Home / Romansa / Obsesi Tuan Hagen / BAB 2 I Tidak Satupun Kenangan Tersisa

Share

BAB 2 I Tidak Satupun Kenangan Tersisa

Author: Blezzia
last update Last Updated: 2021-08-09 22:24:35

Sekembalinya dari rumah sakit, Camellia membuka pintu rumah. Seketika dia terjang oleh kenangan secara bertubi-tubi saat melihat ruang tengah rumahnya kosong dari segala perabotan mewah yang dulu pernah menghiasi tempat itu.

Tangan gadis tersebut membeku di gagang pintu, sedang matanya panas ketika menyapu ke seluruh sudut ruangan. Tidak ada sedikit pun kenangan yang tersisa.

Bahkan, foto-foto beserta lukisan yang pernah memenuhi setiap sisi dinding hanya menyisakan jejak keberadaannya saja. Membentuk sebuah bayangan hitam seperti bingkai yang menandakan dulunya pernah ada benda di sana.

Memori Camellia masih mengingat jelas, bahwa dinding itu penuh akan hiasan bernilai jutaan dollar yang tersusun hingga memenuhi seluruh ruangan.

Dengan langkah lelah, Camellia pun memasuki rumah dan menutup pintunya rapat.

Seketika tubuh gadis itu pun luruh ke lantai, kemudian dia melipat diri dan merebahkan kepala pada lutut yang terasa sangat rapuh. Seolah, tidak kuat menopang semua yang terjadi secara bertubi-tubi hingga menjadikan dirinya lelah.

Usianya baru melewati delapan belas, tidak seharusnya dia mengalami ini semua.

“Hhhh …,” desahnya sembari menarik napas dalam-dalam, menghalau tangis yang hendak singgah lagi.

Setelah berdiam diri beberapa menit, barulah Camellia bangkit dari tempatnya terduduk. Dengan gontai dia melintasi ruang tengah yang telah kosong, hingga langkahnya pun menggema sampai ke setiap sudut ruangan.

Begitu tiba di kamar, gadis itu hanya berdiri di ambang pintu.

Lagi-lagi matanya menatap ke segala arah, pada ruangan yang kini terasa asing baginya. Karena tidak ada perabotan mewah di sana, yang tersisa hanyalah kasur tipis di lantai, satu meja beserta kursi dan lemari baju berukuran kecil di setiap sisi.

Dan bila seseorang membuka lemari tersebut, maka tidak ada banyak baju di dalamnya.

Semua habis tidak bersisa, termasuk perhiasan yang merupakan hadiah dari sang ayah.

“Sekarang bukan saatnya memikirkan itu,” gumam Camellia sembari memasuki kamar untuk berganti baju.

Tidak lama setelahnya, dia pun turun ke lantai bawah, bermaksud mencari sesuatu di kulkas. Namun, pandangannya berkunang-kunang ketika mendapati tidak ada stock makanan di dalamnya.

Dia hanya mendapati roti lapis dan selai cokelat yang seingatnya dibeli seminggu yang lalu.

Apa dia akan makan itu setiap hari?

Dengan tangan bergetar sembari memegangi kepala, Camellia bergerak gelisah.

Dia lupa berbelanja. Tapi, bukan itu masalahnya.

Uang trust fund yang dia miliki tidak cukup untuk membeli makanan sebulan ke depan. Lalu, bagaimana dia bertahan selama itu?

“Bagaimana ini?” paniknya dengan kedua tangan mengusap wajah.

Bila terus seperti ini, bisa-bisa dia mati kelaparan di rumah tanpa satu orang pun tahu akan kondisinya.

“Apa aku menghubungi Bella?” batin Camellia, mengingat teman satu sekolah yang mungkin bisa meminjaminya uang.

Tetapi, mengingat bahwa dia masih dalam radar media, hal itu bukan keputusan bijak.

“Lalu aku harus apa?” tanya Camellia sembari memijit pelipis dan berjalan mondar-mandir di dekat pantry.

Ada satu cara yang dapat menundanya dari kelaparan selama satu bulan ke depan, yaitu sang Ibu, Amanda Duncan yang baru saja menjadi sensasi nasional.

