LOGINKesabaranya harus seluas samudra maka ia akan tinggal dengan aman di samping pria itu.
Berdiri menatap luar dari balik jendela kamarnya. Nora melihat Isaac membawa pergi wanita yang ditemuinya tadi siang dalam ruang pribadi pria itu. Berjalan bersama dalam terang cahaya matahari. Nora tahu, wanita itu pelayanya. Seseorang yang bisa leluasa menatap wajah Isaac tanpa halangan. Meskipun sedikit membuat Nora berkecil hati sebab ia tak pernah miliki kesempatan seperti itu. "Kenapa, Abigail? Katakan dengan jelas." Nora berbalik. Gontai menuju tepi ranjang kemudian duduk. Sementara Abigail berdiri tegap di depanya, namun tertunduk wajah pria paruh baya itu. "Tolong minum obatmu, Senora." "Aku tidak sakit. Aku tidak ingin meminumnya." Nora menolak dengan lugas. Membuat Abigail tersentak sebab tak biasanya ia tak menurut. "Señora ...." "Ini melelahkan, Abigail. Aku tak ingin lagi terus menurutinya," papar Nora. "Aku juga tak ingin terus bersabar." Abigail tak bisa memaksanya. Ia berlalu membawa obat yang seharusnya ia berikan pada Nora. Di luar ruangan pria paruh baya itu menghela napasnya, membuang obat pada pot bunga setelah melarutkanya ke dalam air. Nora berbaring di atas peraduanya yang nyaman. Dapat ia hirup aroma khas maskulin Isaac yang tertinggal di atas sprei yang sengaja tak ia ijinkan pelayan untuk menggantinya. Mengendus pelan wangi pria itu lantas pikiranya akan berputar pada malam pertama yang menyakitkan satu tahun lalu, serta malam-malam lainya yang selalu menyakitkan kala mereka sedang bersama. Aku membencimu, Isaac Mallen Vargas. ****** "Apa ini cukup?" Nora mendongak pada Tadeo yang lebih tinggi darinya. Meminta saran pada pria itu sebab ia akan menambahkan biji wijen ke dalam makanan. "Itu cukup." Setelah mendengar jawaban dari Tadeo, Nora langsung menambahkan bahan masakan itu ke dalam makanan yang telah ia buat. Santai dirinya kini pun telah terbiasa bersama Tadeo. Tidak lagi Nora rasa kegugupan serta rasa cemas yang mendalam seperti yang ia rasakan sebelumnya saat bersama pria itu. Kebersamaan mereka cukup sering, hingga membuat Nora tidak lagi gugup di depanya. "Aku akan membuatkanmu iced oolong tea untukmu, duduklah di sini," ucapnya kemudian berlalu. Senyum hangat nan ramah pada wajah Tadeo berakhir kala tak ada lagi Nora di hadapanya. Mengusap ujung bibirnya yang berminyak menggunakan ibu jari, lantas ia tatap tajam wanita cantik yang tengah menyiapkan minuman di depan sana. Senang hati Nora meracik minuman favoritnya lalu ia berikan kepada Tadeo. Tersenyum simpul kala pria itu meneguknya hingga tandas. "Aku bisa membuatkanmu lagi," ucap Nora. "Tidak perlu, Nora. Aku ingin memperlihatkan menu baru kepadamu." Nora mengangguk setuju. Kemudian, keduanya pergi menuju depan dan duduk pada kursi pelanggan. Tadeo mulai memperkenalkan beberapa menu baru kepada Nora serta menjelaskan rincinya. Atensi Nora tetap fokus pada Tadeo yang sedang menjelaskan. Meskipun pikiranya kalut akan bayangan hukuman yang pastinya Isaac berikan nanti ketika mereka bertemu sebab telah menerima aduan dirinya yang tak lagi menurut. Entah apa yang akan pria itu lakukan. Tangan Nora bergerak hendak membalikan halaman menu baru yang dipegang Tadeo. Namun, tiba-tiba tak sengaja ia menyenggol teh panas di atas meja hingga isinya tumpah mengenai t shirt pria itu. