“Bersihkan semua area, jangan sampai ada kotor sedikit pun jika kalian tidak ingin mendapatkan hukuman!” seru kepala kebersihan pada para cleaning service.
Poppy yang baru seminggu bekerja di sana sontak merasa heran karena teman satu profesinya terlihat sibuk lebih dari biasanya. “Rexi, sebenarnya ada apa?”“Kau tidak tahu? Aku dengar Pak Erza hari ini kembali dari luar negeri.”“Pak Erza … dia bos kita?” tebak Poppy yang langsung dibalas anggukan oleh Rexi, teman satu profesinya. “Kau sudah mendengar bukan jika Pak Ezra merupakan pria yang cerewet? Segalanya harus bersih dan sempurna.”“Ya … aku sudah mendengarnya dari yang lain.”“Maka dari itu kau harus melakukan pekerjaan dengan baik.”Poppy yang akhirnya mengerti pun mengangguk paham. “Baiklah, aku akan berusaha melakukan yang terbaik.”Ia lantas mengerjakan pekerjaannya sebaik mungkin karena tidak ingin mendapatkan masalah.Meski hanya sebagai cleaning service, ini adalah pekerjaan terbaik yang ia bisa lakukan karena semua dokumen masih ada di rumah mantan suaminya.“Pak Ezra datang, ayo semuanya menunduk dan beri salam untuknya!” seru salah satu karyawan tak lama setelahnya.Semua orang sontak menunduk untuk memberikan salam kepada seorang pria tampan dan gagah yang sedang berjalan dengan berwibawa.Poppy yang sedang mengelap kaca, ikut menoleh karena penasaran dengan sosok Ezra. Hanya saja, matanya membulat kala melihat sosok pria yang dihormati semua orang merupakan mantan kekasihnya dulu. “Ezra?” gumamnya pelan, tetapi masih dapat didengar oleh Rexi.“Apa yang kau lakukan, Poppy? Cepat menunduk dan beri penghormatan untuknya!” tegur teman kerjanya dengan suara pelan.Tidak mengindahkan, Poppy tetap menatap Ezra tanpa berkedip. Hingga tiba-tiba saja Ezra menoleh ke arahnya.Buru-buru Poppy menunduk, menyembunyikan wajah agar Ezra tidak melihatnya.“Dia sudah pergi.”Setelah mendengar informasi dari temannya, barulah Poppy berani menegakkan kepalanya. “Jadi dia bos kita?” tanyanya masih tidak percaya.“Iya, kau bisa melihatnya bukan jika dia pria tampan?”“Hemm.” Poppy mengangguk kaku.“Sayangnya, dia menyukai sesama jenis.”“Benarkah?” Mata Poppy membola. Apa setelah putus darinya mantannya jadi belok?“Itu yang aku dengar.”Poppy mendengus, “Ternyata hanya kabar burung.”“Ya … tapi kenyataannya sampai saat ini pria setampan dia masih lajang! Banyak yang ingin mendapatkannya tapi semua berakhir dengan penolakan.”“Mungkin dia memiliki selera yang tinggi,” bela Poppy tanpa sadar.“Kau benar, pria sempurna seperti dia pasti memiliki selera yang tinggi. Kita sebagai kaum di bawah standar bisa apa?”“Memang apa yang kau harapkan? Lebih baik kita lanjutkan pekerjaan,” ucap Poppy menahan tawa setelah mendengar ucapan asal Rexy.“Baiklah, itu memang lebih baik.”Keduanya pun melanjutkan tugas mereka sebaik mungkin.***“Poppy, apa pekerjaanmu sudah selesai?” tanya kepala kebersihan saat melihat Poppy yang baru saja tiba di ruangan. “Ya, saya baru saja menyelesaikannya.” “Kalau begitu, buatkan kopi dan antarkan ke ruangan Pak Reza.”Mendengar itu, Poppy seketika gugup. “Em … apa tidak sebaiknya yang lain saja, Pak? Saya masih baru–”“Justru karena kamu masih karyawan baru! Lagipula, apa pantas kamu memilih untuk melakukannya atau tidak?” sentak pria di depannya tidak habis pikir.Mata Poppy terpejam sebentar saat mendapatkan bentakan sang atasan. “Bukan seperti itu, maksud saya … saya hanya karyawan baru yang belum mengetahui selera Pak Ezra bagaimana. Saya takut jika kopi buatanku tidak disukai olehnya.”