Namun, rasa takut akan penolakan membuat Camellia menatap ponselnya cukup lama. Dia tidak ingin Ibunya menutup panggilan bahkan sebelum Camellia sempat menyapa.

Akan tetapi, mengingat tidak ada solusi selain ini, dia pun memberanikan diri untuk mencoba.

Dengan tangan bergetar saat menekan tombol panggil di layar ponsel, Camellia berharap sang Ibu menjawab tanpa meninggikan suara seperti sebelum-sebelumnya.

Pada percobaan pertama, tidak ada yang mengangkat, sehingga dia mencoba lagi sebanyak dua kali.

Dan untunglah, kali ini terdengar suara sapaan feminim yang sangat familiar dari seberang.

“Halo.”

Namun, mendengar nadanya yang dingin, lagi-lagi dia tidak dapat mengataka  apa-apa.

“Apa kau sengaja diam hanya untuk membuatku marah?!” tanya suara dingin itu lagi, kali ini dengan meninggikan suara yang membuat Camellia sedikit terlonjak karenanya.

“I-Ibu,” sahut gadis muda itu sembari meremas ujung baju dengan gerakan gelisah. “A-akuꟷ”

“Berapa kali harus kukatakan padamu untuk tidak lagi menghubungi?” ucap wanita itu yang seketika memotong ucapan Camellia. “Seharusnya kau tahu aku sedang tidak ingin diganggu!”

Kali ini dia mendengar jeritan nyaring yang membuatnya menjauhkan ponsel, dikarenakan teriakan tersebut menyakiti pendengaran hingga membuat gendang telinganya berdengung.

Untuk sesaat Camellia terpaku sembari menatap ponsel yang masih berada dalam genggaman. Layarnya berkedip-kedip, menandakan panggilan masih tersambung.

Tangannya yang gemetar kembali membawa ponsel itu ke telinga. Dia berharap tidak lagi mendapat jeritan seperti tadi.

“Ibu, aku membutuhkan bantuan darimu,” ucap Camellia dengan suara begetar dan dada sedikit sesak.

Sekuat tenaga dia menahan diri agar tidak menumpahkan air mata, karena hanya akan berakhir sia-sia.

Namun, bukannya sebuah jawaban menenangkan, Camellia mendapat cacian tanpa jeda yang memanaskan telinga.

“Anak terkutuk! Jika bukan karenamu, aku tidak akan seperti ini! Seharusnya kau juga ikut mati dengan tua bangka itu. Kalian berdua tidak ada bedanya. Hanya membuatku menderita!”

Seketika Camellia menahan lidah, meski hatinya menjeritkan bahwa ayahnya belum mati!

Bagaimana mungkin Ibunya dengan mudah mengatakan harapan seperti itu?

“Jangan menghubungiku, kaulah penyebab semua ini!”

Seketika panggilan itu pun terputus, menyisakan rasa sakit di hati Camellia. Hingga pada akhirnya, gadis itu terduduk di atas lantai dengan pipi yang sejak tadi sudah basah tanpa dia sadari.

Dengan tubuh masih bergetar dan kaki lemas, Camellia meluapkan segalanya di lantai dapur. Dia menangis keras, dan sejadi-jadinya sampai air mata mengering dan wajah bengkak.

“Ayah,” sedu-sedannya sembari meremas dada yang menolak untuk menarik oksigen ke paru-paru.

Berkali-kali Camellia memukuli diri, bertanya pada udara; apa yang salah dengannya hingga sang Ibu sangat membenci kehadirannya?

“Ayah …” tangisnya dengan suara keras hingga dia terbaring di atas lantai dingin.

Cukup lama Camellia berada di posisi itu. Tanpa sadar tertidur pulas hingga pagi dengan posisi yang sama. Meringkuk di atas dinginnya lantai dapur yang seketika membuat tubuhnya menggigil. Dia melihat ke segala arah, dan pandangannya disilaukan oleh cahaya mentari pagi yang menyapa lewat ventilasi jendela.

Sejenak, dia mengerjab-ngerjabkan mata. Dan saat itulah Camellia mendengar dentang jam dinding tua berasal dari ruang tengah.

