Share

Dua Insan Yang Saling Membenci

Hari ini adalah hari pertama Shaunia akan bertugas menjadi asisten pribadi Alex. Kakinya kaku bagaikan sudah diberi campuran semen dan pasir. Dengan langkah berat, Shaunia berjalan kembali menuju ruang Topaz.

Tapi kali ini ia berjalan dengan kepala ditegakkan. Ia akan berusaha sebaik mungkin agar dirinya tidak kembali dijadikan bulan-bulanan oleh Alex. Ia mengetuk pintu kemudian menunggu Alex mempersilahkan dirinya untuk masuk.

"Masuk!" Terdengar perintah kasar dari Alex.

Shaunia membuka pintu dan melihat bahwa Alex tengah duduk bersandar di sebuah meja berukir kayu yang indah dan antik.

Shaunia memberikan salam hormat kepada Alex.

"Selamat pagi, Yang Mulia!"

"Nama saya Shaunia Campbell."

"Mulai hari ini saya akan bertugas untuk melayani Anda, sebagai asisten pribadi Anda," demikian Shaunia sengaja memberi salam secara resmi.

Ia bermaksud untuk menunjukkan sikap profesionalnya dan sengaja memberikan penekanan kepada Alex garis batas antara atasan dengan bawahan.

Alex tidak menjawab sapaan resmi dari Shaunia. Melainkan menatap Shaunia dari atas sampai bawah seperti sedang menilai sesuatu.

Hal ini membuat Shaunia merasa jengah. Tatapan dari bola mata Alex yang unik, biru sekaligus keabuan, membuatnya merasa seperti sedang berdiri telanjang di hadapan Alex.

"Kau sudah berubah!" Kata Alex tiba-tiba.

"Kurasa sudah tak pantas jika aku memanggilmu dengan sebutan si 'gendut karat', bukan?"

"Kemana dirimu yang dulu?" Tanya Alex masih sambil mengawasi.

Shaunia hanya diam tak menjawab. Ia harus bersikap profesional, meskipun sesungguhnya ia sudah sangat ingin meninju Alex.

"Baiklah! Kalau begitu rasanya aku akan memanggilmu dengan namamu saja," kata Alex pada akhirnya.

Sedikit banyak Shaunia merasa lega dengan keputusan Alex. Sungguh tidak enak rasanya jika seseorang memanggil dirimu dengan sapaan ejekan.

'Mungkin ia sudah berubah. Bukanlah seorang penindas lagi!' Batin Shaunia berharap.

"Nah, Shaunia!" Kata Alex.

"Sekarang kau sudah resmi menjadi pelayanku!"

"Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan padamu sebagai aturan main di antara kita."

"Pertama, aku ingin kau pindah ke ruang Topaz bersamaku!"

"No ... no ... no .... Dengarkan aku dulu. Aku belum selesai!" Alex menggoyangkan jari telunjuknya, ketika melihat Shaunia hendak membuka mulut untuk memprotes.

"Aku membutuhkanmu dengan cepat untuk siap sedia, setiap hari selama dua puluh empat jam."

"Maka dari itu akan lebih praktis jika kau pindah kemari."

"Dan itu bukanlah saran!" Alex memberi penekanan bahwa itu adalah perintah pertamanya.

"Kemudian. Dengan menjadi pelayan pribadiku, maka aku menugaskan dirimu untuk mengurus segalnya."

"Mengerti? Segalanya!"

"Dan itu termasuk mengurus segala keperluan pribadiku!" 

'Dan itu termasuk dengan mengurus kepuasan gairahku!' Hampir saja Alex mengucapkan kalimat tersebut.

"Apakah cukup jelas bagimu?" Tanya Alex.

"Yang Mulia, maafkan saya jika mengingatkan Anda jikalau Anda lupa," Shaunia berkata.

"Tugas untuk mengurus segala keperluan pribadi di istana ini dipegang oleh pelayan yang lain," Shaunia menjelaskan.

"Kau tak perlu mengguruiku, aku juga sudah tahu!" Balas Alex dengan cepat.

"Tapi sekarang aku memang ingin menyuruhmu yang memegangnya. Bukan pelayan yang lain."

'Apakah ia bermaksud menyiksaku?' Pikir Shaunia.

'Mengurus keperluan pribadinya sama sekali bukanlah urusanku!'

"Apakah kau mengerti?" Tanya Alex menyadarkan Shaunia dari peperangan batin yang dihadapinya.

"Ya, saya mengerti, Yang Mulia," jawab Shaunia.

"Jika kau tidak suka kau boleh melaporkannya pada Kiehl," kata Alex.

"Aku tidak takut," kata Alex sambil beranjak untuk mengambil sesuatu.

Tiba-tiba Alex melemparkan jaket cokelat yang kemarin dikenakannya ketika ia baru tiba di Androva.

Jaket itu melayang dan mendarat tepat di atas kepala Shaunia.

