Share

BAB 5 I Sebut Namaku, Princess

“Sebut namaku, dengan begitu aku akan melepasmu,” bisik Hagen yang sengaja menyentuhkan pucuk hidung mereka, membuat Camellia menahan napas untuk sementara.

Hal itu membuat dada Camellia naik turun. Dalam sekejab paru-parunya meminta asupan oksigen dengan cepat. Berdekatan dengan pria itu membuatnya sesak.

Dengan gelisah, ujung lidah Camellia menyapu bibir ranumnya yang sedikit merekah seperti kelopak bunga, yang tanpa gadis itu sadari mengundang perhatian Hagen seketika.

Begitu dia tahu akan kesalahannya, Camellia pun mengatup bibir dan menggigit pelan mulut bagian dalamnya sembari mengutuk diri dalam hati.

Tidak tahan akan godaan gadis di hadapannya yang bertingkah sangat polos, Hagen menyentuh bibir Camellia menggunakan ujung ibu jari dengan sengaja, membuat mata gadis itu membulat sebesar purnama, menjadikan napas Camellia tercekat saat itu juga.

“Apa sesulit itu menyebut namaku, Princess?” bisik Hagen dengan suara rendah yang terdengar maskulin ketika menyapa telinga.

Memunculkan rona merah muda di pipi gadis itu yang sehalus sutra.

Setelah menalan saliva dan berdehem, Camellia pun bergumam pelan; “Blake.”

Suara feminim Camellia yang memanggil namanya, membuat mata Hagen berdilatasi. Seketika sentuhan Hagen pada bibir gadis itu terlepas, dan dia pun melangkah mundur untuk memberi jarak di antara mereka.

“See, semudah itu menyebut namaku yang sederhana,” ucap Hagen diikuti seringai samar di wajah.

Membuat kedua tangan Camellia mengepal di sisi tubuh. Dia tahu pria itu sengaja melakukan hal barusan untuk melecehkannya.

“Kau belum menjawab pertanyaanku sebelumnya,” ucap Camellia dengan suara tegas.

Dia menolak untuk mengkerdilkan diri di bawah tatapan tajam serta perlakuan Hagen yang barusan.

Keluarga Duncan sudah berdiri lebih dari lima generasi, tidak seharusnya dia membiarkan pria itu mempermainkannya seperti tadi.

Wajah Hagen mengeras kembali, jelas sekali dia tidak suka bila seseorang mencoba bernegosiasi dengannya. Perkataannya sudah sangat jelas. Tidak ada revisi terhadap apa pun yang keluar dari mulutnya, karena semua hal sudah mutlak. Wajib dikerjakan bila tidak ingin konsekuensi.

“Kau ingin mengembalikan uangku yang dicuri selama lima tahun?” tanya pria itu dengan tatapan tajam.

Untuk sesaat Camellia ingin kembali ke kamar dan bersembunyi di sana selama berhari-hari. Dia benci menghadapi seorang Blake Hagen yang seolah-olah ingin menghancurkan kewarasannya.

Ketika Hagen hendak melangkah ke depan, Camellia pun mundur tiga langkah.

Kali ini, gadis itu tidak ingin berpura-pura tegar, karena berhadapan dengan pria itu sangat melelahkan.

Melihat ekspresi serta tangan gemetar Camellia yang disembunyikan di balik tubuhnya, Hagen pun menghentikan langkah seketika itu juga. Dia memilih diam beberapa waktu, menunggu gadis itu bersuara lebih dulu.

“A-aku akan mengembalikan semua uangmu, tapi beri aku waktu. Satu tahun sangatlah sebentar. A-aku tidak bisa mengumpulkan semuanya secepat itu,” kata Camellia terbata.

Dia tidak peduli lagi akan harga diri, karena dalam waktu singkat pria itu sudah meremukkannya.

“Aku sudah mengatakan tidak,” ucap Hagen dengan nada tegas. Tatapannya yang tajam membuat Camellia bersusah payah menelan air mata yang perlahan naik ke pelupuk.

Pria itu tampak tidak peduli akan permintaan gadis itu. Dengan sengaja dia mengalihkan tatapan dan memusatkan perhatian ke arah dinding, di mana dulunya terdapat lukisan jutaan dollar di sana. Kini, tidak ada lagi sisa-sisa kejayaan Keluarga Duncan yang telah berdiri tegak selama lima generasi, membuat Hagen menatap masam pada dinding kosong yang hanya menyisakan jejak bayangan bahwa dulunya ada sebuah benda yang menutupi permukaannya selama puluhan tahun.

Penolakan pria itu terasa sangat menyakitkan, sehingga Camellia tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahnya hingga terasa amis darah.

“Ayahku sedang butuh perawatan saat ini, sehingga akuꟷ”

“Apa kau pikir aku peduli akan kisah sedih yang hendak kau ceritakan?”

