LOGIN“20 tahun?!”
Ivy terkesiap ketika selesai menghitung jarak usia yang membentang jauh. Lexton hampir tersedak karena tak menyangka Ivy akan sekaget itu.
Namun, percakapan mereka terhenti karena ponsel Lexton yang berdering lembut. Lexton mengangkat tangan ke arah Ivy, meminta waktu sesaat untuk menerima panggilan itu.
Sementara menunggu, Ivy masih dalam mode tercengang. Ia tak menyangka, lelaki berusia 38 tahun itu memiliki wajah yang tidak sesuai dengan umurnya.
Ketika kenyataan itu akhirnya Ivy terima, ia pun hanya bisa menghembuskan napas pasrah. Bahunya terlihat turun, seolah menunjukkan level semangat yang ia miliki.
Ia memutuskan untuk pergi. ‘Ah! Mending aku balik ke antrian. Kalau di sini aku—’
Pikiran Ivy terhenti ketika tubuhnya tiba-tiba oleng. Seseorang sengaja menabraknya. “Uwah!”
Karena sedang linglung, Ivy tak bisa menjaga keseimbangan.
Buk!
Ivy mendarat sempurna di dada Lexton.
Untung saja, Lexton mendengar jeritan kecil Ivy dan segera berbalik untuk menjadi bantal.
Namun, Ivy malah senyum-senyum tidak jelas. Ia tidak menyangka, kejahilan teman-temannya membuat ia bisa merasakan lagi dada Lexton yang hangat dan menenangkan.
Lexton yang masih menerima telepon, melirik tajam ke arah beberapa anak perempuan yang tadi menyenggol Ivy. Mereka benar-benar tidak menyembunyikan fakta bahwa tindakan itu dilakukan dengan sengaja.
Tanpa ada permintaan maaf, bahkan malah menertawakan Ivy.
“Kau nggak apa-apa, kan, Iv?” tanya Lexton setelah mengakhiri panggilan teleponnya.
Entah kenapa, ada rasa asing yang belum pernah muncul selama 38 tahun Lexton hidup. Seperti dorongan untuk melindungi Ivy dan membuat mereka tahu bahwa Ivy punya penolong sehebat dirinya.
Ivy tersenyum sedikit canggung. Ia juga merasa malu, karena Lexton melihat sisi dirinya yang menyedihkan. “Ng—nggak apa-apa, Kak.”
“Iv, aku bisa tegur mereka kalau kau—”
“Nggak! Jangan, Kak!” Ivy menahan Lexton.
Mengambil kesempatan itu, Ivy pun pamit. “Kak, aku urus jadwal kuliah dulu ya.”
Seperti yang sudah-sudah, Ivy langsung saja pergi tanpa menunggu reaksi Lexton.
Lagi-lagi hal ini membuat Lexton terkekeh. Ia segera menarik lengan Ivy, bukan untuk menahannya pergi. Ia hanya ingin memberinya sedikit pesan.
“Iv, kontak aku kalau kamu butuh pertolongan.”
Wajah Ivy memerah. Barusan suara rendah yang terdengar meniup telinganya, membuat perut gadis muda itu kembali tergelitik. Ia mengangguk secepat kilat, kemudian berbalik pergi begitu saja.
Ivy segera pergi dan menuntaskan urusannya di ruang administrasi kampus.
Perasaannya campur aduk. Senang karena bertemu Lexton lagi dan mendapat kontaknya. Sedih juga, karena jelas ia tidak akan bisa menjangkau lelaki yang berada di level teratas sebuah perusahaan. Terlebih usia mereka yang sudah seperti ayah dan anak.
Sementara itu, Lexton mendengus geli melihat gadis itu kabur lagi darinya. Tentu saja, ia tidak paham kegelisahan yang dirasakan Ivy. Buat Lexton, hari ini terasa menyenangkan.
Karena keponakannya juga sudah menghubunginya untuk pulang, maka Lexton pun pergi dari sana.
Ada sedikit bagian hati Lexton yang merasa tak rela pertemuan dengan Ivy berakhir begitu saja. Namun, ia juga tidak punya alasan untuk tetap ada di sana. Apalagi mengingat banyak orang bisa mengenali wajahnya kalau terlalu lama berada di tempat itu.
Sampai di parkiran, sang keponakan—Samantha, sudah bersedekap. Wajah judesnya semakin terlihat menyeramkan, karena ia pasti menunggu lama.
“Om! Lama banget!” tukas Samantha kesal. “Ayo, buruan!”
Melihat kelakuan Samantha, praktis Lexton menyandingkannya dengan sikap Ivy yang penurut dan menggemaskan.
Tak sadar Lexton terkekeh sendiri, membuat Samantha semakin kesal. “Ish! Malah ketawa nggak jelas! Buruan! Pintu! Panas, Om!”
“Astaga! Di dunia ini cuma kamu yang bisa nyuruh-nyuruh presiden direktur Tanverra begini!”
Lexton menekan tombol pada alat kecil pengendali jarak jauh di tangannya untuk membuka pintu mobil.