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud—” Spontan Tadeo berdiri, mengibas pada bagian perutnya yang basah pun terasa panas. T shirt hitam ketat yang membalut tubuhnya semakin mencetak jelas bentuk perut pria itu pada bagian yang terkena tumpahan. Benar-benar Nora tak sengaja. Dirinya melamun hingga bertingkah ceroboh seperti itu. "Berikan bajumu padaku, aku akan mencucinya," pinta Nora seraya mengulurkan sebelah tanganya pada Tadeo yang tercengang. Tidak Nora sadari jika permintaanya tadi berakhir membuat Tadeo bertelanjang dada. Keduanya berada di dalam dapur saat ini, menunggu t shirt Tadeo yang sedang Nora cuci kering di belakang. Keduanya duduk bersebelahan. Diam pun tak bersuara salah satu dari mereka. Pun Nora yang tak berani menatap ke arah Tadeo sebab pria itu tak mengenakan pakaian. "Aku benar-benar minta maaf." Pelan suara Nora hampir tak terdengar. "Tidak masalah." "Lukamu, biar kuambilkan obat." Buru-buru Nora beranjak hingga tak melihat pijakan. Kaki jenjang yang terbalut sepatu hak tinggi itu seketika patah ke samping membuat serta merta tubuh Nora limbung dibuatnya. Kontan terjatuh Nora tepat menindih dada Tadeo. Refleks juga Tadeo memeluk pinggang Nora untuk menahan. Mata bertemu mata, pandangan mereka saling bertemu untuk beberapa saat. Jemari lentik Nora bergerak merasa keras di atas perut berlekuk Tadeo. Langsung tersadar dirinya lantas segera bangun dari tubuh pria itu. "Kau baik-baik saja?" tanya Tadeo, ikut bangkit pria ini dari duduknya. "Aku baik-baik saja." Ia melirik Nora, lantas keningnya mengeryit samar. "Kakimu sakit? Wajahmu sampai memerah seperti itu." Tidak. Itu bukan sakit, tapi Nora merasa malu karena sudah menyentuh perut berotot pria itu. Alih-alih mengambil obat untuk mengobati luka bakar Tadeo, kini malah terjadi sebaliknya. Tadeo yang harus mengobati kaki Nora yang terkilir. Tubuh tegap Tadeo yang besar berotot serta masih polos tanpa t shirt bersimpuh di hadapan Nora. Celama pria itu semakin mengetat kala ia menekuk dua kakinya. Nora memijat kepalanya yang pening karena terlalu banyak memandang tubuh pria lain. Apa yang akan dilakukan Isaac jika pria itu mengetahuinya. Tentu pria itu akan tahu, pun segera memberi Nora pelajaran. ****** Malam berlalu. Waktu yang ditunggu Nora tak kunjung tiba, ialah waktu dirinya akan dipanggil ke dalam ruang pribadi Isaac untuk memberi penjelasan kepada pria itu apa yang telah terjadi hari ini. Matanya semakin mengantuk tapi Nora enggan tertidur. Ia takut jika Isaac tiba-tiba memanggil kala dirinya tengah terlelap lalu pria itu akan semakin menuntut jawaban. Apa yang telah kau lakukan hari ini, Nora? Melihat tubuh telanjang pria, dan juga memegang perutnya yang berotot. Pening kepala Nora memikirkan itu semua. Tiba-tiba, seluruh lampu di dalam kamarnya mati. Kegelapan melanda langsung membuat Nora memejam dan berpegangan erat pada ujung ranjang. Itu Isaac datang. Tanda-tanda pria itu akan memasuki kamar ialah mematikan seluruh lampu. Jantung Nora semakin berdegup kencang saat mendengar suara derap nan berat langkah kaki mendekati kamarnya. Napasnya pun tersenggal kala suara decitan pintu menggema