LOGIN"Anaya keluar kamu!"
Ketukan dan teriakan dari luar rumah membuat ketenangan Anaya seketika terganggu. Terlebih hari ini Anaya sedang sendiri di rumah, menikmati waktu luangnya. Lagi-lagi Bram kembali datang dan mencari masalah. Bukan hanya itu, Fenny tampak senang melihat Bram memasang wajah marah. "Kak Bram, aku jadi takut. Bagaimana jika Anaya tidak mau mengembalikannya?" Ucap Fenny dengan ekspresi yang berubah drastis. Tampak kesedihan yang begitu mendalam dari balik wajahnya. Anaya sejujurnya malah membuat keributan, tetapi jika dirinya tidak muncul ketenangannya akan terus diganggu. Dia pun bermaksud mengusir Bram bersama Fenny, tetapi ketika membuka pintu... Plak... Anaya kaget sampai kedua matanya melotot. Tidak menyangka akan mendapat tamparan keras secepat ini. PLAK.. PLAK.. Dua tamparan khas mendarat di pipi Bram, wajah Anaya kini memerah. Bahkan Fenny sampai membuka mulut ketika melihat Anaya dengan berani menampar Bram. "Anaya... Kau?!" Seketika emosi Bram memuncak, berniat membalas tamparan Anaya, tetapi malah di tahan oleh Anaya dengan mudah. "Apa hakmu sampai menamparku? Lagian kau seharusnya tidak datang ke sini lagi!" ucap Anaya sambil menghantam keras tangan Bram. Fenny sampai menatap Anaya dengan jengkel, lalu memutar bola mata seolah menganggap Anaya bodoh. "Apa hakku? Anaya, jangan bercanda. Aku tahu pernikahanmu dengan Ridho itu hanya pura-pura. Tetapi tenang saja, aku tidak mempermasalahkan itu. Aku hanya ingin kamu mengembalikan barang yang sudah Fenny beli!" Tunjuk Bram. Anaya awalnya tidak mengerti arah pembicaraan Bram, tetapi setelah mengingat sebentar dia jadi tahu. Fenny kembali membuat masalah. "Barang yang Fenny beli? Apa aku tidak salah dengar, Fen?" Tanya Anaya sambil mengalihkan padangan ke arah Fenny. "Kak Anaya, jika kamu suka barang itu, aku tidak keberatan kamu mengambilnya. Tetapi aku juga sangat menginginkannya!" Kata Fenny mencoba memanas-manasi keadaan. "Anaya, kamu itu punya uang banyak. Lagian kenapa harus mengambil barang Fenny segala? Memalukan, Cih!" Bram mengerikan alisnya, menatap Anaya dengan jij*ik. Karena tidak tahan lagi, Anaya pun mengungkapkan semuanya. Barang yang dia beli dua minggu lalu memang miliknya karena dirinya yang membayar. Meski sebelumnya Fenny juga menginginkan barang itu, tetapi dia tidak bisa membayarnya. Meski sudah mendengar penjelasan Anaya, Bram malah seakan tak percaya. Menatap Fenny menunggu penjelasan darinya. Seketika Fenny pun kembali berakting. "Kak Bram, aku awalnya bermaksud membayar tetapi aku takut karena Kak Anaya menginginkannya. Terpaksa aku membiarkan dia mengambil barang itu, padahal diriku juga menginginkannya!" Kata Fenny berakting menyedihkan. Bram pun seketika luluh dan tak tega melihat Fenny tampak menyedihkan. Dirinya kembali menatap Anaya dan langsung menyeret Anaya ke dalam rumah mencari barang-barang yang di inginkan Fenny. "Kau gila?!" Anaya berteriak mencoba menghalangi, tetapi tubuhnya yang mungil dan lebih kecil tak bisa mengalahkan Bram. "Pokoknya barang itu harus menjadi milik Fenny!" Jawab Bram dengan tegas dan penuh ancaman. Saat itu, Anaya mulai menggeleng kepalanya. Dirinya tak menyangka Bram sebodoh ini hingga di manfaatkan terus menerus oleh Fenny. Dia sampai heran, bagaimana