"Cucikan itu untukku!" Perintah Alex.

Perbuatan Alex yang demikian cukup menghina status Shaunia sebagai pelayan pribadinya.

'Ternyata ia belum berubah!'

Shaunia mengambil jaket tersebut dari kepalanya kemudian pamit dari hadapan Alex.

'Tadinya kupikir ia sudah berubah! Ternyata sama sekali tidak!' Batin Shaunia.

'Baiklah kalau begitu. Kau yang memulai permainan ini dulu, Alex.'

'Maka, aku akan mengikutinya dan memastikan kau gagal menjadi putra mahkota, untuk membalaskan kematian ibuku.'

Shaunia mencucikan jaket itu. Kemudian ia mulai memindahkan barang-barangnya yang hanya sedikit ke ruang Topaz.

"Shaunia!" Panggil Kiehl yang sore hari itu mendatangi ruang Topaz.

"Apakah kau baik-baik saja?"

"Apakah Alex menyulitkanmu?"

"Katakan padaku!"

Kiehl terlihat sangat khawatir. Namun Shaunia berusaha untuk memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja. Ia tidak ingin membuat Kiehl khawatir.

"Ya, aku baik-baik saja," jawab Shaunia.

"Pangeran Alex tidak terlalu banyak memanggilku di hari pertama ini."

"Benarkah? Syukurlah!" Kiehl terlihat sangat lega.

"Kuharap ia sudah berubah."

"Hari-hariku tanpamu di sampingku terasa kosong, Shaunia!" 

Shaunia tersenyum malu-malu ketika mendengar pengakuan blak-blakan dari Kiehl tersebut, tapi ia senang.

"Sedang apa kau di sini?" Tiba-tiba terdengar suara Alex yang berat.

"Apa kau tidak mendengar panggilanku?" Tanya Alex.

"Maaf, Yang Mulia. Pastilah saya tidak mendengarnya!" Jawab Shaunia.

"Alex, berhentilah memojokkan Shaunia. Memang apa yang telah dilakukannya padamu sampai-sampai kau seperti membencinya?" Tanya Kiehl sambil maju dengan gaya melindungi Shaunia.

"Ck! Apa kau ingin menjadi pahlawan, Kak?" Tanya Alex.

"Ia sudah bukan pelayanmu lagi. Ia adalah orangku sekarang. Jadi tidak perlu campur tanganmu lagi," kata Alex.

"Yang Mulia memanggilku. Apa yang harus saya kerjakan?" Tanya Shaunia berusaha menengahi perselisihan kedua kakak beradik itu.

"Ya!" Jawab Alex, sambil masih menatap Kiehl.

Ia sengaja tidak meneruskan kalimatnya hingga terkesan menunggu Kiehl pergi.

"Jika ia berbuat jahat padamu, katakan saja padaku! Aku masih putra mahkota yang sah sebelum ia dilantik," Kata Kiehl akhirnya beranjak meninggalkan mereka berdua.

Setelah kepergian Kiehl, Alex kini menatap Shaunia.

"Ikut aku!" Perintahnya singkat.

Shaunia menuruti perintah Alex dan mengikutinya. Alex keluar dari ruang Topaz dan berjalan menuju halaman belakang istana. Mereka berdua berjalan dalam diam.

Ternyata, Alex menuju ke taman mawar di mana selama ini Shaunia selalu menghindarinya. Tempat ini terlalu menyakitkan baginya.

Sesampainya di sana, kedua anak manusia tersebut berdiri dalam diam. Shaunia berusaha berdiri sejauh mungkin dari sana. Ia bersadakap.

"Sudah cukup lama waktu berlalu!" Alex mulai berbicara. Ia masih memunggungi Shaunia.

"Aku tak mengira bahwa aku akan kembali ke rumah lagi," Kata Alex.

"Ketika aku tiba, kukira kau sudah pergi dari istana ini!"

"Dan aku berharap bahwa kau sudah tidak berada di sini lagi."

Shaunia tidak menjawab. Ia sedang syok. Tak mengerti, mengapa Alex membawanya ke tempat ini. Apakah Alex ingin menyakitinya?

Apakah Alex belum puas?

Shaunia bisa merasakan bulu-bulu halus di lengan dan tengkuknya meremang.

"Shaunia?" Panggil Alex.

"Apakah kau masih ingat tempat apa ini?" Tanya Alex kini ia menoleh dan menatap Shaunia dengan mata uniknya. Kedua tangannya berada di dalam saku celana panjangnya.

Shaunia balas menatap Alex. Perasaan syoknya berubah menjadi pandangan marah yang sarat akan kepedihan.

"Ya, Yang Mulia!" Jawab Shaunia dengan suara bergetar.

"Saya masih ingat dengan jelas dalam ingatan  saya."

"Ini adalah tempat di mana Anda membunuh ibu saya dan hampir saja membunuh kakak kandung Anda sendiri!"

To be continue ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status