Share

BAB 6 I Tidur Denganku Selama Satu Tahun

“Ti-tiga pilihan?” tanya Camellia terbata-bata.

Mata bulat jernihnya yang berwarna hazel menatap Hagen penuh kebingungan.

“Ya, aku memberikan tiga pilihan yang dapat melunasi seluruh hutang keluargamu,” jelas Hagen dengan kedua jempolnya yang mengelus halus permukaan wajah gadis itu.

“Apa yang … kau mau?”

Senyuman Hagen semakin lebar, namun tatapan lembutnya yang tadi digantikan dengan suatu pandangan … vulgar. Seketika mengetuk hati Camellia dengan kerasnya, membuat dia lupa caranya bernapas untuk sesaat.

Gadis itu pun memegangi pergelangan tangan Hagen, bermaksud menepis sentuhan pria itu pada tubuhnya, namun Camellia tidak mampu menghalau tangan pria itu walaupun hanya seinci. Menjadikan Camellia frustrasi yang jelas tergambar dari ekspresi wajahnya.

Hal itu memudahkan Hagen untuk membaca setiap perubahan emosi Camellia, layaknya lembaran buku yang sedang pria itu baca.

Masih dengan tangan menangkup setiap sisi pipi gadis muda itu, dia pun memeta lekukan wajah rupawan Camellia inci demi inci.

“Pilihan pertama,” bisik Hagen sembari melarikan jari jemarinya di sepanjang permukaan kulit porselin Camellia yang membuat gadis itu menahan napas seketika. “Kau menjual rumah ini.”

Mendengar ucapannya, tatapan Camellia berubah menjadi kilatan marah.  Kedua tangannya yang berada di sisi tubuh pun mengepal seketika.

Jelas sekali itu bukan sesuatu yang akan gadis itu pilih nantinya, sehingga Hagen hanya tersenyum miring dan melanjutkan diskusi mereka.

“Yang Ke dua …” Sengaja pria itu menjeda ucapan, hanya untuk menarik perhatian Camellia, dan benar saja. Gadis itu tampak antisipasi dan lebih marah dibandingkan tadi.

Tahu bahwa dia bisa saja mendapat tamparan di wajah, Hagen pun membawa kedua tangan gadis itu ke dalam genggaman dan menguncinya di sana. Sedangkan mata obsidiannya tidak sedikit pun melepas tatapan mata mereka. Hal itu dia lakukan untuk mengobservasi reaksi Camellia.

“Pilihan nomor dua, menjual tubuhmu dengan pria asingꟷ”

Seketika ucapan Hagen terjeda ketika Camellia memberontak dan memaksa untuk melepaskan diri. Dengan cepat dia mengendalikan gadis itu kembali.

“Jangan coba-coba meludahiku bila kau tidak ingin menerima konsekuensinya,” tekan Hagen dengan nada sarat ancaman dan tatapan yang menunjukkan seberapa dia serius akan ucapan barusan, membuat Camellia berhenti. Namun, wajah rupawannya dipenuhi oleh emosi kegusaran yang kentara, tetapi Hagen coba abaikan.

Begitu gadis itu tenang kembali di dalam pelukannya, Hagen pun melanjutkan.

Kini, tatapan dari mata obsidiannya yang tajam menunjukkan bahwa dia memerintahkan Camellia untuk diam dan mendengarkan.

Seketika gadis itu menutup mulut, meski dalam hati mengutuk pria itu tanpa henti hingga merasa gondok sendiri.

“Pilihan nomor dua, menjual dirimu pada pria asing yang dapat melunasi hutang-hutang keluargamu padaku,” ucap Hagen, kali ini tidak ada sedikit pun senyuman yang terlukis di wajah maskulinnya.

Bahkan, dia terlihat jauh lebih dingin dibanding sebelumnya.

Camellia menggigit lidah dengan keras, tidak peduli bila sedang menyakiti diri, karena fokusnya saat ini ada pada wajah brengsek di depannya.

Dia berusaha menahan diri untuk tidak bersuara, meski di dalam sana Camellia sangat ingin meledak-ledak.

Berani-beraninya pria itu menghinanya! Apa serendah itu Hagen menilai dirinya?

“Apa yang ke tiga?” tanya Camellia dengan nada suara hendak menjeritkan penolakan.

Mendapati mata hazel gadis itu yang berkilat-kilat gusar, Hagen menipiskan bibir dan menyipitkan mata. Dia diam beberapa waktu, sebelum akhirnya sebuah senyuman melebihi sebuah seringai kembali menghiasi wajah maskulinnya yang rupawan.

Kedua tangan pria itu melepas tangan Camellia tiba-tiba, dan perlahan-lahan mendekatkan diri hingga tidak ada jarak di antara mereka.

Hagen bahkan terlihat terang-terangan mengendus rambut gadis itu dengan mata tertutup, seakan menikmati ketakutan Camellia yang mulai tercium ke permukaan.

Insting gadis itu menjeritkan kata lari berkali-kali, karena dia yakin pilihan ketiga jauh lebih menakutkan dibanding dua pilihan di awal. Terutama ketika Camellia merasakan sentuhan Hagen di sekitar kulit perutnya, yang tanpa dia sadari pria itu telah memasukkan tangannya ke balik baju.

