Beranda / Romansa / Om Bule Kekasihku / Degup Yang Tak Bisa Disembunyikan

Share

Degup Yang Tak Bisa Disembunyikan

Penulis: Sabrina dewi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-09 12:44:54

Hujan turun pelan malam itu, merembes dari atap jerami cafe dan jatuh seperti tirai tipis di depan pintu. Nadia menutup cafe lebih cepat dari biasanya. Entah kenapa, hari itu terasa lebih berat baginya. Atau mungkin.. terlalu penuh dengan perasaan yang tidak ia pahami.

Ia sedang mengunci pintu ketika sebuah payung hitam tiba-tiba terbuka di belakangnya.

Daniel.

Lelaki itu berdiri hanya satu langkah darinya, jaket kulitnya sedikit basah di bagian bahu, rambut cokelat terang itu terpercik hujan, membuatnya terlihat lebih dewasa, lebih maskulin, lebih… memabukkan.

“Kamu pulang jalan kaki?” tanya Daniel, suaranya lembut tapi terdengar seperti teguran manis.

Nadia menghindari tatapannya. “Iya. Rumahku tidak jauh dari sini.”

Selama mereka dekat, Daniel belum pernah berkunjung kerumah Nadia.

Daniel mendekat, menurunkan payung agar melindungi mereka berdua. “Aku antar.”

Nadia menggeleng cepat. “Tidak perlu. Aku baik-baik saja. Aku sudah terbiasa pulang sendiri”

"Sekarang sedang hujan Nad, lebih baik aku antar kamu pulang" ucap Daniel pelan.

Nadia menggelengkan kepala, "tidak usah, cuma gerimis".

"Tapi cukup untuk membuatmu basah, dan siapa tahu nanti hujannya semakin deras" ucap Daniel.

Kemudian Daniel tersenyum kecil, tipis, tapi mengandung sesuatu yang membuat Nadia merinding.

“Kamu berusaha menjaga jarak lagi denganku?” tanya Daniel dengan suara rendah.

Nadia memelototinya. “Aku tidak...”

“Tapi tubuhmu bilang sebaliknya Nad” ucap Daniel.

Ucapan itu membuat wajah Nadia panas seketika. “Daniel!”

Ia membalikkan badan, berjalan cepat ke arah gang kecil. Namun langkah berat terdengar menyusul di belakangnya. Daniel tidak memaksa, tapi ia mengikuti, diam, tenang, melindunginya dari hujan.

Setelah beberapa menit, Nadia berhenti di bawah sebuah pohon besar. Hujan makin deras. Daniel dengan cepat menghampirinya, menurunkan payung sedikit sehingga wajah mereka berada setinggi mata.

“Nadia, apa kamu benar-benar marah?” tanya Daniel dengan nada pelan.

Nadia menggigit bibirnya, suatu kebiasaan yang selalu ia lakukan saat gugup, dan Daniel cukup peka untuk menyadarinya.

“Marah? Tidak” jawab Nadia.

Nadia menunduk. “Hanya… bingung.”

“Bingung karena saya tadi dengan perempuan itu?” tanya Daniel.

Nada suaranya bukan sombong, lebih seperti seseorang yang ingin mengerti rasa yang tak diucapkan.

Nadia menghela napas panjang, “Aku tidak punya hak untuk cemburu.”

Daniel mendekat lagi. Jarak mereka sekarang hanya beberapa sentimeter. Nafas hangat Daniel bertemu dengan udara dingin hujan, menabrak wajah Nadia seperti hembusan lembut yang membingungkan.

“Kamu tidak perlu hak,” kata Daniel pelan. “Kamu hanya perlu jujur.”

Nadia terdiam.

Daniel mengangkat tangan perlahan, sangat perlahan, seperti memastikan ia memberi Nadia waktu untuk menolak. Namun Nadia tidak bergerak sedikit pun. Tangannya menyentuh pipi Nadia dengan lembut, terasa hangat, besar, sedikit kasar.

“Nadia.. dari awal aku datang ke cafe ini…” bisik Daniel, “mata kamu selalu mencuri perhatianku. Cara kamu bekerja, cara kamu menatap, bahkan cara kamu menghindar dariku.”

Nadia menggigit bibir lagi, Daniel menatapnya dengan cara yang membuat lututnya terasa melemah.

“Dan..” lanjut Daniel, “cara kamu cemburu tadi… jujur saja, itu membuatku ingin sekali menarikmu untuk lebih dekat.”

Nadia menelan ludah, napasnya naik turun dan dadanya berdebar.

“Daniel cukup… ini… terlalu cepat” ucap Nadia gugup.

Daniel tersenyum lembut. “Tidak harus cepat. Tapi kamu tidak perlu lari. Aku akan menunggumu”

Hening. Hanya suara hujan dan degup jantung mereka berdua.

“Nadia, tolong beri aku kesempatan,” kata Daniel. “Kalau kamu mau.”

Nadia menatapnya, tatapan yang masih penuh keraguan, tapi ada cahaya kecil di dalamnya: harapan yang selama ini ia tutup rapat.