Samantha pun segera masuk dan melanjutkan protesnya. “Mau kau presiden negara juga kalau bikin kesel ya kesel, Om! Ngapain lama coba? Flirting sama siapa di kampus?”
“What?! Flirt—ah ….” Lexton tak melanjutkan ucapannya.
Gara-gara kata ‘flirting’, Lexton malah teringat lagi pada Ivy. ‘Apa aku tadi termasuk flirting sama Ivy ya? Astaga! Apa aku bisa disebut pedo?! Tapi dia udah kuli—’
“Om!” Bentakan Samantha membuat lamunan Lexton buyar. “Buruan jalan, oi!”
Lexton memutar bola matanya sambil berkata, “Iya, iya, Nyonyah!”
Segera, Lexton menekan pedal gas dan pergi meninggalkan area kampus Arkamaya.
“Sam,” panggil Lexton pada keponakannya yang sibuk menekan-nekan layar ponsel dengan ujung ibu jarinya.
“Hm?”
“Besok ke kampus lagi?” tanya Lexton.
Samantha menoleh. Dahinya berkerut. Merengut, mencoba mencari tahu alasan di balik pertanyaan aneh itu.
Pasalnya, Lexton tidak pernah tertarik dengan ide ‘datang ke kampus’. Ia tidak suka orang-orang mengerubunginya. Karena dia bukan seorang pebisnis biasa. Semua orang mengenali wajahnya.
Walau tidak berkuliah di kampus Arkamaya, tetapi dosen-dosen di sana sudah mengenal Lexton sejak SMP. Mereka tidak pernah berhenti untuk memintanya menjadi dosen tamu di sana.
Hari ini, Lexton setuju mengantar Samantha karena ibunya—kakak pertama Lexton, tidak bisa mengantar. Sedangkan supir mereka dibawa sang ayah ke luar kota bersama kakak lelakinya.
Jadi, pertemuannya dengan Ivy benar-benar membuat Lexton tidak menyesali kedatangannya ke kampus. Bahkan, pertemuan itu sudah mulai menjadi candu baginya.
“Ngapain nanya-nanya?!” Samantha menatap Lexton, curiga. “Beneran punya cem-ceman?! Gila!”
“Wow!”Semua mata memandangi gaun Ivy yang memang luar biasa cantik. Mendiang ibunda Ivy—Adelle Whitmore, adalah model yang cukup terkenal di luar negeri. Terutama di negara Nexare. Namun, ia melepas semua itu demi mengikuti ayah Ivy—Vincent Adinata kembali ke tanah air Sundhara.“Ew! Please lah!” Mereka langsung kecewa begitu melihat Ivy.“Seenggaknya lu tuh pake bedak, Nerd!” tukas yang lain. “Lepas kacamata juga!”Kekehan geli mengelilingi Ivy. “Baju udah bagus banget, mukanya yang nggak dipermak!”Jesslyn sedikit iri dengan gaun itu. Ia tidak tahu kalau Ivy punya gaun secantik itu. ‘Kalau gue yang pakai, pasti lebih bagus!’Ivy tak peduli dengan omongan mereka. Yang penting ia datang sesuai aturan. Baginya itu cukup. Ia duduk di meja yang sudah diatur sesuai dengan nama. Menyebalkannya Ivy duduk di samping lelaki bernama Carlo. Karena nama lengkapnya Herace Carlo Omar, ia jadi berdampingan dengan Ivy.Ivy tahu, Carlo adalah kekasih dari Jemima Andhara, anak donatur kedua, yang
“Happy belated birthday, Iv!”6 hari lalu, tepatnya tanggal 9 September, Ivy Adinata resmi berusia 19 tahun. Air mata Ivy semakin tumpah tak keruan, karena ulah Lexton. “Atas dasar apa coba, kakak ngerayain ulang tahunku?”Lexton terkekeh. ‘Sambil nangis aja masih bisa komentar. Lucu amat botol yakult ini!’“Memang harus ada alasannya?” tanya Lexton sambil mencubit pipi gadis itu. “Aku tahu ulang tahunmu, ya kurayakan. Simple.”“Tapi kita kan baru kenal!”Ucapan Ivy seolah menarik Lexton pada kenyataan. Ia sendiri tidak paham kenapa saat mendengar kabar dari Samantha, tanpa pikir panjang langsung pergi ke rumah Ivy. Lexton mengesampingkan ketidaktahuannya. Ia mengangkat bahu sambil berkata, “Well, kalau memang butuh alasan, mungkin karena aku merasa bersalah.” “Bersalah? Karena?” tanya Ivy bingung. “Karena kartu namaku, kamu jadi mengalami hari yang buruk.”Ivy langsung menyeka air matanya. Membuat Lexton merasa bersalah, Ivy tidak suka itu. Dengan tegas ia berkata, “Nggak! Itu s
