Rizal menatap lekat pada sesosok gadis di hadapannya. Wajahnya ayu dan nyaman dipandang, membuat denyar halus tiba-tiba saja muncul menyusup ke hatinya secara perlahan. "Kenapa kamu ngeliatin kayak gitu?" tanya Syifa tersipu malu. Senyum manis yang terukir di bibirnya, membuat Rizal cukup berdebar-debar. Syifa memang terlihat berbeda karena hari ini dia memakai gaun baru dan memoles wajahnya dengan make-up. Lispstiknya merah menyala. Alisnya melingkar indah dengan eye liner. Maskara membuat bulu matanya tampak lentik. Sapuan blush-on yang sempurna di pipi, membuat Rizal menjadi gemas. Tunggu dulu. Kenapa Syifa jadi mirip seperti Tania? Ah, lelaki itu menepis semua pikirannya. "Tumben, hari ini pake dress. Biasanya pake snelli," goda Rizal. Melihat Syifa semakin merona, dia berhenti menatap lalu memalingkan pandangan. "Memangnya saya gak boleh dandan kalau lagi ketemu pacar?" Rizal mengulum senyum mendengarnya. Lelaki itu tahu jika Syifa memancingnya untuk menyatakan cinta. "Nan
Rizal bergegas mencari pasien yang dimaksud saat memasuki instalansi gawat darurat. "Mana orangnya?""Itu, Dokter!" Si perawat menunjuk ranjang paling ujung. Tampak seorang gadis sedang berbaring menyamping. Di sebelahnya ada seorang wanita paruh baya sedang duduk menunggu. "Gimana kondisinya, Mbak?" Rizal bertanya bersamaan dengan gadis itupun ikut menoleh. "Loh, kamu?"Rizal terkejut saat melihat siapa pasien yang meminta untuk ditangani olehnya. Ternyata gadis yang dulu sempat membuat onar di poli ortopedi.Seingat Rizal, setelah memberikan rujukan ke bagian rontgen dan mendapatkan hasilnya, diketahui bahwa kondisi kaki gadis itu baik-baik saja. Hanya saja dia perlu menjaga diri agar selama proses pemulihan, bagian itu tidak cedera.Sayangnya, Rizal lupa siapa nama gadis itu. Pasiennya banyak dan dia tak hafal satu per satu, kecuali yang memiliki sakit tertentu. "Dokter, tolong saya," lirih gadis itu."Kamu kenapa lagi?"Gadis itu menunjuk kakinya yang lebam tepat dibagian bek
Syifa mengintip dari balik partisi ruangan, ketika keluarga Rizal memenuhi ruang tamu. Gadis itu berulang kali menggosok tangan karena gugup. Dia memang diminta untuk menunggu di dalam, lalu akan keluar jika mamanya memanggil. "Ya Allah, semoga lancar," lirih gadis itu sembari menangkup tangan di dada. Pada lamaran sebelumnya hanya keluarga inti Rizal yang datang. Kali ini, lelaki itu membawa keluarga besar. Hal itulah yang membuat pihak Syifa mempersiapkan penyambutan yang maksimal. "Ayam, daging, ikan sama bumbu-bumbu. Semua sajian darat laut dan udara mama masak, deh." Sejak subuh Sarah sudah berbelanja ke pasar untuk membeli aneka lauk, sayur dan juga buah. Untuk dessert mereka memesannya kepada salah satu toko bakery terkenal. "Yang ini kamu pindahin ke pojok. Kursi yang itu kita geser aja." Sementara itu, Sofyan dan Satria sibuk dan membersihkan rumah. Mereka juga membuang barang-barang yang tergeletak sembarangan di beberapa ruangan. Tadinya Syifa ingin mengecat ruangan
"Jadi kamu sudah mantap hati?" tanya Tania ketika Rizal mengajaknya bertemu dan menceritakan semua."Insyaallah. Keluarga kami juga udah ketemu dan lamaran," jelas Rizal."Alhamdulillah aku ikut senang. Akhirnya kamu menemukan pendamping hidup," ucap Tania bahagia."Memang benar kata orang. Obat patah hati itu cuma jatuh cinta lagi," kata Rizal sembari tertawa. "Dari dulu juga dibilangin begitu. Kamu aja yang ngeyel," kata wanita itu kesal. Tania selama ini hanya diam ketika gosip-gosip di luar santer terdengar. Apalagi ketika dia baru bergabung di rumah sakit dan semua orang menganggapnya ganjen menggoda Rizal, karena telah bersuami. "Tapi makasih banget tetap mau jadi sahabat aku.""Kalau nanti udah nikah, baiknya kita gak usah terlalu akrab kayak gini. Kasihan Dokter Syifa," saran Tania. "Aku tetap mau kita begini. Jadi teman sharing," pinta Rizal tulus."Tapi jangan suka nyentuh. Gak baik dilihat sama istri kamu."Rizal mengangguk. Mereka lalu membicarakan tentang beberapa kas