“Aku… tidak tahu harus bagaimana,” ucap Nadia jujur.

Daniel mendekat sedikit, sekadar menyentuhkan dahinya pada Nadia. Hangat. Intim.

Tidak vulgar, tapi intens dengan caranya sendiri.

“Kamu tidak perlu tahu,” bisik Daniel. “Kamu hanya perlu merasakannya.”

Nadia terdiam. Tubuhnya merespons lebih dulu daripada logikanya. Jari-jarinya sedikit menggenggam tepi jaket Daniel untuk menjaga keseimbangan. Dan Daniel… tersenyum kecil saat merasakan itu.

Hujan semakin deras, tapi mereka tidak bergerak.

Daniel mengangkat dagu Nadia perlahan, matanya dalam, memerhatikan setiap detail wajahnya.

“Aku tidak akan menyentuhmu tanpa persetujuanmu,” kata Daniel dengan lembut.

“Tapi kalau kamu izinkan… aku ingin mencium kamu malam ini”

Jantung Nadia serasa meledak.

Ia menutup mata sebentar. Membuka. Menatap Daniel lagi, penuh ragu dan hasrat yang ia sembunyikan sejak lama.

“Daniel..” bisik Nadia, “aku… aku… ”

Tapi sebelum Nadia memberi jawaban, sebuah motor dari arah belakang lewat cepat, membangunkan keduanya dari momen itu. Daniel mundur setengah langkah, tapi matanya tetap mengunci pada Nadia dengan hangat, menunggu, tetapi tidak menekan.

“Kamu tidak harus menjawab sekarang,” kata Daniel dengan tenang.

“Aku akan jalan pelan di belakangmu sampai rumah. Sampai kamu merasa aman” ucap Daniel lembut.

Nadia mengangguk pelan "Terimakasih".

Dan untuk pertama kalinya malam itu… ia tersenyum kecil, malu-malu.

Daniel tidak mendapat jawaban malam itu.

Tapi ia mendapatkan sesuatu yang lebih penting:

Nadia berhenti lari dan berhenti menghindar darinya.

Dan itu sudah cukup untuk membuat langkah Daniel terasa lebih ringan meski hujan semakin deras.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Om Bule Kekasihku   Sentuhan Yang Belum Bernama

    Pagi di Ubud muncul dengan lembut, menyelinap lewat jendela rumah Nadia sebagai cahaya keemasan yang memantul di dinding. Nadia terbangun dengan kepala masih bersandar pada sofa. Selimut tipis menyelimuti tubuhnya. Ia mengerjap pelan. Selimut itu bukan miliknya. Lalu ia mendengar suara samar dari dapur. Daniel. Lelaki itu berdiri membelakangi Nadia, masih dengan kaus putih tipis yang menempel di tubuhnya, sedikit berkerut karena semalaman basah hujan. Rambutnya yang belum sepenuhnya kering terlihat lebih acak, membuatnya tampak lebih muda dan… memikat. Nadia menelan ludah, merasakan jantungnya bergerak lebih cepat dari biasanya. Daniel mengen noticed her. Ia berbalik, tersenyum kecil. “Pagi, sleepyhead” sapa Daniel. Nadia memeluk dirinya sendiri, bingung tapi hangat. “Kamu… masih di sini?” ucap Nadia dengan nada pelan. “Hmm.” Daniel menunjuk pintu. “Hujan baru berhenti sekitar jam empat tadi. Aku tidak mau kamu bangun sendirian dengan pintu belakangmu yang semalam terbuka b

  • Om Bule Kekasihku   Malam Yang Membuka Pintu

    Pintu belakang yang tiba-tiba terbuka itu menciptakan desiran udara dingin menerpa punggung Nadia. Ia memegang lengan Daniel tanpa sadar, mencari keseimbangan. Daniel menatapnya dengan cemas, namun kebahagiaan halus juga tampak di matanya: untuk pertama kalinya, Nadia mencari perlindungan pada dirinya tanpa ragu. “Tidak apa-apa,” ucap Daniel lembut, jari-jarinya masih menyentuh bahu Nadia, memberi kehangatan. “Biar aku yang tutup pintunya.” Ia berjalan ke belakang, menutup pintu yang berderit pelan. Nadia memperhatikan punggung Daniel, postur tegap itu, cara ia mengamati ruangan untuk memastikan semuanya aman. Tidak ada laki-laki lain dalam hidupnya yang pernah sepeduli itu. Daniel kembali mendekat. “Kamu sering sendirian di rumah sebesar ini? Apa keluarga kamu tidak pernah kesini?” Nadia mengangguk pelan. “Tidak. Aku suka sepi.” Daniel tersenyum tipis. “Sama. Tapi malam ini… aku lega tidak kamu alami sendirian.” "Kalau boleh aku tahu, dimana keluargamu saat ini?" tanya D