“Pak Ezra tidak menyukai kopi yang terlalu manis, jadi berikan sedikit gula. Biasanya jika tidak sesuai selera dia akan meminta untuk dibuatkan yang baru,” ujarnya cepat.Ezra memang terkenal dengan bos yang rewel dalam segala hal. Untuk masalah kopi saja, ia akan meminta dibuatkan berulang kali sampai menemukan sesuai keinginannya. Padahal karyawan selalu membuatkan kopi dengan takaran yang sama.Karena tidak memiliki pilihan lain, Poppy pun terpaksa membuatkan kopi sesuai instruksi atasannya itu. “Sekarang antarkan.”“Baik, Pak.”Poppy segera membawa kopi buatannya meski dengan perasaan gugup.“Aku harus bagaimana,” gumamnya lirih. Dulu, saat Poppy minta putus, Ezra tampaknya begitu marah padanya.Apakah pria itu sudah memaafkannya? Bersamaan dengan lamunan yang terhenti, Poppy sampai di lantai kerja sang Bos.Namun, sepertinya nasib baik masih berpihak kepadanya untuk saat ini.Tiba-tiba ia bertemu dengan Rexi yang sedang mengeringkan lantai!“Rexi, kau belum menyelesaikan pekerjaanmu?” “Seperti yang kau lihat, aku masih mengerjakannya.”“Em … bagaimana jika aku yang mengerjakannya? Tapi sebagai gantinya kau antarkan kopi ke ruangannya Pak Ezra.”“Tidak!” Rexi menggeleng dengan cepat. “Lebih baik aku menyelesaikan ini semua sendiri daripada harus berhadapan dengan Pak Ezra,” sambung Rexy cepat membuat Poppy seketika lemas.“Jadi kau tidak mau?”“Tentu saja! Lebih baik kau segera antarkan sebelum kopinya dingin.”“Baiklah.”Dengan langkah gontai Poppy menuju ruangan Ezra. Perempuan itu menarik napasnya dalam kemudian membuangnya secara perlahan sebelum mengetuk pintu. Tidak lupa Poppy menutupi wajahnya dengan masker agar Ezra tidak mengenalinya.Setelah merasa aman, Poppy baru masuk. “Selamat siang, Pak, saya ingin mengantarkan kopi,” ujarnya dengan suara yang dibuat berbeda.Ezra yang sedang berkutat dengan sebuah berkas pun mengalihkan perhatiannya kepada Poppy.Satu alisnya terangkat saat melihat Poppy yang memakai masker dengan bagian mata yang tertutup rambut. “Simpan di meja,” perintahnya.“Baik.”Poppy segera menyimpannya di meja. Setelahnya ia berbalik dan berniat pergi.Namun, baru akan melangkah ia malah mendengar pertanyaan dari Ezra.“Mau ke mana kau?”“Saya mau pergi, Pak.” Poppy menjawab dengan posisi yang membelakangi Ezra.Tentu saja hal itu membuat Ezra kesal. Pria itu lantas menggebrak meja yang membuat Poppy kaget. “Siapa yang menyuruhmu untuk pergi? Berbalik!”Patuh, Poppy pun berbalik meski gemetaran.“Apa kau tidak diajarkan sopan santun!” cerca Ezra murka.“Mohon maaf, Pak,” ucap Poppy cepat.Ezra yang kepalang emosi mengambil kopi yang dibawakan Poppy.Ia meneguknya dengan rakus, tetapi beberapa detik kemudian gerakannya melambat.Pria itu memejamkan mata seolah menikmati kopi tersebut. “Kau…” ujar Ezra menggantung.Poppy sontak semakin ketakutan.“Boleh pergi,” lanjutnya.Mendengar itu, Poppy tampak heran. Tadi Ezra begitu menggebu, tetapi sekarang nampak tenang?Meski demikian, Poppy tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk segera pergi dari hadapan Ezra. “Aneh sekali…."Ia segera pergi dan kembali ke ruangan cleaning service.“Bagaimana? Apa Pak Ezra meminta dibuatkan kopi yang baru?” tanya sang atasan begitu Poppy tiba di sana.Wanita itu sontak menggeleng. “Tidak, Pak Ezra meminumnya.”“Benarkah?” Sean masih tidak percaya karena sudah menjadi kebiasaan jika Ezra akan minta dibuatkan kembali kopi. Paling tidak, mereka harus melakukannya tiga kali dalam sekali Ezra ingin ngopi.Poppy mengangguk membenarkan. Melihatnya semakin membuat Sean tidak percaya. “Ini di luar nalar! Bagaimana bisa Pak Ezra langsung cocok dengan kopinya? Apa kamu….” Sean menatap Poppy penuh selidik, membuat wanita itu jadi gugup.“Saya tidak tahu,” balas Poppy cepat lalu membuang muka. “Ya sudah, karena kau tidak memiliki pekerjaan. Coba bersihkan r