Itu adalah salah satu benda yang tidak laku dijual sehingga dibiarkan di tempatnya semula.

Bila hitungannya tepat, maka pagi itu sudah lewat pukul tujuh.

“Biarkan aku tidur sebentar saja,” gumamnya, sembari terus tertidur di atas dinginnya lantai hingga meringkuk dengan posisi seperti janin.

Dia hendak memejamkan mata lagi, saat tiba-tiba terdengar suara ketukan keras dari arah pintu depan.

“Miss Duncan, buka pintunya. Kami ada perlu!” teriak suara pria di luar sana dengan nada sarat ancaman.

Seketika kelopak mata Camellia membuka kembali, dan dengan perasaan takut, dia pun melirik ke arah koridor penghubung dapur dan ruang tengah.

Saat itulah rasa dingin tidak ada apa-apanya dibanding ketakutan yang perlahan menyelimuti. Dimulai dari ujung kaki hingga menjalar ke ulu hati serta membuat bulu roma berdiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Ya Allah Mama nya jahat banget... Terasa sampai sini kak rasa sakit & sesak di dada Camellia.
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
duh mamae kok jahat banget ya..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Obsesi Tuan Hagen   TAMAT

    Camellia baru saja terbangun, dan dirinya menatap puas dengan pandangan berbinar pada pria yang masih terlelap di samping tempatnya berbaring. Dengan ujung jemari yang menari-nari di atas kulit telanjang pada punggung pria itu, Camellia mencoba menahan diri agar tidak tertawa, terutama ketika Hagen menggumamkan sesuatu di dalam tidurnya. Tahu bahwa dia hanya akan membangunkan singa yang lapar, Camellia memilih untuk segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa waktu kemudian, Hagen tampak masih tertidur dengan posisinya semula, sehingga Camellia membiarkannya dan terus melangkah ke arah balkon. Gadis itu tampak menikmati semilir angin pagi yang menyuguhkan pemandangan hutan beton di hadapan. Sembari menyeduh susu cokelat hangat, tatapan Camellia tertuju pada arakan langit cerah yang memenuhi kota New York. Dia hendak menyesap minumnya kembali, saat tiba-tiba sepasang tangan kekar memeluk dari arah belakang. “Morning, Princess,” sapa Hagen, s

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 4

    Saat Ini, di Luna Star Hotel. Honeymoon On New York.Di salah satu kamar Luna Star Hotel, ditemani cahaya remang-remang. Aroma kopi yang maskulin dan wangi mawar yang berpadu. Camellia menatap punggung lebar dan kokoh yang membelakanginya dengan desah napas yang teratur.Otot-otot liat itu menggoda mata Camellia untuk tidak berpaling sedikit pun. Namun, bukan itu yang membuat Camellia masih terjaga kendati jam dinding mewah yang tergantung di depan pintu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.Matanya belum perpaling ketika punggung kokoh serupa Dewa Yunani itu berbalik dengan sepasang mata yang menghunjam Camellia. Warna hitam obsidian yang bersinar itu menatap langsung ke arah bola mata Camellia.Dia tidak mampu mengontrol detak jantungnya yang berdesir cepat ketika Hagen memamerkan senyum tipis yang menghiasi wajah rupawannya tersebut.“Mengapa kau belum juga tidur?” Suara parau yang berat dan dalam itu seolah menyedot semua akal sehat Camellia.Camellia tidak mampu menjawab. Tubuhnya

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 3

    Camellia tidak tahu harus melakukan apa dalam situasinya saat ini, sehingga dia hanya mendengarkan suara hangat pria itu yang kini menggelitik telinganya.“Cukup anggukan kepalamu jika kau setuju.”Mendengar instruksinya, Camellia pun mengangguk cepat.Jelas sekali bahwa gadis itu tengah ketakutan.Menyadari hal itu, pria yang kini membekapnya pun tampak berusaha menenangkan.“Sssttt … aku tidak berniat melukaimu. Yang aku butuhkan hanya bantuan.”Seketika, Camellia pun menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan mata untuk menenangkan diri. Ketika dia dapat mengontrol rasa takut yang sempat menguasai, gadis itu mengangguk samar dan pelan. Tetapi, tetap saja pria bersuara maskulin yang menenangkan di balik punggungnya tidak melepaskan bekapan tangan dari mulutnya.“Seseorang tengah mengincar keberadaanku, dan jika kau bisa menyembunyikanku sampai supirku tiba, maka aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu di masa mendatang.”Mendengar penjelasannya, tanpa Camellia sadari, manik

