dan bahkan menangis karena hal sepele?" tanya Marvel sangat berhati-hati, sementara Sandra tampak diam sebentar untuk mencerna pertanyaannya."Saya s