Share

BAB-4

Embun merasakan tangan Esta menggenggam erat tangannya. Ia masih merasa was-was, khawatir kembali menerima kalimat toksik saat nanti bertemu dengan ibu angkat Toro lagi.

"Kak, bagaimana kalau nanti aku melihat orang itu? Aku tidak bisa berpura-pura tak terluka di depan semua orang. Rasanya berat sekali kak."

"Sudah, tidak usah dipikirkan. Itu urusan kakak." jawab Esta tegas.

"Kakak mau apa? jangan melakukan hal yang fatal ya kak. Kasihan Ayah dan Ibu." Sahut Embun.

Esta tak menjawab tetapi semakin mempercepat langkah kakinya, hingga membuat Embun tertarik.

"Agak cepat, biar kita bisa cepat juga siap-siap. Kan kamu harus di make up juga." Ucap Esta dengan suara naik turun karena melajukan langkah kakinya.

Sesampainya di sana, Embun dan Esta disuguhi dengan pemandangan yang super epik dengan seseorang yang disebut-sebut sedang pingsan karena kelelahan. Namun dirinya terlihat sehat dan santai dengan kaki kanan berada di atas kaki kiri, juga ditambah dengan gadget yang ada di tangannya.

Sontak, Esta dan Embun melotot keheranan melihat Toro. Salah seorang dari dalam ruangan tersebut memberi tahu kedatangan Esta dan Embun kepada Toro.

Istrimu datang tuh. Sambut salah seorang yang berada dalam ruangan itu. Dengan gelagat kaget, Toro menengok ke arah Embun dan Esta dan segera menaruh gadgetnya dengan kasar ke lantai.

Esta dengan perlahan memperhatikan di sekeliling ruangan itu mencari keberadaan Bu Minah, namun sepertinya orang yang dicari Esta tak berada di dalam ruangan itu. Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki dan Anak-anak, juga ada perempuan separuh baya yang sedang duduk manis di pojok ruangan.

"Sial." Embun tak menghiraukan bisikan kakaknya saat itu karena masih ramai orang.

"Lelah ya Toro? Waduh... kok bisa? kayaknya kamu harus belajar sama Embun yang belum pernah datang ke sini tapi tetap kuat. Jarang mudik ya kamu sampai lupa kalau rumahmu jauh sekali??" Ucap Esta dengan bibir tersenyum tipis.

"Hehehe iya mbak. Aku kelelahan saja kok. Tidak apa-apa ini." Jawab Toro salah tingkah di depan kakak iparnya.

Semua orang nampak heran dengan ucapan Esta yang terkesan spontan di depan Toro. Tak lama kemudian mamanya Toro datang membawakan sarapan untuk Toro.

"Makan mbak. Kemarin Toro telat makan sepertinya." Ucap mamanya Toro dengan sepiring nasi yang disiram kuah soto hangat dan minum yang dipegang di tangan kiri mamanya Toro.

Embun hanya tersenyum ke arah mama mertuanya.

"Oh seperti itu ya Bu. Kalau Toro telat makan berati adik saya juga telat dong? Kan mereka makan sepiring berdua? Hebat kamu berarti, Dik, tahan banting." Ucap Esta dengan senyuman tipis kepada mamanya Toro dan sembari menepuk pundak Embun yang berada di sampingnya.

Salah seorang di dalam ruangan itu menyahut ucapan Esta. Senyuman kakak Embun itu semakin lebar saat orang lain di ruangan itu mendukung kalimatnya barusan.

"Ayo dimakan Toro, bangun pelan-pelan. Main handphone saja semangat, kok makan tidak semangat? Ayo bangun." Imbuh Esta.

Embun kemudian mencolek paha Esta agar dirinya berhenti beraksi. Di sisi lain Embun terharu dengan perlindungan Esta kepada dirinya. Dengan penuh tatapan hangat, sesekali Embun tersenyum melihat kakaknya.

Esta dan Embun mengobrol dengan orang-orang yang ada di dalam ruangan. Perempuan separuh baya yang duduk di pojokan ruangan itu memuji keramahan Embun dan Esta kepada orang-orang.

Setelah bercengkerama cukup panjang, mamanya Toro lantas meminta Embun untuk segera mandi, sarapan, lalu bersiap karena petugas make up sudah mau datang.

Esta dan Embun lantas berpamitan. Tak lupa, sebelum pergi Esta menjahili Toro. "Makan yang banyak Toro, jangan sampai pingsan lagi. Nanti kalian mau dipajang seharian di pelaminan."

Embun tak banyak menatap Toro, karena dirinya masih kecewa dengan sikap suaminya yang terkesan tidak bijaksana dan lebih membela yang sudah jelas salah.

Esta banyak berperan di dalam ruangan ini. Mereka lantas berpamitan untuk bersiap. Ketika sampai di pintu keluar, Esta bertanya kepada mamanya Toro dengan raut penasaran. "Oiya Bu, Bu Minah ke mana? Kok tidak kelihatan. Padahal saya mau bicara dengannya.”

Toro dengan gugup menggelengkan kepalanya, berusaha menjelaskan jika pria itu tidak tahu.

“Bu Minah sedang mandi. Ada apa, Mbak?” Mamanya Toro yang menjawab sementara Toro masih berpura-pura tenang.

"Yah, sayang sekali ya. Saya penasaran sekali soalnya dengan Bu Minah, ibu angkatnya Toro. Boleh kan, Toro?" ucap Esta dengan senyuman yang sangat lebar sampai matanya menyipit.

Toro hanya menunduk dan diam seribu bahasa. Embun lalu menggandeng tangan Esta dan kembali berpamitan. “Sudah, ayo, Kak. Jangan diteruskan lagi.”

"Kenapa sih dik. Biar saja, biar mereka semua tahu, bahwa kita bukan orang yang bisa direndahkan dengan mudah.”

Esta memberatkan badannya yang sedang ditarik Embun, menolak ajakan adiknya agar mempercepat langkah mereka.

Waktu terus berjalan, Embun yang bersiap akan didandani pun telah mandi. Namun, ia menolak sarapan sebab khawatir perias telah menunggunya terlalu lama.

Ada kekhawatiran pada diri Embun, terlebih saat tahu kalau tempat make up itu berada di wilayah rumah Toro, bukan di rumah singgah—milik tetangga, yang jadi tempat bermalam ia dan keluarganya.

Embun sebenarnya meminta bantuan Esta untuk menemaninya. Minimal, jika ada kakaknya itu, ia bisa lebih kuat karena pasti saudara perempuannya itu akan melindunginya dari tajamnya kalimat toksik milik ibu mertua angkatnya.

Namun sayang, Esta menolak dengan alasan ia pun harus menyelesaikan make upnya sendiri di kamar demi kelancaran acara sang adik.

"Nanti kakak menyusul. Pokoknya kamu tenang. Kakak mau make up di kamar.”

Seorang diri, Embun lantas berjalan sendirian masuk ke rumah Toro. Benar saja, di sana sudah terdapat Bu Minah beserta rombongannya yang sudah rapi, sedangkan Embun belum apa-apa. Belum juga mendapatkan kalimat pedas dari ibu mertua angkatnya, tatapan tajam dan tak suka itu telah lebih dulu menyayat hatinya.

***

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status