“Poppy, kudengar kau menumpahkan kopi di baju Pak Ezra. Apa itu benar?” tanya Rexi penasaran.Dengan lemas, Poppy mengangguk. Terang saja hal itu membuat Rexi menutup mulutnya yang terbuka secara spontan. “Ini gila! Apa yang kau pikirkan sehingga berani melakukan itu?”“Itu bukan sebuah kesengajaan, Rexi.”“Ya … aku percaya padamu, mana ada yang berani melakukan hal kurang ajar seperti itu kepada Pak Ezra jika tidak ingin mati.”Poppy mengembuskan napas berat karena memikirkan nasibnya ke depan. “Apa setelah ini aku akan dipecat?”“Aku tidak bisa menjawabnya, tapi memang bisanya Pak Ezra akan memecat karyawan yang melakukan kesalahan fatal. Dan kau, sudah melakukannya.” Mendengar itu, Poppy semakin pusing. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?”Bersamaan dengan itu, Sean tiba-tiba menghampirinya. “Poppy, kau dipanggil Pak Ezra ke ruangannya.”“Apa? A-ada apa?” tanya Poppy tergagap.“Aku tidak tahu, lebih baik kau segera temui beliau agar mengetahui alasannya.” “Tamat riwayatku,” li
Lama, Poppy berlutut di kepada Ezra yang kini menatapnya dengan puas. Pria itu bahkan tersenyum miring. “Kau berdirilah.” Mendengarnya, Poppy lantas bangkit dengan perlahan. Namun, tubuhnya malah oleng karena kakinya kesemutan. Ia tidak kuat menahan bobotnya sendiri. Refleks, Ezra menangkap tubuh Poppy agar tidak terjatuh.Beberapa saat keduanya tertegun saat menyadari posisi yang begitu dekat. Sayangnya, itu tidak bertahan lama karena Ezra dengan kasar melepaskan. Buk!Tubuh Poppy yang belum sempat tegap pun terjatuh.“Aduh,” keluh Poppy meringis sambil mengusap pantatnya yang ngilu.“Ck! Jangan melakukan hal konyol, aku tidak akan terpengaruh.” “Memang apa yang kau pikirkan? Kakiku benar-benar lemas.”Ezra menatap Poppy tajam karena berani menyahuti ucapannya. “Sudah kukatakan untuk bersikap sopan, aku atasanmu sekarang.”“Siapa juga yang mengatakan jika kau ini bawahanku,” gumam Poppy yang masih dapat didengar oleh Ezra.“Kau … dasar jalang! Berani-beraninya bicara tidak sop
Untungnya, Poppy bisa mengendalikan diri!Sudah dua jam, perempuan itu memijat Ezra.Hal itu jelas membuat kakinya pegal dan kesemutan.Ia pun menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan sambil memegang tengkuk untuk meregangkan lehernya yang sekarang terasa pegal. Hanya saja, Ezra yang merasa tak ada pijatan pun menghentikan gerakan jarinya di atas papan ketik.“Apa yang kau lakukan? Lanjutkan,” perintah Ezra dengan dingin.Buru-buru wanita itu kembali memijat pundak Ezra. “Aku tidak merasakan apa pun dari pijatanmu. Sebenarnya kau bisa melakukannya atau tidak?”“Maaf, Pak. Jika diizinkan saya ingin minum,” ujar Poppy mencoba menawar.“Tidak ada, aku saja tidak minum sejak tadi.”Poppy hanya bisa pasrah melakukan perintah Ezra. Wanita itu beberapa kali melihat jam pada monitor yang ada di depannya. Ia kembali mendesah karena jam pulang kantor sudah satu jam berlalu, tetapi Ezra belum menyuruhnya untuk berhenti.“Kau sedang apa? Jangan coba-coba untuk mengintip dan menyabotase proyek y