pada seluruh isi ruangan. Sosok besar nan tinggi itu memasuki kamarnya. Berjalan di dalam kegelapan amat mengerikan. Kabut hitam seolah menyelimuti setiap langkah kakinya. Mengubah atmosfir ruangan menjadi begitu kelam. "Senor ...." Suara Nora amat pelan mencicit bergetar. Tenaganya seperti terkuras habis oleh energi Isaac yang melangkah semakin mendekat padanya. "Kau masih terjaga?" "Sí, Senor." Isaac seperti bayangan hitam dalam pandangan Nora. Bergerak mendekat lantas duduk pria itu di sampingnya. Memegang tangan Nora yang berkeringat lalu ia kecup penuh lembut. Dapat Nora rasakan aroma maskulin yang khas dari suaminya, wangi segar yang hanya bisa ia temukan pada sosok Isaac. Meskipun tanganya yang ramping bergetar kecil, tak membuat Nora menariknya dari genggaman Isac. Tanpa Nora duga Isaac bersimpuh di hadapanya, di bawah kakinya. Sang empu yang agung Isaac Mallen Vargas bersimpuh padanya. "Senor ...." "Sssttt ...." Isaac mendesis. "Akan kuobati kakimu yang terkilir." Bergerak lembut telapak tangan Isaac mengoleskan obat pada kaki Nora. Amat hati-hati seolah yang sedang dipegangnya ialah benda rapuh. Semakin membuat Nora tercengang kala Isaac tanpa peringatan mengecup kakinya lembut. Membuat seluruh tubuh Nora meremang hebat. Kemudian Isaac berdiri. Mendongak Nora menatap sosoknya yang amat tinggi. Isaac bawa kaki Nora pada bahunya hingga bokong Nora ikut terangkat. Lalu perlahan Isaac bergerak merayap di atas tubuh Nora yang kini telah berbaring. "Buka mulutmu," titah Isaac. Menurut, lalu Nora buka mulutnya dua ruas jari. Isaac memasukan lidahnya lantas ia dorong dua pil ke dalam mulut Nora. Tanpa memberi jeda, ia langsung melumat habis bibir Nora seductive. Lenguhan-lenguhan Nora mengisi suasana malam yang sunyi kala sentuhan Isaac mulai menelusuri setiap inci tubuhnya, mencumbu leher Nora tanpa sisa. Cepat pun lihai Isaac membuat tubuh Nora menjadi polos. Lalu ia giring tangan Nora untuk menyentuh otot perutnya yang berlekuk, yang kini pun telah polos tubuh Isaac di atas tubuh Nora. Kaki Nora menegang ketika kulit pahanya bersentuhan dengan benda panas milik Isaac yang telah mengeras. Tergesek pada pangkal pahanya pun siap untuk menerbos masuk. Nora melingkarkan dua tanganya pada ceruk leher Isaac, memejam mata menerima setiap lumatan Isaac pada bibirnya pun ia coba membalas. Entah kenapa, malam ini rasanya perlakuan Isaac lebih lembut dari biasanya. Hingga rasa takut Nora tergantikan dengan hasrat panas yang mulai timbul dari dalam dirinya. Selurh tubuh Nora meremang. Darah yang mengalir pada seluruh nadinya seolah mendidih bergejolak. Sentuhan-sentuhan lembut Isaac membuainya membawa Nora pada kenikmatan yang lebih tinggi. "Hm~ Senor ...." "Panggil namaku, Nora. Namaku." "Isaac ...." Bibir Isaac bergerak turun pada bawah pusar Nora, semakin turun menuju pangkal paha. Satu kali lumatanya benar-benar membuat Nora tak tahan. Tubuhnya mengejang serta dada yang membusung. "He—hentikan, kumohon ...." Nora apit kepala Isaac dengan kakinya. Semakin gencar lumatan serta gerakan lidah pria itu pada pangkal pahanya. Semakin gila membuat Nora terbang ke atas awan merasa kenikmatan. "Tolong hentikan!" Nora tak kuasa menahanya lagi. Mengeluarkan cairan panas dari inti