Fenny bisa membodohi Bram sejauh ini. "Kau seperti anjing peliharaan Fenny, sangat patuh padanya." Ucap Anaya merendahkan. Namun Bram tidak menanggapi dan malah sibuk mencari barang-barang yang di inginkan Fenny sampai kamar Anaya pun di acak-acak. Fenny lalu menunjuk tas branded yang dipunyai Anaya, tidak lupa baju, sepatu, dan barang mahal lainnya pun diambil dengan cepat. Fenny pun mulai tersenyum kecut ke arah Anaya sambil berbisik, "Kau benar-benar bodoh. Lihat, aku bisa mendapatkan semua barang-barang mu semudah ini!" Kata Fenny mulai memancing amarah Anaya, tetapi sebelum dia bergerak, seseorang malah masuk dan membanting tubuh Bram ke lantai. Semua orang pun terkejut termasuk Bram sendiri yang mulai kesakitan. "Maaf, Sayang. Aku telat pulang!" Ujar Ridho dengan tersenyum manis. Bram ingin bangkit, tetapi kaki Ridho sudah menindihnya membuat dirinya hanya bisa kesakitan. Dan Anaya pun senang melihat kejadian ini. Fenny buru-buru meletakkan semua barang-barang Anaya kembali di tempatnya. "Kau.. Lepaskan aku!" Teriak Bram yang masih berjuang melawan tetapi sia-sia saja. "Hei, culung. Seharusnya kamu tak berani memukulku!" teriak Bram memberontak, tetapi Ridho malah memasukkan pingpong kecil ke dalam mulutnya membuat Bram tak bisa bicara lagi. Dari sini mereka semua mulai belajar, Ridho yang dikenal Culung, tak berani melawan, rupanya pandai berkelahi. Anaya sebagai istri sendiri terkejut melihatnya karena selama ini dia tidak tahu jika suaminya sangat ahli bela diri. "Good! Sayang, beri pelajaran pada Fenny juga. Mereka berdua sudah keterlaluan masuk ke rumahku tanpa izin!" Ucap Anaya mengadu. Ridho hanya mengedipkan mata dengan romantis lalu kembali beraksi menangkap Fenny dan mengikatnya bersama Bram. "Lampiaskan semua amarahmu pada mereka, pukul sampai babak belur!" Perintah Ridho yang memberikan Anaya kesempatan membalas. Anaya melayangkan pukulan demi pukulan dengan senang hati sambil mengingat kejahatan yang sudah Bram dan Fenny lakukan di kehidupannya sebelumnya. Setelah puas, mereka berdua baru di lepaskan dan itu membuat Bram dan Fenny masuk rumah sakit. _____ Sore harinya, orang tua Bram datang menuntut Anaya. Mereka berniat melaporkan Anaya dan Ridho ke polisi. Namun setelah melihat kondisi Anaya yang babak belur hingga berjalan pun di bantu tongkat, Pak Arsyad spontan mengucek matanya seolah tak percaya. "Bukannya Fenny bilang jika Anaya yang memukul mereka lebih dulu? Tetapi kok..." "Aduh, kenapa Anaya malah lebih parah?" Tambah Ibu Larissa dengan wajah panik. Anaya perlahan mendekat, mulai batuk-batuk lalu menyambut orang tua Bram. "Pak Arsyad dan Ibu Larissa tadi mau bicara apa denganku? Siapa yang bakal di tuntut?" Tanya Anaya dengan suara lemah, wajahnya bahkan begitu pucak membuat kedua orang tua Bram hanya terdiam. Tidak lama, muncul Ridho yang menggunakan kursi roda. kedatangannya mengguncangkan Pak Arsyad dan Ibu Larissa. "Lah, yang ini lebih parah, Bu!" Ujar Pak Arsyad dengan mata membulat. "Tapi kata Fenny, mereka berdua tidak terluka sama sekali," Ibu Larissa masih belum percaya namun dirinya mulai ragu menuntut Anaya. "Maaf, Pak. Bram sangat kuat sampai kedua kaki ku benar-benar di patahkan," Kata Ridho sambil terus mendorong kursi rodanya menghampiri Pak Arsyad. "Bram