  • Om Bule Kekasihku   Jarak Yang Semakin Tipis

    Langkah mereka menyusuri jalan kecil Ubud yang licin oleh hujan. Nadia berjalan di depan, Daniel beberapa langkah di belakang, sesuai janjinya, tidak memaksa, hanya menjadi bayangan pelindung yang diam, lembut, dan sangat sulit diabaikan. Setiap kali Nadia menoleh, Daniel selalu ada di sana. Tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu jauh. Seperti ia tahu persis jarak yang tepat untuk membuat Nadia merasa aman dan tanpa mengekang. Ketika Nadia sampai di depan rumah kecilnya, sebuah lampu kuning temaram dari teras menerangi wajahnya. Ia menoleh ke Daniel yang berhenti di bawah pohon. “Terima kasih… sudah mengantar,” ucap Nadia, suaranya pelan tapi tulus. Daniel mengangguk. “Anytime.” Hujan turun lebih deras, membuat Nadia harus berteriak sedikit, “Kamu mau berteduh sebentar? Hujannya makin deras.” Daniel menatapnya lama. “Kamu yakin?” Nadia merasakan jantungnya melonjak. Pertanyaan itu sederhana, tetapi caranya mengucapkan begitu dalam, rendah, seperti memberinya kesempatan un

  • Om Bule Kekasihku    Degup Yang Tak Bisa Disembunyikan

    Hujan turun pelan malam itu, merembes dari atap jerami cafe dan jatuh seperti tirai tipis di depan pintu. Nadia menutup cafe lebih cepat dari biasanya. Entah kenapa, hari itu terasa lebih berat baginya. Atau mungkin.. terlalu penuh dengan perasaan yang tidak ia pahami. Ia sedang mengunci pintu ketika sebuah payung hitam tiba-tiba terbuka di belakangnya. Daniel. Lelaki itu berdiri hanya satu langkah darinya, jaket kulitnya sedikit basah di bagian bahu, rambut cokelat terang itu terpercik hujan, membuatnya terlihat lebih dewasa, lebih maskulin, lebih… memabukkan. “Kamu pulang jalan kaki?” tanya Daniel, suaranya lembut tapi terdengar seperti teguran manis. Nadia menghindari tatapannya. “Iya. Rumahku tidak jauh dari sini.” Selama mereka dekat, Daniel belum pernah berkunjung kerumah Nadia. Daniel mendekat, menurunkan payung agar melindungi mereka berdua. “Aku antar.” Nadia menggeleng cepat. “Tidak perlu. Aku baik-baik saja. Aku sudah terbiasa pulang sendiri”"Sekarang sedang

  • Om Bule Kekasihku   Kilatan Cemburu di Senja Ubud

    Senja turun pelan di Ubud. Cahaya oranye memantul pada kaca-kaca kecil jendela cafe Nadia, seperti lukisan yang belum selesai. Nadia berdiri di balik meja bar, berusaha mengatur napasnya yang sejak tadi tak karuan. Bukan karena pelanggan, bukan karena hari yang panjang, tapi karena Daniel. Lelaki itu duduk di meja luar, menatap layar kameranya sambil sesekali mengernyitkan dahinya, seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Atau… seseorang. Nadia tahu ia harusnya mengabaikan Daniel. Konflik kecil mereka kemarin masih menggantung seperti kabut tipis: tajam tapi tak terlihat. Daniel ingin mengambil foto di area cafe tanpa izin, dan Nadia, yang perfeksionis soal privasi tempatnya langsung menegur dengan nada dingin. Dan sejak itu, percakapan diantara mereka terasa penuh jarak. Namun entah kenapa, hari ini pria bule itu datang lagi. Seperti sengaja mencari sesuatu atau seseorang. Nadia berusaha cuek, tapi matanya terus saja melirik ke arah Daniel. Dan ketika seorang perempuan

  • Om Bule Kekasihku   Ketika Hasrat Mulai Membawa Masalah

    Siang di Ubud mulai padat. Jalanan dipenuhi turis, suara motor bersahut‑sahutan, dan angin membawa aroma rempah dari warung sekitar. Di dalam kafe, suasananya tampak normal, pelanggan datang dan pergi, tapi hati Nadia masih belum tenang. Daniel, sebaliknya, terlihat sangat tenang. Bahkan terlalu tenang. Ia duduk di pojok ruangan dekat jendela sambil mengedit foto di laptopnya. Sesekali, ia mengangkat kepala dan menatap kearah Nadia, tatapan yang selalu berhasil membuat Nadia kehilangan fokus. Dan ia tahu Daniel melakukannya sengaja. Setelah pelanggan terakhir di jam makan siang pergi, suasana menjadi lebih hening. Ia meminta karyawannya untuk beristirahat sebentar. Nadia sedang membersihkan meja ketika suara kursi digeser membuatnya menoleh. "Nadia... " ucap Daniel pelan. "Apa? Kamu mau espresso? Sebentar" jawab Nadia tanpa menoleh, ia melanjutkan untuk membersihkan meja. Daniel berdiri, menyampirkan kamera di bahunya dan berjalan kearah Nadia, "Nadia, kita perlu ngomong sekara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status