Home / Romansa / Obsesi Tuan Hagen / BAB 1 I Skandal Keluarga Duncan

Share

BAB 1 I Skandal Keluarga Duncan

Author: Blezzia
last update Last Updated: 2021-05-31 15:10:49

Dua Minggu Yang Lalu

Seluruh stasiun televisi memberitakan hal yang sama sejak beberapa hari; berita skandal perselingkuhan dan kasus korupsi seorang pengusaha ternama dan paling berpengaruh di Lancester, yaitu Edgar Duncan. Diikuti dengan layangan perceraian sang istri, Amanda Duncan. Setelah menyebarnya kasus perselingkuhan tersebut di media yang membuat heboh jagat raya.

“Saat ini Amanda Duncan menolak untuk memberi komentar terhadap kasus yang menyandung Edgar Duncan. Wanita berusia empat puluh tahun itu meminta media untuk berhenti mengejar-ngejar keberadaannya, karena dia sedang dalam masa penyembuhan diri akibat kasus yang menjerat sang suami,” jelas seorang reporter dari salah satu media yang menunjukan video rekaman ketika Amanda dikawal beberapa bodyguard saat memasuki sebuah mobil di tengah-tengah kerumunan paparazzi dan media.

Dari layar televisi, tampak mantan model tersebut menyembunyikan wajah dengan syal dan topi bundar serta kaca mata hitam besar.

Beberapa orang terlihat berhenti di lobby rumah sakit begitu mendengar pemberitaan yang menjadi trending topik akhir-akhir ini melalui televisi di dinding dekat ruang tunggu.

Camellia yang baru saja kembali dari mesin pembuat kopi menghentikan langkah dan ikut berdiri dengan pandangan fokus pada televisi, sedang kedua tangan menggenggam sebuah cup berisi latte panas.

Dia hendak berbalik badan, saat bisik-bisik sekitar mengurungkan langkah dan memaksanya untuk di tempat. Menyiksa diri dengan mendengarkan gossip yang beredar.

“Kudengar keluarga Duncan kehilangan kekayaan mereka hanya dalam semalam,” kata seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan, menarik perhatian Camellia dan membuatnya menatap teman wanita tersebut yang juga membalas.

“Benar-benar sangat disayangkan, padahal mereka adalah orang kaya lama. Harta lima generasi ludes tidak bersisa hanya karena seorang wanita.”

Tanpa sadar, Camellia meremas cangkir kopi dalam genggaman dan dia menundukan wajah, menatap lantai keramik rumah sakit yang putih.

“Sudah dari dulu perselingkuhan selalu menjadi masalah utama sebuah pernikahan. Lihatlah, padahal mereka sangat kaya, tetapi Mr. Duncan tertarik dengan wanita lebih muda dan membuat kehidupan istri dan puterinya menderita. Dia benar-benar lelaki egois dan jahat,” balas wanita berbaju biru yang ikut dalam percakapan dua wanita paruh baya tadi.

Hati Camellia meringis, dia ingin membantah, namun sadar bahwa tidak akan ada guna sehingga dia pun bungkam dan mendengarkan saja.

“Apa kau juga dengar, bahwa saat ini pria tua itu masuk rumah sakit karena serangan jantung?”

Camellia melirik ke sekitar, takut bila ucapan wanita itu membuka identitasnya, membuat dia semakin menundukan wajah. Gadis itu bernar-benar takut seseorang menyadari keberadaannya sehingga dia merasa gugup tiba-tiba.

“Benarkah? Wah, aku tidak mengira dia mendapat karma yang pantas. Sudahlah kehilangan seluruh kekayaan, sekarang sekarat dan tidak lama lagi pasti mati. Lalu, siapa yang akan menanggung semua hutang yang dia tinggalkan?”

Serentak para wanita itu menjawab: “Tentu saja puterinya, memang siapa lagi?”

Mendengar itu, Camellia meringis pelan sembari menggigit bibirnya dalam-dalam hingga rasa amis tembaga menyebar dalam mulutnya yang mengatup rapat.

Wanita berbaju biru pun tidak mau ketinggalan dan memberikan opini.

“Tidak mungkin selingkuhannya akan merawat pria tua sakit-sakitan dan miskin seperti itu.”