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 2

    Beberapa Minggu setelah pertemuan dengan Jeff, Camellia tampak lebih berhati-hati dengan sekitar.Sesekali gadis itu merasakan seseorang tengah mengikutinya, dan hal itu semakin membuat Camellia merasa tidak aman jika jalan sendirian, walaupun hanya sekedar melakukannya di lingkungan sekolah yang ramai oleh lalu-lalang siswa lainnya.Camellia lebih memilih untuk mengajak Bella agar dapat menemaninya kemanapun dia pergi. Hal ini tentu saja membuat gadis enam belas tahun itu bertanya-tanya akan perubahan sikapnya.“Ada apa denganmu? Mengapa kau terlihat seperti orang yang ingin menyembunyikan diri, Lia?”Mendengar itu, kepala Camellia pun menggeleng samar.Akhir-akhir ini dia lebih banyak diam, terutama setelah acara pentas seni, dimana sang ayah tidak menghadiri undangan yang telah Camellia berikan pada butler keluarganya.Dia tidak tahu dimana letak kesalahannya. Padahal kehadiran ayahnya sangat Camellia tunggu waktu itu.Dan, sepulang dari acara pentas seni, dia pun menanyakan alasan

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 1

    Lancester, Tiga Setengah Tahun yang lalu.Camellia baru saja pulang dari sekolah, saat tiba-tiba salah satu butler menyambutnya dengan wajah sedikit masam. Jelas sekali, terjadi sesuatu sehingga membuat seisi rumah menjadi sangat tidak bersahabat dan bersitegang.Mendapati keadaan itu, Camellia pun melirik kembali pada jajaran mobil mewah yang terparkir di halaman.Biasanya, sang ayah; Edgar Duncan, selalu mengundang beberapa orang paling berpengaruh di Lancester dan Denver untuk mengadakan rapat bulanan yang selalu diadakan di rumah mereka.Pemandangan mobil mewah memenuhi parkiran bukanlah hal yang asing baginya. Namun, gadis muda itu tampak khawatir, karena setiap kali pertemuan itu dilaksanakan, pasti ada saja sesuatu yang janggal terjadi.Misalnya beberapa bulan lalu, salah satu anggota parlemen di Lancester menghilang secara misterius, dan keluarga dari parlemen tersebut tidak lagi terdengar kabarnya seminggu kemudian. Dan, Camellia tahu penyebabnya, tidak lain adalah rahasia di

  • Obsesi Tuan Hagen   Epilog

    Tidak ada yang lebih bahagia dari pasangan Hagen dan Camellia, yang kini berdansa di tengah-tengah ballroom yang dipenuhi oleh orang-orang terdekat mereka. Tidak hanya itu, beberapa orang berpengaruh di Lancester dan juga Denver tampak berkumpul di bawah atap yang sama, menari, berbicara dan tertawa dengan siapa saja yang mereka temui di Kastil Petunia.Camellia yang tampak sangat cantik dengan gaun satin berwarna putih, memahat sempurna pada lekuk tubuh feminimnya, hingga mampu membuat mata Hagen berbinar hanya dengan menatapnya.Pria itu bahkan tidak bisa menjauhkan tangannya dari pinggang ataupun jemari lentik gadis itu.Jelas sekali, keduanya hanyut dalam dansa dengan melody lambat di bawah lampu kristal yang menghiasi langit-langit ballroom.Sementara itu, tidak jauh dari keduanya, Erlinda dan Cintya yang juga berdandan cantik dengan gaun berwarna pastel senada, tampak mengagumi pasangan berdansa yang berada di tengah-tengah ruangan.“Ahhhh … aku benar-benar menginginkan pernikah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status