yang melakukannya?" Pak Arsyad tak percaya sama sekali. "Apa bapak dan Ibu datang ke sini untuk mengganti rugi semua biaya pengobatan ku dan istriku? Bapak sangat baik kalau begitu. Mari masuk, biar aku berikan catatan medis kami sekaligus pembayarannya," Ucap Ridho mempersilahkan. Namun justru Pak Arsyad tampak panik dan terus melirik Istrinya memberi kode. Tidak lama, mereka berdua lalu kabur dengan terburu-buru. Sadar tak bisa mendapatkan keuntungan kali ini setelah melihat kondisi Anaya dan Ridho yang lebih berbahaya. "Ha ha ha!" "Ha ha ha!""Anaya keluar kamu!" Ketukan dan teriakan dari luar rumah membuat ketenangan Anaya seketika terganggu. Terlebih hari ini Anaya sedang sendiri di rumah, menikmati waktu luangnya. Lagi-lagi Bram kembali datang dan mencari masalah. Bukan hanya itu, Fenny tampak senang melihat Bram memasang wajah marah."Kak Bram, aku jadi takut. Bagaimana jika Anaya tidak mau mengembalikannya?" Ucap Fenny dengan ekspresi yang berubah drastis. Tampak kesedihan yang begitu mendalam dari balik wajahnya.Anaya sejujurnya malah membuat keributan, tetapi jika dirinya tidak muncul ketenangannya akan terus diganggu. Dia pun bermaksud mengusir Bram bersama Fenny, tetapi ketika membuka pintu...Plak...Anaya kaget sampai kedua matanya melotot. Tidak menyangka akan mendapat tamparan keras secepat ini.PLAK.. PLAK..Dua tamparan khas mendarat di pipi Bram, wajah Anaya kini memerah. Bahkan Fenny sampai membuka mulut ketika melihat Anaya dengan berani menampar Bram."Anaya... Kau?!" Seketika emosi Bram memuncak, ber
Setelah pernikahan Anaya selesai, Ridho terus menatap Anaya seolah tak percaya dirinya telah menikahi Anaya, wanita yang selama ini dia idamkan sekaligus mantan pacarnya."Sampai kapan kau terus menatapku?" Ucap Anaya yang mulai menahan malu terus di tatap dari dekat oleh suaminya."Aku hanya tidak percaya, apa ini mimpi?" Ucap Ridho sambil menepuk pipi Anaya dengan lembut.Mereka berdua pun saling menatap satu sama lain, Anaya sekilas melihat manik mata yang selama ini dia rindukan. Manik mata Ridho yang selalu perhatian padanya meski Anaya cuek dan acuh tak acuh karena sibuk memikirkan Bram."Tapi Anaya, sejak kapan kamu mulai menyukaiku?" Tanya Ridho yang penasaran sambil memegang erat tangan Anaya seolah tak ingin melepasnya."Sejak kamu menghilang!""Apa? Kapan aku menghilang?" Ridho tampak bingung, Namun Anaya hanya tersenyum melihat tingkahnya.Sebenarnya di kehidupan sebelumnya, setelah acara pernikahan sederhana Anaya dan Bram selesai, sejak saat itu Ridho menghilang dari hid
Hari pernikahan tiba, Anaya hanya menggunakan setelah biasa saja, sama persis di kehidupan lalu. Tidak ada keluarga yang datang, hanya Mama Anindita yang terus menangis melihat anaknya dari kejauhan. Anaya melangkah mendekati Mamanya, dia tahu persis apa yang ada dipikiran sang Bunda. "Ma, berhenti menangis. Ini hari bahagiaku," Bujuk Anaya, namun tangisan Mama Anindita semakin keras. "Ma, aku tidak akan menikah dengan Bram!" Lanjut Anaya yang tahu seperti apa ke khawatiran Anindita. "Lalu apa ini jika kamu tidak ingin menikahi Bram? Buat apa kamu mengadakan pesta pernikahan, Anaya!" "Calonnya bukan Bram lagi, Ma!" "Cukup, Nak. Sampai kapan kamu dibutakan dengan cinta. Ini semua salah, harusnya kamu mengerti, Anaya!" Mama Anindita bersuara dengan keras.Tidak lama datang rombongan Bram, mereka semua tampak memperhatikan gedung ini yang tampak sederhana. Lalu tiba-tiba, wajah Bram menjadi tidak puas."Kau bahkan tidak mendekor pernikahanmu seindah yang aku harapkan," Ujar Bram s