“Ck! Sebenarnya rencana apa lagi kali ini? Aku harap tidak menyusahkanku.” Poppy menggerutu sambil berjalan menuju unit apartemen milik Ezra. Menoleh ke kanan dan ke kiri ketika ia melewati beberapa pintu untuk memastikan agar tidak terlewat. Hingga akhirnya ia menemukan unit yang dimaksud."Kenapa lama sekali?" Wanita itu mengeluh karena sudah menekan bel beberapa kali, tetapi Ezra tidak kunjung membukanya. “Apa dia sedang mengerjaiku?” Lagi-lagi Poppy mengeluh karena kakinya mulai pegal menunggu tanpa kepastian. Hampir satu jam Poppy berada di sana sampai orang-orang yang kebetulan lewat menatapnya heran.Malu? Sudah jelas. Hanya saja rasa kesal lebih mendominasi. "Bilangnya jangan terlambat. Tapi lihatlah, dia malah membuang-buang waktuku!" Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Poppy putuskan untuk pergi. Namun, saat ia akan melangkah tiba-tiba pintu dibuka membuat Poppy mengurungkan niatnya. Wanita itu kembali berbalik dan menatap Ezra yang menguap dengan jengah.“Kau beri
“Poppy, dari mana saja kau? Sejak tadi Pak Ezra menanyakanmu!”“Mohon maaf, Pak. Tadi saya memiliki keperluan.”“Apa itu lebih penting daripada pekerjaanmu?”Tentu saja! Ingin sekali Poppy membalas Sean. Sayangnya ia tidak mungkin mengatakan tentang kontrak yang diperbaharui kemarin.“Maaf.”“Ck! Ya sudah, lebih baik kau segera temui Pak Ezra.”“Baik.” “Sekarang dia akan melakukan apa lagi padaku?” Poppy menebak-nebak saat ia baru tiba di depan ruangan Ezra.Tok! Tok! Tok!Ezra langsung menegakkan tubuhnya, menatap Poppy dengan senyum penuh arti.“Dari mana saja kau?” “Seperti yang Anda perintahkan sebelumnya, saya baru datang dari apartemen Anda, Pak.”“Ck! Apa kau yakin sudah membereskan semua ruangan?”“Sudah, Pak.” “Kalau begitu sekarang buatkan aku kopi! Sejak tadi tenggorokanku kering karena menunggu pekerjaanmu yang lama.” Tidak protes, Poppy langsung mengerjakan perintah Ezra.“Kalau haus yang tinggal minum. Kenapa harus menungguku?” Poppy melampiaskan kekesalannya dengan
“Hahaha ….” Ezra memegang perutnya yang hampir saja kram karena tertawa terlalu lama.Melihat Poppy yang gugup menjadi hiburan baginya.“Kau tenang saja, aku bukan pria yang haus belaian. Buka matamu! Aku masih memakai celana.”Perlahan Poppy membuka mata, dan benar saja pria itu mengenakan celana pendek. "Pikiranmu terlalu kotor, kau harus mencucinya!" cetus Ezra lalu memakai pakaian.Setelah kemeja dipasang, Ezra meminta Poppy untuk mengancingkannya. Tidak lagi protes, Poppy pun melakukannya. "Pasangkan juga dasinya!" "Baik." Gerakan Poppy tiba-tiba terhenti ketika Ezra menyentuh dahinya. Ia mendongak, sehingga bertemu pandang dengan Ezra tanpa sengaja. "Aku hanya ingin memastikan jika karyawanku baik-baik saja." Ezra menarik tangannya, membuat Poppy kembali memasangkan dasi. "Sudah selesai, Pak." Poppy mundur beberapa langkah. "Hemm." Pria itu pergi ke meja makan. "Kenapa berdiri di situ? Ayo duduklah!" Ragu-ragu Poppy bergabung dengan Ezra. "Kau memasak terlalu bany
Poppy heran melihat barang yang ada di paperbag.“Untuk apa pakaian ini?” “Aku harus menghadiri undangan, kau dataglah bersamaku nanti malam.” “Tapi—” “Kau tidak lupa dengan kontrak yang sudah kau tandatangani ‘kan?” Perempuan itu bungkam. Lagi-lagi kontrak konyol yang ia tandatangani membuatnya tidak berkutik.“Baik.”“Nanti malam aku akan menjemputmu. Kau dandan yang cantik agar tidak membuatku malu!” "Baik," ucap Poppy yang sudah kebal dengan ucapan tajam Ezra. "Kau boleh pergi!" "Baik, Pak. Saya permisi." “Poppy, apa yang kau bawa?” Sean melirik ke arah paperbag yang sedang Poppy jinjing.“Ah, ini baju. Waktu itu saya memesannya secara online, dan kurirnya saya minta antar ke mari saja.” Lagi-lagi Poppy harus mencari alasan karena tidak ingin cerita masa lalunya diketahui orang. “Oh, baiklah. Apa kau tidak mendapatkan perintah dari Pak Ezra?” “Tidak, Pak.” “Kalau begitu kau bantu Rexi membersihkan kaca di lantai tiga.” “Baik.” Segera Poppy bergabung dengan Rexi. Ka