Serentak beberapa kepala mengangguk setuju, membuat Camellia merasa sesak dan mundur selangkah.

“Lebih menakutkannya lagi, keluarga Duncan berhutang sangat besar dengan Keluarga Hagen. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana cara mereka melunasi semua hutang-hutang itu.”

Tampak wajah-wajah para wanita menggigil saat mendengar nama salah satu keluarga paling dihormati sekaligus ditakuti di Lancester.

Camellia yang tidak ingin mendengarkan pembicaraan menyakitkan itu lebih jauh lagi, memilih untuk pergi, kembali ke tujuan semula. Dengan tangan gemetar, dia kesulitan memegang cup latte panas yang nyaris tumpah berceceran di sepanjang perjalanan menuju sebuah kamar perwatan.

Di sepanjang koridor yang dilalui, gadis itu menahan air mata yang mendesak ke pelupuk. Namun, sekuat tenaga dia telan kembali. Hingga pada akhirnya Camellia pun tiba di depan pintu sebuah kamar perawatan.

Langkahnya terhenti, sedang mata menatap nanar pada daun pintu yang tertutup di hadapan.

Setelah menarik napas lebih dulu, dan menata ekspresi serta menenangkan diri, barulah dia masuk ke dalam ruangan dengan langkah pelan.

Seketika mata Camellia mendapati satu tubuh terbaring di atas ranjang perawatan, dengan berbagai selang dan alat penunjang kehidupan terpasang di badan. Bedside Monitor yang berada di sebelah ranjang mengelurkan bunyi beep yang konstan, membuat suasana dalam ruangan terasa menegangkan dan sedikit tidak nyaman.

Dia pun berjalan mendekat dan menaruh gelas kopinya ke meja, tepat di sebelah kepala ranjang, lalu menarik kursi, kemudian duduk terdiam di samping tubuh yang berbaring, ditemani suara alat-alat di sekitar.

“Maaf jika aku sangat lama tadi, kebetulan mesin kopinya sedikit bermasalah,” kata Camellia dengan nada penuh senyuman, seolah pria itu dapat mendengar yang dia katakan. 

Dengan wajah berseri dan sedikit antusias, Camellia melanjutkan; “Besok aku tidak bisa berkunjung, karena harus menyelesaikan tugas kuliah yang menumpuk. Tidak apa-apa kan?”

Dia tahu tidak akan mendapat balasan, namun tetap meneruskan seolah itu adalah pembicaraan dua arah.

“Oh, iya, aku mencoba memasak sesuatu, tetapi gagal lagi. Bagaimana bila aku bawakan hasil masakanku ketika aku datang kembali? Kali ini akan kuusahakan makanan buatanku berhasil.”

Masih dengan senyum yang tidak pudar, Camellia menceritakan hal-hal menyenangkan pada pria yang terbaring di sana. Berharap mendapat sedikit reaksi, tetapi tetap saja nihil. Membuat senyumnya terlepas sesaat, namun dengan cepat dia menatanya kembali.

“Sepulang dari sini aku akan menonton sesuatu, karena di rumah sedang tidak ada siapa-siapa, jadi aku merasa sedikit bosan.” Tanpa menyentuh sedikitpun latte di meja, dia melanjutkan, “Tadinya aku ingin mengajak Bella, tetapi dia bilang akan kembali ke Boston malam ini, jadi aku tidak bisa mengajaknya.”

Pandangan Camellia terfokus pada wajah yang terlelap di depan, dan dengan hati-hati dia menyentuh tangan yang berada di sisi tubuh terbaring tersebut, mengelusnya lembut sembari bersenandung merdu sebuah lullaby tentang memory dan kenangan.

“Suaraku jelek sekali ya,” katanya rendah, terdengar sedikit kecewa. “Aku akan berlatih agar bisa bernyanyi lebih merdu lagi.”

Camellia mengangkat jari kelingking di udara dengan senyum merekah sempurna, sedangkan mata berkaca-kaca menahan sesak di dada.

Setelah menunggu selama satu menit, tangan Camellia kembali berada di atas pangkuan, karena tidak lagi ada yang membalas tautan jemarinya.

