Masuk"Aku sudah mengurus semuanya, tolong berikan uang senilai 100 juta padaku!" Perintah Pak Arsyad dengan suara mengancam.
"Atas dasar apa aku memberikannya, Pak?" Tanya balik Mama Anindita dengan wajah kesal. Dia paling benci di manfaatkan seperti ini oleh orang miskin. Meskipun dirinya sering membantu, tetapi dipaksa untuk membantu membuat dirinya tidak terima. "Anak ibu yang memaksa kami menikahkan anak kami padanya. Anda tahu sendiri, kami belum siap dan belum punya tabungan. Tetapi, dia berjanji akan membayar lunas semua biaya pernikahan bahkan menjanjikan uang 100 juta padaku!" Bu Larissa menyela, menjelaskan detailnya. Mama Anindita syok parah mendengarnya, mulutnya sampai terbuka membentuk oval. "Anaya!" Teriaknya dengan keras. Saat itu Anaya sudah tiba, dia panik melihat Mama nya yang emosi. Anaya tahu, di kehidupan sebelumnya Mama nya syok parah sampai terkena serangan jantung. Karena itu Anaya dibenci semua orang di keluarganya hingga terpaksa mempertahankan pernikahannya dengan Bram meski Bram sudah berselingkuh secara terang-terangan di depannya. "Tenang, Ma. Tenang dulu, tarik nafas dalam-dalam!" Ucap Anaya yang berlari ke sisi Mama. "Tenang kamu bilang?!" Suara Mama Anindita semakin lantang membuat dirinya mulai sesak nafas. "Ma, tenang dulu. Semua ini tidak benar, aku tidak akan menikah dengan Bram!" Balas Anaya dengan cepat. Kedua orang tua Bram seketika bingung, mereka saling memandang satu sama lain. Namun sebelum bereaksi, Anaya dengan kasar menarik dua orang itu keluar dari rumahnya. "Anaya, kamu ini kenapa? Jangan kasar sama aku, aku tidak akan merestui dirimu menikah dengan anakku jika kasar begini!" Bela Ibu Larissa yang merasa direndahkan. "Tolong menjauh dari rumahku. Lagian kenapa kalian ke sini, bukannya harusnya 2 hari lagi kemudian datang?" tanya Anaya yang ikut emosi. "Aku pikir dipercepat juga bisa, lagian kamu harus memberikan uang 100 juta yang kamu janjikan." Jelas Ibu Larissa dengan angkuh sambil menyodorkan tangannya. "Benar, Anaya. Asal kamu tahu, Bram itu tidak cinta sama kamu. Kami terpaksa bujuk terus menerus hingga dia mau!" tambah Pak Arsyad dengan bangga, mengira jika Anaya akan senang kali ini. Namun, tatapan Anaya justru berbeda. Anaya jelas ingat, orang tua Bram ini tidak beda jauh dari anaknya sendiri, sangat suka dengan uang. "Apa Bram tidak memberitahu orang tuanya?" Batin Anaya sesaat. "Aduh, Anaya. Jelas sekali kamu sudah menerima lamaran Bram tadi. Buktinya kamu tampak begitu senang. Sekarang berikan uangnya, jangan mencari alasan lagi. Atau aku akan.." "Apa? Lakukan saja apa yang kamu pikirkan!" Ujar Anaya dengan tersenyum kecut. Dia justru senang jika orang tua Bram tidak setuju dengan pernikahannya. "Hei, apa kamu yakin?" Pak Arsyad tampak tak percaya, dia masih ingin berbicara dengan Anaya, tetapi kepalanya malah kejedot pintu. Anaya buru-buru menutup pintu dengan keras. "Dia kenapa ya? Kok beda sekali?" "Ala, paling dia malah punya rencana besar-besar. Biasa anak orang kaya, pengen banget kasih kita surprise gitu deh!" Ujar Ibu Larissa yang tidak menganggap tingkah aneh Anaya. Setelah dua orang itu pergi, Anaya menemui Mama Anindita yang habis minum obat. Anaya memeluknya dengan erat hingga meneteskan air mata. "Terima kasih yaa, Ma. Masih bertahan sejauh ini. Anaya benar-benar takut kehilangan mama, dunia Anaya terasa runtuh, Ma. Tempat Anaya mengadu di dunia ini sudah tidak ada jika mama pergi sangat cepat!" Ujar Anaya tak kuasa menahan kesedihannya. "Maksud kamu apa sih, Anaya? Kamu pikir mama akan meninggalkanmu hanya karena kamu memilih menikah dengan keluarga seperti Bram itu? Bukannya mama gak setuju, tetapi pikir dulu deh. Bram itu bukan laki-laki yang baik buat kamu!" balas Mama Anindita sambil mengelus rambut panjang Anaya. "Iya, Ma. Aku tahu kok!" Jawab Anaya. Mereka lalu berpelukan dengan erat hingga pelukan itu berhenti ketika seseorang mengetuk pintu dari luar. Anaya pikir jika orang tua Bram kembali dan ingin memperpanjang masalah ini. Karena itu Anaya memutuskan untuk membuka pintu sambil menyiapkan sapu