Seketika fokus Hagen kembali pada Camellia yang tampak berdiri rapuh di tengah-tengah ruangan tanpa perabotan.

Entah mengapa, Hagen merasa muak melihat itu.

Rasa marah bercampur emosi yang sangat asing dengan cepat naik ke dada dan memberontak untuk tumpah. Hagen sangat membenci perasaan yang sangat berani menyelinap ke sanubari sehingga dia pun menepisnya.

“Dengar, Princess. Bila setiap orang yang mencuri dariku diberi kebebasan sedikit saja, aku pasti tidak akan sampai sukses seperti ini,” desisnya dengan tatapan berapi-api, membuat Camellia berkali-kali menelan saliva dan membuang pandangan agar tidak lagi melihat mata Hagen yang diselimuti amarah.

“Aku bahkan memberi keluargamu waktu untuk berkabung begitu berita kehancuran Keluarga Duncan tersebar.”

Perkataan pria itu membuat Camellia meremas piyamanya semakin erat. Dia benci diingatkan pada hari di mana hidupnya runtuh jadi berkeping-keping.

“Tapi, aku benar-benar tidak bisa membayar hutang keluargaku dalam waktu setahun,” kata Camellia dengan nada putus asa.

Kemana lagi dia meminta pertolongan. Pria itu satu-satunya yang dapat memberikan keringanan.

Apa dia perlu bersujud untuk melunakkan hatinya yang keras?

“Kau lihat rumah ini, Mr. Haꟷ maksudku Blake.”

Nyaris saja Camellia terselip lidah saat menyebut nama pria itu. Dia tidak ingin membuat keadaannya yang sulit jadi semakin runyam.

Sembari menata jantungnya yang berdetak tidak beraturan, Camellia merentangkan tangan ke sekitar. Seolah-olah meminta pria itu untuk melihat ke sekeliling dengan mata terbuka lebar.

“Lihatlah rumah ini. Aku bahkan tidak memiliki sofa untuk menjamu tamu. Bayangkan apa yang akan kau temui di dalam sana. Aku yakin kau pasti akan menatap dengan pandangan seperti tadi.”

Mendengar ucapan Camellia yang terakhir, Hagen pun menyadari bahwa gadis itu juga memperhatikannya. Untuk ke depan, dia akan menata ekspresi lagi sehingga tidak ada yang membacanya dengan mudah.

Mendapati tatapan tajam dari mata obsidian pria di hadapan, Camellia mencoba untuk mengabaikannya dan dia pun melanjutkan.

“Bagaimana mungkin aku membayarmu, bila tidak ada apa-apa yang dapat kuberikan sebagai jaminan.”

Begitu kalimat tersebut keluar dari mulutnya, seketika sudut bibir Hagen membentuk seringai.

Pria itu pun mendekat, namun kali ini Camellia menahan kakinya untuk tetap tegak berdiri di tempat semula.

Keduanya hanya saling tatapa dalam waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya Hagen memiringkan kepala dengan mata menatap tubuh Camellia dari ujung rambut hingga kaki seperti yang dia lakukan di awal mereka bertemu tadi.

“Tidak ada yang bisa kau tawarkan?” ucap pria itu, lebih pada dirinya sendiri.

Mendapati ekspresi Hagen yang sangat tidak biasa, Camellia ingin memeluk diri dan menutupi tubuhnya dengan selimut yang melilit ke sekujur tubuh. Dia sangat tidak suka dengan cara pria itu yang tampak menelanjangi.

Tanpa diedukasi, Camellia mengerti ke mana arah pikiran pria itu, yang seketika membuat hatinya mendidih.

“A-apa yang kau lakukan?”

Tanpa sadar, Camellia benar-benar melingkarkan lengan di sekitar pinggang. Pose yang menunjukkan sikap mempertahankan diri dan rasa tidak nyaman.

Bukannya bersikap layaknya gentleman, Hagen semakin menatap Camellia intens. Bahkan, matanya tampak berlama-lama di gundukan dada yang gadis itu sembunyikan di balik lengan yang melilit di badan.

“Mengobservasi dirimu. Memangnya apa lagi,” ucap pria itu diikuti seringai menakutkan yang membuat Camellia menggigil sampai ke tulang-tulang.

Tiba-tiba saja dia merasa kedinginan dan bulu romanya tegak berdiri.

“Mr. Haꟷ ma-maksudku, B-Blake,” kata Camellia dengan suara sedikit bergetar. Kali ini dia tidak mampu mengontrol diri di bawah tatapan mata obsidiannya yang terasa menguliti. “B-berhenti menatapku.”

Hagen menyentuh pipi gadis itu, kali ini dia menangkup wajah Camellia di antara kedua telapak tangannya yang kekar. Dan tatapan sangat lembut, namun dengan senyuman yang sumbang, Blake Hagen pun berbisik pelan; “Aku memberimu tiga pilihan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status