Dia menundukan kepala dan berkata; “Kalau kau keluar dari sini, aku akan membawamu jalan-jalan. Jadi, cepatlah sembuh sehingga kita bisa berkumpul lagi.”

Setelah yakin rasa nyeri di hati memudar, Camellia pun kembali mengangkat wajah dan tanpa dia sadari, waktu berlalu sangat cepat hari itu. Dari ekor mata, Camellia melihat jam sudah menunjukan pukul empat sore, menandakan dia terlalu lama di sana sehingga harus segera kembali sebelum gelap.

“Aku akan kembali lagi, Ayah,” pamitnya sembari mengecup kening pria tua yang terbaring lemah, sebelum akhirnya bangkit dari duduk dan berjalan keluar.

Dengan hati berat, Camellia menutup pintu perawatan.

Cukup lama dia terdiam, sedang dahi bersandar di daun pintu serta hati berdo’a pilu; ‘Jangan ambil dia dariku, Tuhan.’

Sebanyak tiga kali dia berbisik dengan gerakan bibir yang pelan.

Begitu yakin air matanya tidak akan luruh, Camellia pun mengangkat kepala, kemudian menatap pintu itu berlama-lama, sebelum benar-benar pergi meninggalkan rumah sakit dan pria paruh baya yang terbaring tidak berdaya di dalamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Youe
next next next
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Obsesi Tuan Hagen   TAMAT

    Camellia baru saja terbangun, dan dirinya menatap puas dengan pandangan berbinar pada pria yang masih terlelap di samping tempatnya berbaring. Dengan ujung jemari yang menari-nari di atas kulit telanjang pada punggung pria itu, Camellia mencoba menahan diri agar tidak tertawa, terutama ketika Hagen menggumamkan sesuatu di dalam tidurnya. Tahu bahwa dia hanya akan membangunkan singa yang lapar, Camellia memilih untuk segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa waktu kemudian, Hagen tampak masih tertidur dengan posisinya semula, sehingga Camellia membiarkannya dan terus melangkah ke arah balkon. Gadis itu tampak menikmati semilir angin pagi yang menyuguhkan pemandangan hutan beton di hadapan. Sembari menyeduh susu cokelat hangat, tatapan Camellia tertuju pada arakan langit cerah yang memenuhi kota New York. Dia hendak menyesap minumnya kembali, saat tiba-tiba sepasang tangan kekar memeluk dari arah belakang. “Morning, Princess,” sapa Hagen, s

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 4

    Saat Ini, di Luna Star Hotel. Honeymoon On New York.Di salah satu kamar Luna Star Hotel, ditemani cahaya remang-remang. Aroma kopi yang maskulin dan wangi mawar yang berpadu. Camellia menatap punggung lebar dan kokoh yang membelakanginya dengan desah napas yang teratur.Otot-otot liat itu menggoda mata Camellia untuk tidak berpaling sedikit pun. Namun, bukan itu yang membuat Camellia masih terjaga kendati jam dinding mewah yang tergantung di depan pintu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.Matanya belum perpaling ketika punggung kokoh serupa Dewa Yunani itu berbalik dengan sepasang mata yang menghunjam Camellia. Warna hitam obsidian yang bersinar itu menatap langsung ke arah bola mata Camellia.Dia tidak mampu mengontrol detak jantungnya yang berdesir cepat ketika Hagen memamerkan senyum tipis yang menghiasi wajah rupawannya tersebut.“Mengapa kau belum juga tidur?” Suara parau yang berat dan dalam itu seolah menyedot semua akal sehat Camellia.Camellia tidak mampu menjawab. Tubuhnya

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 3

    Camellia tidak tahu harus melakukan apa dalam situasinya saat ini, sehingga dia hanya mendengarkan suara hangat pria itu yang kini menggelitik telinganya.“Cukup anggukan kepalamu jika kau setuju.”Mendengar instruksinya, Camellia pun mengangguk cepat.Jelas sekali bahwa gadis itu tengah ketakutan.Menyadari hal itu, pria yang kini membekapnya pun tampak berusaha menenangkan.“Sssttt … aku tidak berniat melukaimu. Yang aku butuhkan hanya bantuan.”Seketika, Camellia pun menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan mata untuk menenangkan diri. Ketika dia dapat mengontrol rasa takut yang sempat menguasai, gadis itu mengangguk samar dan pelan. Tetapi, tetap saja pria bersuara maskulin yang menenangkan di balik punggungnya tidak melepaskan bekapan tangan dari mulutnya.“Seseorang tengah mengincar keberadaanku, dan jika kau bisa menyembunyikanku sampai supirku tiba, maka aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu di masa mendatang.”Mendengar penjelasannya, tanpa Camellia sadari, manik