agar bisa memberi mereka pelajaran. Ketika pintu dibuka, Anaya langsung mengayunkan sapu dengan keras membuat orang itu menjerit kesakitan. "Sakit tau, Anaya!" Ucap Ridho dengan mata membulat. Ekspresi Anaya langsung berubah total. Dia tidak tahu jika yang datang adalah Ridho, mantan pacarnya. "Kau... Kau..." Anaya langsung memeluk musuh sejak kecilnya sekaligus mantan pacarnya yang belum lama ini dia putuskan. "Kenapa nih? Masih cinta sama aku apa hanya mau manas-manasin si Bram?" Tanya Ridho dengan dingin, namun manik matanya seolah berkata lain. "Gak lah, aku itu sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan Bram!" "What? Bukannya kamu barusan di lamar Bram?" Tanya Ridho dengan penasaran. Anaya langsung tersenyum karena dia tahu Ridho ada disana waktu itu. Anaya juga melihatnya karena itu Ridho langsung pergi dengan terburu-buru. "Ridho, ayo menikah denganku!" Ucap Anaya mendadak. Ini membuat Ridho tak siap hingga buah yang dia bawa seketika terjatuh. "Apa? Denganku?" "Aku serius!" "Jangan bercanda, bukannya kau memilih putus denganku hanya karena mengejar cinta Bram? Kau bahkan sampai rela memberikan semua uangmu demi bisa mendapatkan Bram. Lalu, kenapa tiba-tiba.." Ridho masih bingung, tetapi Anaya langsung memeluknya dengan erat. Pelukan yang penuh arti. "Dulu aku memilih Bram dan berakhir tragis. Kali ini aku ingin memilih orang yang benar-benar tulus mencintaiku, bukan mencintai hartahku!" Bisik Anaya. Jantung Ridho berdetak cepat, sejujurnya dia sudah lama mencintai Anaya, bahkan sejak mereka kecil. Alasan Ridho selalu mengganggu Anaya karena tidak suka Anaya terus-terusan dekat dengan lelaki lain termasuk Bram. "Tetapi Anaya, kita berbeda. Beda status. keluargamu tidak akan setuju!" Ucap Ridho dengan wajah cemberut. Iya, dia hanyalah seorang pengantar buah keliling di kota ini. Ridho bahkan tidak punya keluarga dan hanya seorang anak yatim piatu. Tidak mungkin bisa menikah dengan Anaya yang seorang anak orang kaya. Jelas ini bertentangan dengan prinsip keluarga Anaya. "Aku tahu itu. Keluargaku tidak akan setuju, tetapi aku punya cara membuat mereka setuju!" Ujar Anaya dengan tersenyum licik. "Apa?""Anaya keluar kamu!" Ketukan dan teriakan dari luar rumah membuat ketenangan Anaya seketika terganggu. Terlebih hari ini Anaya sedang sendiri di rumah, menikmati waktu luangnya. Lagi-lagi Bram kembali datang dan mencari masalah. Bukan hanya itu, Fenny tampak senang melihat Bram memasang wajah marah."Kak Bram, aku jadi takut. Bagaimana jika Anaya tidak mau mengembalikannya?" Ucap Fenny dengan ekspresi yang berubah drastis. Tampak kesedihan yang begitu mendalam dari balik wajahnya.Anaya sejujurnya malah membuat keributan, tetapi jika dirinya tidak muncul ketenangannya akan terus diganggu. Dia pun bermaksud mengusir Bram bersama Fenny, tetapi ketika membuka pintu...Plak...Anaya kaget sampai kedua matanya melotot. Tidak menyangka akan mendapat tamparan keras secepat ini.PLAK.. PLAK..Dua tamparan khas mendarat di pipi Bram, wajah Anaya kini memerah. Bahkan Fenny sampai membuka mulut ketika melihat Anaya dengan berani menampar Bram."Anaya... Kau?!" Seketika emosi Bram memuncak, ber
Setelah pernikahan Anaya selesai, Ridho terus menatap Anaya seolah tak percaya dirinya telah menikahi Anaya, wanita yang selama ini dia idamkan sekaligus mantan pacarnya."Sampai kapan kau terus menatapku?" Ucap Anaya yang mulai menahan malu terus di tatap dari dekat oleh suaminya."Aku hanya tidak percaya, apa ini mimpi?" Ucap Ridho sambil menepuk pipi Anaya dengan lembut.Mereka berdua pun saling menatap satu sama lain, Anaya sekilas melihat manik mata yang selama ini dia rindukan. Manik mata Ridho yang selalu perhatian padanya meski Anaya cuek dan acuh tak acuh karena sibuk memikirkan Bram."Tapi Anaya, sejak kapan kamu mulai menyukaiku?" Tanya Ridho yang penasaran sambil memegang erat tangan Anaya seolah tak ingin melepasnya."Sejak kamu menghilang!""Apa? Kapan aku menghilang?" Ridho tampak bingung, Namun Anaya hanya tersenyum melihat tingkahnya.Sebenarnya di kehidupan sebelumnya, setelah acara pernikahan sederhana Anaya dan Bram selesai, sejak saat itu Ridho menghilang dari hid
