Sudah beberapa hari rumah ini kosong dan hampa tanpa Rose. Steven baru saja pulang kerja pukul 10 malam, ia melirik Megan yang tertidur lelap di ranjang. Steven dengan lembut menepuk pantat putrinya, berusaha menyampaikan ketenangan padanya. Saat sudah merasa tenang, Steven menyelimuti putri kecilnya lalu tak lupa mengucapkan sepatah kata pun. Steven juga terkejut dengan Megan. Dia selalu merengek ingin bertemu ibu tirinya, bukan Jane, ibu kandungnya. Megan tidak pernah bertanya bagaimana keadaan Jane, tapi lihat! Baru beberapa hari kehilangan Rose, Megan terlihat sangat frustasi. Begitu juga dengan Stevan. Pria itu masih tidak yakin apa yang istrinya lakukan, tapi apa yang bisa dia lakukan? Membantah? Apa yang bisa disangkal ketika bukti nyata ada tepat di depan mata Anda? Ada perasaan jengkel, marah, dan tidak setuju di benak Steven. Steven mengira Rose adalah wanita yang baik, tapi dia sama saja! Tak ingin memikirkan Rose lagi, Steve langsung berusaha menghi
Niat Steven hanya ingin menenangkan Megan, malah mendapat kejutan saat melewati kamar orang tuanya. Segera Steven masuk ke kamar orang tuanya yang terbuka sedikit. "Apa?" Pak Dion dan Bu Vega menatap Steven dengan heran. Pak Dion dan Bu Vega saling berpandangan, tatapan mereka seakan bertanya kenapa Steven ada disana. Bu Vega menggerutu dalam hati. Bagaimana mungkin dia tidak mengunci pintu kamar tidurnya? Karena kecerobohannya, Steven mengetahui segalanya. “Jadi, ibu dan ayah merencanakan semua itu? Dan memfitnah Rose di depanku, ya?” tanya Steven dengan emosi membara. Nyonya Vega menggelengkan kepalanya. "Kamu baru saja salah paham, Steven," jawab Mrs. Vega. Steven menatap kedua orang tuanya dengan marah. Kemudian, dia pergi begitu saja. Pak Dion dan Bu Vega saling berpandangan, mata mereka berkilat khawatir. "Aduh. Apa yang harus dilakukan?" tanya Bu Vega panik. Ia mengguncang lengan suaminya. "Aku juga tidak tahu, Bu." Jawab Pak Dion tak kalah panik
Di kamar sewaan Rose, Megan menjadi penghibur bagi Rose. Sejak Megan tinggal di rumah kontrakan Rose, dia merasa punya teman dan lebih sibuk. Seperti sekarang, Rose sedang duduk di ranjang bersama Megan, setelah Megan terbangun dari tidurnya. "Megan, jangan main hp mu terus. Kamu belum makan, kamu mau masak ma?" dia bertanya. "Ingin!" Megan menjawab dengan antusias. Megan merindukan masakan Rose, meski hanya selisih satu hari. Tapi percayalah, rasa sayang Megan pada Rose adalah rasa sayang pada ibu kandungnya, tidak ada yang bisa menandinginya. Rose tersenyum lembut sambil mengelus kepala Megan yang sedang tidur. "Bu, jangan belai kepala Megan, bagaimana Megan bisa tertidur lagi?" tanya Megan, namun matanya terpejam menikmati belaian lembut Rose. Rose terkekeh melihat tingkah dan perkataan Megan yang menurutnya lucu. "Ayo bangun, jangan tidur lagi." Megan membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk. "Ibu, Megan mau makan sama telur dadarnya," tanya Mega
Pagi ini Rose membuatkan makanan sederhana untuk Megan. Rose berharap putrinya nanti menyukainya. Pasalnya, Megan tidak terbiasa mengonsumsi makanan seperti milik Rose. Setelah merasa makanannya sudah matang, Rose segera menyajikannya di atas piring lalu membawanya ke depan, tempat Megan sedang bermain dengan boneka beruangnya. "Apa yang kamu lakukan sayang?" tanya Rose sambil meletakkan masakannya di atas meja yang tersedia. "Aku hanya bermain, Bu," jawab gadis kecil itu sambil tersenyum. “Ibu memasak sarapan untukmu, ayo makan dulu. Jika kamu tidak suka, kamu bisa mengatakannya, biarkan Ibu memasak sesuatu yang baru untukmu. Ibu belum sempat berbelanja,” kata Rose sambil tersenyum hangat. Senyuman yang disukai Megan, dan aksi yang dilakukan Rose tentu bisa memikat hati siapa saja, bukan hanya wajahnya saja yang cantik, tapi hatinya juga demikian, tentunya Megan bahagia saat berada di dekat wanita ini. "Aku suka semua masakan Ibu," kata Megan dengan mata berbinar y