“Nah loh!”Beberapa mahasiswa mulai tertarik untuk melihat kelanjutan nasib Ivy—si ‘nerd’. Mereka tak lagi berbisik, menyuarakan pikiran.“Samantha pasti ngamuk nih!”“Mati lu, Nerd! Bisa dipenjara nyolong kartu nama Lexton Tan dari Samantha!”Ivy yang mendengar itu pun mulai panik. Ia tak menyangka kalau keponakan yang dia maksud adalah Samantha.Dari banyak omongan orang, Ivy tahu kalau Samantha bukan anak yang mudah didekati. Tentu saja, bukan karena Samantha gadis aneh seperti Ivy, tetapi karena dia tidak mau berteman dengan siapapun. Namun, Ivy tidak merasa ia perlu takut pada Samantha. Ia tidak berbuat kesalahan. “Gue nggak nyolong kartu nama itu, Samantha!” tegas Ivy sekali lagi. Kali ini ia menatap dalam-dalam ke arah Samantha. “Gue berani sumpah!”Sementara itu, Samantha sendiri merasa geram. Wajahnya yang sudah jutek karena selalu diam dan berkutat dengan pikirannya sendiri, semakin terlihat menyeramkan.Tidak ada yang tahu kalau dalam hati, Samantha sedang merutuki Lexton
“Oi, Nerd! Cariin tanda tangan kakak tingkat di BEM dong!”“Sekalian gue!”Semester pertama dimulai dengan kegiatan pengenalan kampus dan atributnya. Universitas Arkamaya menyelenggarakan masa orientasi hanya dalam 1 hari. Tugasnya pun hanya mengumpulkan 30 tanda tangan kakak tingkat mereka. Tidak harus yang berada dalam organisasi.Ivy menatap beberapa teman kuliahnya yang sudah mulai menumpuk buku mereka. Entah apa mereka ini masih bisa disebut teman. “5 aja. Kalau kebanyakan, kalian kena sendiri!” Ivy memperingatkan, demi kebaikan mereka. Yang lain langsung berdecak kesal. “Ck! Bener juga lu, Nerd!”Tanpa menunggu lagi, Ivy segera membawa 4 buku mereka. 5 termasuk miliknya. Ivy sibuk mencari kakak tingkat ke segala penjuru. Tentu saja, ia meminta 5 kali tanda tangan pada setiap orang. “Kamu bawa 5 buku?” tanya seorang kakak tingkat. Di lihat dari badge yang ada di dada kirinya, kakak tingkat adalah salah satu anggota eksekutif organisasi kemahasiswaan. Namanya Henoch F.T.Enta
“20 tahun?!”Ivy terkesiap ketika selesai menghitung jarak usia yang membentang jauh. Lexton hampir tersedak karena tak menyangka Ivy akan sekaget itu. Namun, percakapan mereka terhenti karena ponsel Lexton yang berdering lembut. Lexton mengangkat tangan ke arah Ivy, meminta waktu sesaat untuk menerima panggilan itu. Sementara menunggu, Ivy masih dalam mode tercengang. Ia tak menyangka, lelaki berusia 38 tahun itu memiliki wajah yang tidak sesuai dengan umurnya. Ketika kenyataan itu akhirnya Ivy terima, ia pun hanya bisa menghembuskan napas pasrah. Bahunya terlihat turun, seolah menunjukkan level semangat yang ia miliki.Ia memutuskan untuk pergi. ‘Ah! Mending aku balik ke antrian. Kalau di sini aku—’Pikiran Ivy terhenti ketika tubuhnya tiba-tiba oleng. Seseorang sengaja menabraknya. “Uwah!” Karena sedang linglung, Ivy tak bisa menjaga keseimbangan. Buk!Ivy mendarat sempurna di dada Lexton. Untung saja, Lexton mendengar jeritan kecil Ivy dan segera berbalik untuk menjadi banta
“Ya elah! Dia lagi, dia lagi!”“Buset! Kirain udah mati Si Nerd!”Suara sumbang dan cekikikan itu ditujukan pada Ivy.Libur panjang masih tersisa 1 minggu lagi, sebelum perkuliahan dimulai. Namun, ia harus ke kampus hari ini, gara-gara ulah Jesslyn. Sepupunya itu mencabut aliran listrik dari jaringan internet di rumah saat Ivy tengah sibuk memilih jadwal kelas. Akhirnya, Ivy malah tidak mendapatkan kelas yang paling penting untuk semester 1 nanti. “Oi, Nerd!” teriak salah satu teman SMA Ivy. “Ambil kuliah apa lu?!”Mereka pasti melanjutkan jenjang ke Universitas Arkamaya. Sekitar 98% murid dari SMA Ivy memang tidak berniat melanjutkan pendidikan di luar instansi milik Yayasan Arkamaya Foundation.Universitas Arkamaya merupakan bagian dari yayasan Arkamaya Foundation yang menaungi seluruh jenjang sekolah mulai dari penitipan anak sampai universitas. Yayasan mereka bahkan selalu mengutamakan lulusan Arkamaya untuk bekerja di sana. Oleh karena itu, kebanyakan para murid sudah saling k