Hari pernikahan tiba, Anaya hanya menggunakan setelah biasa saja, sama persis di kehidupan lalu. Tidak ada keluarga yang datang, hanya Mama Anindita yang terus menangis melihat anaknya dari kejauhan. Anaya melangkah mendekati Mamanya, dia tahu persis apa yang ada dipikiran sang Bunda. "Ma, berhenti menangis. Ini hari bahagiaku," Bujuk Anaya, namun tangisan Mama Anindita semakin keras. "Ma, aku tidak akan menikah dengan Bram!" Lanjut Anaya yang tahu seperti apa ke khawatiran Anindita. "Lalu apa ini jika kamu tidak ingin menikahi Bram? Buat apa kamu mengadakan pesta pernikahan, Anaya!" "Calonnya bukan Bram lagi, Ma!" "Cukup, Nak. Sampai kapan kamu dibutakan dengan cinta. Ini semua salah, harusnya kamu mengerti, Anaya!" Mama Anindita bersuara dengan keras.Tidak lama datang rombongan Bram, mereka semua tampak memperhatikan gedung ini yang tampak sederhana. Lalu tiba-tiba, wajah Bram menjadi tidak puas."Kau bahkan tidak mendekor pernikahanmu seindah yang aku harapkan," Ujar Bram s
Bram kini membawa teman-temannya ke rumah Anaya, disini dirinya akan membuat rencana besar. Beberapa orang sangat antusias menantikan adegan seru karena Bram masih nekad menemui Anaya meski sudah di tolak sebelumnya.Namun, tampak seseorang yang begitu gelisah, manik matanya terus melirik ke arah Bram, memutar malas seolah dirinya tidak senang. Bahkan ekspresi dan raut wajahnya menampilkan semua kegelisahan itu. Dia pun maju melangkah menghampiri Bram, dari lubuk hati terdalamnya muncul rasa iri yang begitu besar terhadap Anaya. Semakin dipikir, semakin marah dirinya."Kau tampak senang?" Tanya Fenny langsung, mulai tak tahan. "Kau tidak lihat begitu penurutnya Anaya padaku. Aku jamin setelah menikah nanti, Anaya akan terus seperti itu." Ujar Bram dengan penuh percaya diri. Benar-benar meremahkan Anaya."Apasih yang kau sukai dari wanita itu?" Guman Fenny yang tidak bisa melawan, hanya terdiam sambil melipat kedua tangannya tepat di depan dada menunggu munculnya sosok Anaya, sosok
"Aku sudah mengurus semuanya, tolong berikan uang senilai 100 juta padaku!" Perintah Pak Arsyad dengan suara mengancam. "Atas dasar apa aku memberikannya, Pak?" Tanya balik Mama Anindita dengan wajah kesal. Dia paling benci di manfaatkan seperti ini oleh orang miskin. Meskipun dirinya sering membantu, tetapi dipaksa untuk membantu membuat dirinya tidak terima. "Anak ibu yang memaksa kami menikahkan anak kami padanya. Anda tahu sendiri, kami belum siap dan belum punya tabungan. Tetapi, dia berjanji akan membayar lunas semua biaya pernikahan bahkan menjanjikan uang 100 juta padaku!" Bu Larissa menyela, menjelaskan detailnya. Mama Anindita syok parah mendengarnya, mulutnya sampai terbuka membentuk oval. "Anaya!" Teriaknya dengan keras. Saat itu Anaya sudah tiba, dia panik melihat Mama nya yang emosi. Anaya tahu, di kehidupan sebelumnya Mama nya syok parah sampai terkena serangan jantung. Karena itu Anaya dibenci semua orang di keluarganya hingga terpaksa mempertahankan pernikah
Bibir Anaya memuntahkan dar-ah, tubuhnya menjadi lemas. Namun yang paling menyedihkan adalah dirinya ditusuk oleh suaminya sendiri. "Aku sudah ingatkan kamu tidak menyentuh Fenny. Meski dia hanya selingkuhan, tetapi aku jauh lebih mencintainya!" Bentak Bram sambil terus menusuk tubuh Anaya semakin dalam. "Akhhh..." "Aku sudah lama ingin melenyapkanmu, hanya saja diriku kasihan karena kamu sedang mengandung. Tetapi kali ini kamu sudah kelewatan batas!" Teriak Bram, suaranya semakin menggema. Saat itu, tangan Anaya terkepal keras. Hatinya semakin menjerit kesakitan, suaminya benar-benar tega membunuh dirinya dan calon anaknya hanya karena Anaya mengusir Fenny dari rumah. Padahal rumah ini milik Anaya seutuhnya, rumah yang diberikan langsung oleh orang tuanya. "Mas, sepuluh tahun kita menikah dan baru kali ini diriku hamil, tetapi kamu malah..." Dengan suara lemah, Anaya berusaha menyampaikan keluh kesannya. Tetapi tatapan Bram sama sekali tidak iba, bahkan manik matanya se