Sentuhan-sentuhan halus dari pria itu di kulit telanjangnya memberikan senasi bagaikan ribuan kupu-kupu berterbangan, yang seketikas menyebarkan hawa panas di sekujur tubuh hingga membuat pipinya ikut memerah.

“Apa yang kau lakukan,” desis Camellia marah, mencoba menarik tangan pria itu untuk menjauh. Namun lagi-lagi dia kalah kuat dan hanya bisa memukul-mukul lengan pria itu tanpa ada hasil.

Hagen menggigit cuping telinga Camellia, membuat gadis itu terkesip dan menghentikan rontanya seketika itu juga.

“Pilihan ketiga …” bisik Hagen dengan suara maskulin yang terdengar begitu lembut di telinga Camellia, menjadikan kaki gadis itu lemas hingga tanpa sadar menyandarkan diri pada tubuh kekar pria itu.

Satu tangan Hagen yang bebas menarik dagu Camellia penuh kehati-hatian, hingga pada akhirnya mata mereka pun kembali bertemu. Sedangkan tangan satunya melingkar di sekitar pinggang gadis itu, sengaja menopang beban tubuh Camellia.

Manik obsidiannya yang menyimpan begitu banyak emosi berdilatasi ketika mereka berpapasan pandang lagi, seakan-akan hendak melahap manik hazel Camellia yang jernih dan meneduhkan.

“Ketiga, tidurlah denganku selama satu tahun.”

Seketika atmosfir yang menyelimuti keduanya berubah berat. Jam dinding seolah berhenti memutar jarumnya. Udara yang tadi menyapu permukaan pipi Camellia pun berhenti secara tiba-tiba, begitu pula suara-suara di sekitar yang seakan membeku untuk beberapa waktu.

Dan, yang terdengar hanyalah detak jantung masing-masing, dimana ketukannya seiram bagai kesatun yang konstan, diikuti dengan tatapan saling mengunci seolah mengukur reaksi satu sama lain.

Namun, semua itu buyar ketika gemuruh amarah menguasai Camellia begitu dia mencerna ucapan Hagen yang terdengar merendahkan di telinganya sendiri.

“Keluar,” desis Camellia.

Suaranya yang rendah namun sarat emosi sudah cukup menunjukkan seberapa dia menahan diri untuk tidak menampar wajah Adonis yang berada tepat di hadapan. Bahkan, dia merapatkan gigi dan melempar delikan yang menunjukkan seberapa marah saat ini.

Karena tidak ada tanggapan, Camellia pun menjeritkan kata yang sama sebanyak tiga kali; “Keluar! Keluar dari sini!”

Akan tetapi, Hagen tidak melakukan apa yang gadis itu minta. Tatapannya berubah lembut untuk sesaat, namun dengan cepat ekspresinya berubah dingin kembali.

Ketika dia hendak menyentuh wajah Camellia lagi, gadis itu pun menepisnya dengan sangat keras hingga pegangan Hagen terlepas. Kini, yang dapat dia sentuh hanyalah udara, membuat tangannya mengepal tanpa sadar.

Seketika dia menurunkan lengan, lalu menaruhnya di sisi celana, kemudian Hagen memberikan Camellia pandangan yang sulit untuk dibaca. Tetapi, gadis itu sudah tidak peduli, karena dirinya dikuasi amarah yang menutup segala logika.

Di kepalanya, nama Blake Hagen telah masuk dalam daftar musuh.

Kebencian terhadap pria itu terasa getir di lidah, membuatnya tidak sudi menatap wajah rupawan Hagen berlama-lama.

Rasanya, pria itu tidak pantas mendapat perhatian darinya walau seujung kuku saja.

Menyadari apa yang ada dalam pemikiran gadis itu, Hagen pun memilih untuk diam. Namun, sebelum dia meninggalkan rumah tanpa furniture itu, Hagen berkata tegas dengan tatapan yang menunjukkan urusan keduanya belum selesai sampai di sana.

“Aku memberimu waktu satu bulan untuk mempertimbangkannya. Jadi, gunakanlah waktumu sebaik mungkin,” ucap pria itu dengan nada suara monoton dan wajah datar. “Aku akan kembali menagih jawaban. Kuharap kau benar-benar memilih dengan bijak, Princess.”

Setelah mengatakan itu, dia mendaratkan satu kecupan di pucuk kepala Camellia, yang membuat tubuh gadis itu menegang seketika.

Tanpa mengatakan apa-apa, Hagen pun berjalan menuju pintu. Meninggalkan Camellia bersama pikirannya yang sekusut benang.

Begitu pintu di hadapannya tertutup, tubuh gadis itu pun luruh ke lantai seketika.

Dengan pandangan void emosi dan bibir bergetar, Camellia menatap pintu di hadapan. Dan saat itulah dia tersadar bahwa Blake Hagen dapat membuat hati dan perasannya porak –poranda.

Dia adalah jenis pria berbahaya bagi gadis sepolos Camellia. Yang dapat mengotori tubuh dan pemikirannya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Eka Hasriana
bagus ceritanyaa
goodnovel comment avatar
Shadun Kamdin
terbaik cerita ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status