Bram kini membawa teman-temannya ke rumah Anaya, disini dirinya akan membuat rencana besar. Beberapa orang sangat antusias menantikan adegan seru karena Bram masih nekad menemui Anaya meski sudah di tolak sebelumnya.Namun, tampak seseorang yang begitu gelisah, manik matanya terus melirik ke arah Bram, memutar malas seolah dirinya tidak senang. Bahkan ekspresi dan raut wajahnya menampilkan semua kegelisahan itu. Dia pun maju melangkah menghampiri Bram, dari lubuk hati terdalamnya muncul rasa iri yang begitu besar terhadap Anaya. Semakin dipikir, semakin marah dirinya."Kau tampak senang?" Tanya Fenny langsung, mulai tak tahan. "Kau tidak lihat begitu penurutnya Anaya padaku. Aku jamin setelah menikah nanti, Anaya akan terus seperti itu." Ujar Bram dengan penuh percaya diri. Benar-benar meremahkan Anaya."Apasih yang kau sukai dari wanita itu?" Guman Fenny yang tidak bisa melawan, hanya terdiam sambil melipat kedua tangannya tepat di depan dada menunggu munculnya sosok Anaya, sosok
"Aku sudah mengurus semuanya, tolong berikan uang senilai 100 juta padaku!" Perintah Pak Arsyad dengan suara mengancam. "Atas dasar apa aku memberikannya, Pak?" Tanya balik Mama Anindita dengan wajah kesal. Dia paling benci di manfaatkan seperti ini oleh orang miskin. Meskipun dirinya sering membantu, tetapi dipaksa untuk membantu membuat dirinya tidak terima. "Anak ibu yang memaksa kami menikahkan anak kami padanya. Anda tahu sendiri, kami belum siap dan belum punya tabungan. Tetapi, dia berjanji akan membayar lunas semua biaya pernikahan bahkan menjanjikan uang 100 juta padaku!" Bu Larissa menyela, menjelaskan detailnya. Mama Anindita syok parah mendengarnya, mulutnya sampai terbuka membentuk oval. "Anaya!" Teriaknya dengan keras. Saat itu Anaya sudah tiba, dia panik melihat Mama nya yang emosi. Anaya tahu, di kehidupan sebelumnya Mama nya syok parah sampai terkena serangan jantung. Karena itu Anaya dibenci semua orang di keluarganya hingga terpaksa mempertahankan pernikah
Bibir Anaya memuntahkan dar-ah, tubuhnya menjadi lemas. Namun yang paling menyedihkan adalah dirinya ditusuk oleh suaminya sendiri. "Aku sudah ingatkan kamu tidak menyentuh Fenny. Meski dia hanya selingkuhan, tetapi aku jauh lebih mencintainya!" Bentak Bram sambil terus menusuk tubuh Anaya semakin dalam. "Akhhh..." "Aku sudah lama ingin melenyapkanmu, hanya saja diriku kasihan karena kamu sedang mengandung. Tetapi kali ini kamu sudah kelewatan batas!" Teriak Bram, suaranya semakin menggema. Saat itu, tangan Anaya terkepal keras. Hatinya semakin menjerit kesakitan, suaminya benar-benar tega membunuh dirinya dan calon anaknya hanya karena Anaya mengusir Fenny dari rumah. Padahal rumah ini milik Anaya seutuhnya, rumah yang diberikan langsung oleh orang tuanya. "Mas, sepuluh tahun kita menikah dan baru kali ini diriku hamil, tetapi kamu malah..." Dengan suara lemah, Anaya berusaha menyampaikan keluh kesannya. Tetapi tatapan Bram sama sekali tidak iba, bahkan manik matanya se