Steven meregangkan otot-ototnya yang sakit. Steven melihat ke kiri, di mana istri dan anaknya tertidur lelap. Stevan dengan hati-hati turun dari tempat tidur, tidak lupa memberikan ciuman hangat kepada Rose dan anaknya, setelah itu Stevan meninggalkan mereka. Tidak, bukan keluar rumah, tapi menuju dapur. “Untung kemarin bisa beli susu ibu hamil buat Rose, kok ibu itu nggak beli susu?” Gerutu Steven sambil membongkar kantong plastik yang dibawanya kemarin. Banyak sekali makanan bahkan berbagai macam snack yang dibawa Steven. Semua ini disengaja untuk Rose dan juga Megan. Steven tahu tidak mudah bagi Rose untuk memaafkannya, jadi Stevan menyiapkan segalanya. “Saya tidak pandai memasak, saya takut rasanya tidak enak bahkan membahayakan nyawa anak saya,” kata Steven santai. "Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya haus untuk pergi mencari sarapan untuk mereka?” monolog pria itu lagi. Steven memang sengaja bangun pagi untuk membuatkan makanan untuk anak dan istrinya,
Sekarang Rose masih mengalami morning sickness hingga 3 bulan. Rose terus merasa mual saat berada di dekat Steven, seperti sekarang. Steven duduk di meja makan, tepatnya di samping Rose. "Rose kamu-" Kata-kata Steven terpotong oleh rasa mual Rose. Steven dengan cemas memegang bahu Rose. "Aku akan membantumu ke kamar mandi," kata Steven. Namun, tangan Steven ditepis oleh Rose. Rose menarik diri dari Steven dengan menutupi hidungnya, membuat Steven bingung. Megan, sementara itu, sedang makan dengan tenang tanpa terganggu oleh pertengkaran orang tuanya. "Mengapa?" Steven bertanya melihat dirinya sendiri, apakah ada yang berbeda atau salah dengan dirinya? Rose masih menjauh dari Steven dengan menutupi hidungnya. "Kamu bau!" Steven mencium bau badannya. "Baunya enak," katanya. "Bau! Bikin mual. Jangan terlalu dekat denganku dulu," kata Rose yang terus menjauh dari Steven. Steven semakin dekat dengan Megan. "Megan, apakah ayah bau, ya?" Dia bertanya. Megan
Empat bulan usia kandungan Rose, dia tidak lagi mengalami morning sickness. Hal tersebut membuat Steven bersyukur karena bisa dekat dengan Rose tanpa Rose merasa mual. Juga, Steven sering kewalahan saat Rose mengidam. Pasalnya, Rose memiliki ngidam yang aneh. "Ayah keluar dari sini! Aku ingin dekat dengan ibu!" kata Megan dengan marah. Megan kesal dengan Steven. Karena Steven selalu ingin berada di dekat Rose dan mengusirnya. "Tunggu dulu, ayah belum selesai. Kamu jangan repot-repot," kata Steven. Steven masih belum selesai berpelukan dengan Rose. Namun, Megan malah mengganggunya. "Ayah ugh!" Megan merengek menarik-narik baju Steven. "Megan ugh!" Steven menirukan ucapan dan nada suara Megan. Megan menatap Steven dengan marah. Awas saja, setelah ini Megan akan terus berada di sisi Rose hingga Steven merasa terabaikan. Megan naik ke ranjang, lalu duduk di tengah Rose dan Steven. Kemudian, Megan memeluk Rose. "Ibu, Megan mau tidur dengan Ibu," tanyanya.
Steven dan Megan sekarang tidur di kamar Rose. Karena tubuh Rose sedikit tidak nyaman. Dan itu membuat mereka berdua khawatir. Padahal tadi pagi, Rose masih baik-baik saja. "Kita ke rumah sakit, ya?" tanya Steven cemas. Steven tidak ingin sesuatu terjadi pada istrinya. Namun sayangnya Rose menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Rose menggelengkan kepalanya dengan enggan. "Tidak. Aku tidak mau ke rumah sakit, aku hanya lelah. Sedikit istirahat pasti sembuh," Rose meyakinkan Steven. Ia yakin tak lama lagi tubuhnya akan segar kembali. Dia tidak ingin kembali ke sana lagi. Rose tidak tahan dengan bau obat, dan selain itu, penyakitnya tidak terlalu parah. "Kamu tidak bisa melakukan itu, Ibu. Ibu harus diperiksa!" kata Megan sambil memanjat tempat tidur Rose. Rose tersenyum, tangannya membelai pipi Megan. "Ibu baik-baik saja, Megan. Ibu hanya lelah," jawab Rose lembut. "Kalau begitu bagaimana kalau kita pindah ke rumah tua? Ada pembantu di rumah, jadi kamu tidak akan