"Bismillahirrahmanirrahim."Semua orang serentak mengangkat tangan dan mendengarkan petugas KUA memanjaatkan doa. Acara hari ini begitu sakral sehingga tamu yang hadir begitu khusyuk mendengarkan. "Apa semua sudah siap?""Sudah, Pak.""Kalau begitu kita mulai sekarang."Rizal mengangguk dengan cepat, padahal dalam hati begitu berdebar. Sejak tadi tangannya berkeringat. Lelaki itu gugup setengah mati. "Ananda Muhammad Rizal Pratama. Aku nikahkan engkau dengan putriku Syifa Maharani dengan mahar sebuah cincin berlian dan uang 3500 dollar tunai.""Saya terima nikahnya Syifa Maharani, putri kandung bapak dengan mahar sebuah cincin berlian dan uang 3500 dollar tunai!""Para saksi apakah sah?""Sah!""Alhamdulillah. Baarakallaahu laka, wa baarakallahu 'alaika, wa jama'a bainakuma fii khaiir."Doa untuk kedua mempelai dibacakan. Semua orang mengangkat tangan dan mendengarkan itu dengan khusyu'.Mereka juga mengaminkan agar kedua mempelai mendapat limpahan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Syifa menguap berulang kali. Entah kenapa akhir-akhir ini dia sering mengantuk. Badannya terasa lemas dan gampang lelah. Bahkan di rumah sakit dia tidak semangat bekerja."Bik, aku tidur dulu, ya," pamitnya kepada ART yang sejak tadi membersihkan ruang tamu. Wanita itu meregangkan kedua tangan lalu kembali menguap sembari mengucek mata."Ibu kenapa, sakit?" tanya wanita paruh baya itu.Sejak menempati kediaman sendiri, Rizal membawa seorang ART pilihan mamanya. Lelaki itu tak mau Syifa terlalu lelah karena sedang program hamil. Lagipula wanita itu masih bekerja sehingga tidak mungkin mengurus rumah. "Gak tau, Bik. Badan pegel semua," jawabnya Syifa lemas."Mau datang bulan kali. Bibik juga biasanya gitu."Syifa tersentak ketika mendengar kata-kata itu. Wanita itu buru-buru berjalan menuju kamar, lalu mengambil ponsel dan melihat tanggal. Dia tidak pernah membuat catatan khusus, tetapi harusnya saat ini sudah mendapatkan tamu bulanan."Apa jangan-jangan--"Syifa benar-benar lupa bahwa
Rizal menatap wajah cantik yang masih terlelap di sampingnya. Semalam dia begitu bersemangat hingga membuat Syifa kelelahan. Lelaki itu sudah memesan kamar hotel selama tiga hari agar mereka lebih leluasa berduaan. Setelahnya, terserah Styifa mau tinggal di mana. Di rumah orang tuanya sendiri atau di tempat mertua.Sebagian tabungannya habis untuk biaya pernikahan. Rizal berencana ingin membuka praktik malam, sehingga memerlukan banyak dana untuk mempersiapkannya. Lelaki itu tak tahu jika papanya sudah menyediakan satu rumah untuk mereka. "Bangun dong, Cantik. Udah jadi istri kok malas," goda Rizal sembari mencubit pipi Syifa. Laki-laki itu tergelak ketika melihat sang istri menggeliat dan menepis tangannya."Jangan ganggu," ucap Syifa yang masih setengah sadar dengan mata terpejam.Tawa Rizal menggema di kamar. Itu membuat Syifa terbangun dan mengucek matanya."Astagfirullah," ucap wanita itu kaget ketika melihat kondisi mereka."Kamu kenapa?" tanya Rizal heran."Kita--""Udah nikah,
Syifa menguap berulang kali. Entah kenapa akhir-akhir ini dia sering mengantuk. Badannya terasa lemas dan gampang lelah. Bahkan di rumah sakit dia tidak semangat bekerja."Bik, aku tidur dulu, ya," pamitnya kepada ART yang sejak tadi membersihkan ruang tamu. Wanita itu meregangkan kedua tangan lalu kembali menguap sembari mengucek mata."Ibu kenapa, sakit?" tanya wanita paruh baya itu.Sejak menempati kediaman sendiri, Rizal membawa seorang ART pilihan mamanya. Lelaki itu tak mau Syifa terlalu lelah karena sedang program hamil. Lagipula wanita itu masih bekerja sehingga tidak mungkin mengurus rumah. "Gak tau, Bik. Badan pegel semua," jawabnya Syifa lemas."Mau datang bulan kali. Bibik juga biasanya gitu."Syifa tersentak ketika mendengar kata-kata itu. Wanita itu buru-buru berjalan menuju kamar, lalu mengambil ponsel dan melihat tanggal. Dia tidak pernah membuat catatan khusus, tetapi harusnya saat ini sudah mendapatkan tamu bulanan."Apa jangan-jangan--"Syifa benar-benar lupa bahwa