tubuhnya yang Nora sendiri tidak tahu apa itu sebab tak pernah terjadi hal seperti itu sebelumnya. Tubuhnya yang mengejang kini melemah. Memejamkan mata serta mencoba mengatur kembali napasnya. Rasanya tak sanggup lagi matanya untuk terbuka. Lelah dan Nora ingin segera tertidur. "Tetaplah terjaga. Permainan kita baru dimulai." Isaac berbisik tepat di depan telinga Nora. Menghembuskan angin serta menjilat cuping telinga Nora. Membuat seluruh tubuh istrinya kembali merenang panas.Bau desinfektan yang menguar kuat seolah telah bersahabat dengan indera penciumanya. Dua minggu penuh Nora berada di rumah sakit untuk pemulihan. Tidak melakukan apapun, tidak bertemu Isaac, pun pemulihanya berjalan dengan lancarHatinya cukup tenang untuk beberapa saat karena pria itu yang sama sekali tak mengunjunginya. Tidak mengusik Nora selama dirinya berada di rumah sakit.Wanita itu kini duduk di sofa yang terletak pada ruang rawatnya. Memangku buket bunga yang Dorty berikan sebab wanita paruh baya itu baru saja menjenguk keadaanya. Di lihat dari raut wajahnya yang tenang, sepertinya Dorty belum tahu alasan Nora dirawat di rumah sakit ialah karena menantunya.Jadi bisa disimpulkan jika Laventa masih baik-baik saja. Pun, Isaac belum menyentuhnya. Pria itu malah telah menghabisi ayahnya dengan sadis.Perasaan Nora membeku ketika ia dengar Rayan telah meninggal dunia. Tak ada rasa sedih ataupun kehilangan. Dunianya tetap berjalan seolah sosok ayah memang tak pernah ada di dalam k
"Jadi bagaimana kondisinya?""Harus dilakukan operasi pengangkatan.""Persetujuan dari wali pasein.""Wali pasien menyetujui segala tindak rawatan demi menjaga keselamatan pasein.""Baik, segera siapkan ruang operasi dan hubungi dokter anatesi."Sayu-sayup matanya terbuka. Samar ia melihat lampu cerah nan menyilaukan. Masih bisa ia dengar beberapa orang tengah berbincang, terdengar juga bunyi dari alat-alat rumah sakit di sekitarnya.Terbaring lemah tubuhnya di atas ranjang rumah sakit di dalam ruang ICU. Bersama beberapa dokter seta perawat yang sibuk memeriksa keadaanya.Kondisinya amat sangat kritis. Ia kehilangan banyak darah serta perut dalamnya penuh luka. Membuat wanita itu harus melakukan operasi segera untuk menyelamatkan nyawanya.Tidak ....Tanganya bergerak memegangi perut. Menetes bulir bening membasahi ujung mata wanita itu. Bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu.Tolong selamatkan bayiku.*******Di dalam ruangan pribadinya Isaac berada. Duduk pada kursi kebe
Satu minggu penuh Nora terserang demam. Lemah kondisi tubuhnya mengakibatkan wanita itu tak bisa berangkat bekerja. Ditambah Isaac yang selalu menemani Nora setiap malam malah semakin memperburuk kondisi kesehatanya.Abigail tak berkutik kala Isaac memanggilnya untuk menjelaskan kondisi Nora saat ini. Pasalnya, dari hari pertama demam hingga saat ini kondisi kesehatan Nora sama sekali tak membaik. Bimbang dokter paruh baya ini hendak menjelaskan jika alasan utama wanita itu sakit ialah karena Isaac terus berada di sekitarnya."Kondisinya masih belum membaik?" tanya saac. Duduk pada kursi kebesaran di dalam ruang pribadinya. Pria itu menghisap cerutu."Sí, Senor.""Padahal dia meminum obat secara teratur," cetus Isaac. Sebab dirinyalah yang selalu memberikan Nora obat setiap malam. Melalui mulut ke mulut. Berlalu Isaac keluar dari ruanganya meninggalkan Abigail. Hanya mampu menghela napas pria paruh baya itu sebab ia tahu ke mana senornya akan pergi. Ruang pribadi gelap kini sebab la