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 2

    Beberapa Minggu setelah pertemuan dengan Jeff, Camellia tampak lebih berhati-hati dengan sekitar.Sesekali gadis itu merasakan seseorang tengah mengikutinya, dan hal itu semakin membuat Camellia merasa tidak aman jika jalan sendirian, walaupun hanya sekedar melakukannya di lingkungan sekolah yang ramai oleh lalu-lalang siswa lainnya.Camellia lebih memilih untuk mengajak Bella agar dapat menemaninya kemanapun dia pergi. Hal ini tentu saja membuat gadis enam belas tahun itu bertanya-tanya akan perubahan sikapnya.“Ada apa denganmu? Mengapa kau terlihat seperti orang yang ingin menyembunyikan diri, Lia?”Mendengar itu, kepala Camellia pun menggeleng samar.Akhir-akhir ini dia lebih banyak diam, terutama setelah acara pentas seni, dimana sang ayah tidak menghadiri undangan yang telah Camellia berikan pada butler keluarganya.Dia tidak tahu dimana letak kesalahannya. Padahal kehadiran ayahnya sangat Camellia tunggu waktu itu.Dan, sepulang dari acara pentas seni, dia pun menanyakan alasan

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 1

    Lancester, Tiga Setengah Tahun yang lalu.Camellia baru saja pulang dari sekolah, saat tiba-tiba salah satu butler menyambutnya dengan wajah sedikit masam. Jelas sekali, terjadi sesuatu sehingga membuat seisi rumah menjadi sangat tidak bersahabat dan bersitegang.Mendapati keadaan itu, Camellia pun melirik kembali pada jajaran mobil mewah yang terparkir di halaman.Biasanya, sang ayah; Edgar Duncan, selalu mengundang beberapa orang paling berpengaruh di Lancester dan Denver untuk mengadakan rapat bulanan yang selalu diadakan di rumah mereka.Pemandangan mobil mewah memenuhi parkiran bukanlah hal yang asing baginya. Namun, gadis muda itu tampak khawatir, karena setiap kali pertemuan itu dilaksanakan, pasti ada saja sesuatu yang janggal terjadi.Misalnya beberapa bulan lalu, salah satu anggota parlemen di Lancester menghilang secara misterius, dan keluarga dari parlemen tersebut tidak lagi terdengar kabarnya seminggu kemudian. Dan, Camellia tahu penyebabnya, tidak lain adalah rahasia di

  • Obsesi Tuan Hagen   Epilog

    Tidak ada yang lebih bahagia dari pasangan Hagen dan Camellia, yang kini berdansa di tengah-tengah ballroom yang dipenuhi oleh orang-orang terdekat mereka. Tidak hanya itu, beberapa orang berpengaruh di Lancester dan juga Denver tampak berkumpul di bawah atap yang sama, menari, berbicara dan tertawa dengan siapa saja yang mereka temui di Kastil Petunia.Camellia yang tampak sangat cantik dengan gaun satin berwarna putih, memahat sempurna pada lekuk tubuh feminimnya, hingga mampu membuat mata Hagen berbinar hanya dengan menatapnya.Pria itu bahkan tidak bisa menjauhkan tangannya dari pinggang ataupun jemari lentik gadis itu.Jelas sekali, keduanya hanyut dalam dansa dengan melody lambat di bawah lampu kristal yang menghiasi langit-langit ballroom.Sementara itu, tidak jauh dari keduanya, Erlinda dan Cintya yang juga berdandan cantik dengan gaun berwarna pastel senada, tampak mengagumi pasangan berdansa yang berada di tengah-tengah ruangan.“Ahhhh … aku benar-benar menginginkan pernikah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status