Kesabaranya harus seluas samudra maka ia akan tinggal dengan aman di samping pria itu.Berdiri menatap luar dari balik jendela kamarnya. Nora melihat Isaac membawa pergi wanita yang ditemuinya tadi siang dalam ruang pribadi pria itu. Berjalan bersama dalam terang cahaya matahari.Nora tahu, wanita itu pelayanya. Seseorang yang bisa leluasa menatap wajah Isaac tanpa halangan. Meskipun sedikit membuat Nora berkecil hati sebab ia tak pernah miliki kesempatan seperti itu."Kenapa, Abigail? Katakan dengan jelas." Nora berbalik. Gontai menuju tepi ranjang kemudian duduk. Sementara Abigail berdiri tegap di depanya, namun tertunduk wajah pria paruh baya itu."Tolong minum obatmu, Senora.""Aku tidak sakit. Aku tidak ingin meminumnya." Nora menolak dengan lugas. Membuat Abigail tersentak sebab tak biasanya ia tak menurut."Señora ....""Ini melelahkan, Abigail. Aku tak ingin lagi terus menurutinya," papar Nora."Aku juga tak ingin terus bersabar."Abigail tak bisa memaksanya. Ia berlalu memba
"Apa yang kau inginkan untuk hadiah ulang tahunmu, Nora?"Nora berdiri di depan meja di dalam ruangan pribadi Isaac. Bersama pria itu yang duduk seraya membelakanginya. Menghisap cerutunya berulang kali, sebab bisa Nora lihat asap putih yang mengepul dari balik tubuh besarnya.Ia mengalihkan pandanganya dari Isaac, memandang ke arah lain pun dirinya terdiam. Apa yang Nora inginkan sebagai hadiah ulang tahunya, ia sendiri tidak tahu. Harta, kekayaan serta nama besar dan suami yang disegani, dirinya telah memiliki semua hal sempurnan itu. Meskipun, dengan suami yang tak pernah ia lihat sosoknya sekalipun.Bagaimana jika permintaan sebagai hadiah ulang tahun ialah melihat wajah Isaac secara langsung? Permintaan gila yang tentunya tak akan berani Nora pinta sebab, yang akan ia dapatkan ialah cekikan dari pria itu.Nora masih ingat kejadian tragis yang menimpa dirinya saat awal-awal pernikahannya bersama Isaac. Saat itu, selalu dengan brutal Isaac menjamah tubuhnya tanpa memperlihatkan so
Ruangan besar bernuansa hitam. Di dalamnya dipenuhi dengan rak yang menempel pada setiap sisi dinding berisikan senjata serta holster-holster dalam berbagai bentuk.Berdiri tegap seorang pria menghadap ke arah luar jendela. Memasukan satu lenganya ke dalam saku celana, sementara pada satu lenganya lagi terselip cerutu yang tengah ia hisap.Pria paruh baya di belakangnya menunduk seraya membawa hasil laporan kesehatan Nora. Siap untuk dilaporkan pada sang empu yang meminta dirinya untuk datang."Katakan, Abigail," titah Isaac, tanpa berbalik menatap Abigail. Masih berdiri pada posisi yang sama."Senor ... kondisi señora begitu lemah. Jika Anda terus menggunakan tubuhnya, kesehatanya akan terancam," adu Abigail terang-terangan. Disertai degup jantung yang berpacu dua kali lipat kala ia berhadapan dengan sang empu.Selalu menegangkan atmosfir tempat di mana pun Isaac berada. Membuat semua orang mati kutu saat berhadapan dengan pria dingin yang tak segan menebas kepala hanya karena satu k







