Chlora menatap wajah Alwin. Sudah dua tahun berlalu. Chlora berhasil memutuskan hubungannya dengan Shelia dan Cithrel. Chlora ikut memutuskan hubungannya dengan Michael karena laki-laki itu selalu membantu Shelia dan Cithrel.
“Kakak, aku lapar,” ucap Alwin.
Chlora melihat jam menunjukkan pukul satu siang. “Ayo kita pergi ke ruang makan, Alwin.”
Chlora mengenggam tangan Alwin dan berjalan menuju ruang makan. “Alwin, kau harus mulai untuk belajar makan sendiri. Aku rasa kau sudah cukup besar.”
“Lucy, tolong bawakan aku dan Alwin makanan,” ucap Chlora kepada pelayan pribadinya.
Alwin dengan tenang duduk di kursinya. Tentu saja kursi untuk Alwin dan Chlora lebih tinggi dari kursi biasa. Mereka juga harus dibantu oleh para pelayan agar bisa duduk di sana. Chlora mendengus kesal, ia tidak suka berada di tubuh anak kecil.
Lucy menghidangkan makanan untuk Chlora dan Alwin. Chlora memakan makanannya dengan anggun, membuat semua pelayan itu terkejut. Orang-orang yang berkerja di rumah itu memang sudah menyadari adanya keanehan pada Chlora tapi mereka memilih untuk diam.
“Wow, kau hebat Alwin! Walau pun masih kesulitan memakai sendok tapi kau tidak memberantakkan makananmu!” puji Chlora.
Alwin tersenyum memamerkan giginya. “Aku memang hebat, kakak.”
Chlora sangat menyayangi Alwin. Dia juga tidak mengerti mengapa ia menyayangi Alwin. Jujur saja, Chlora tidak merasakan apa pun pada ayah dan ibunya. Ia merasa seperti itu karena ayah dan ibunya memiliki umur yang sama dengan umurnya di kehidupan sebelumnya.
“Ah, Alwin. Duchess Mason akan mengadakan pesta teh besok. Kau tahu bukan jika ia memiliki anak yang seumuran denganmu?” tanya Chlora.
“Aku tidak ingat kak,” jawab Alwin lugu.
Chlora mendesah pelan dan mengacak rambut Alwin. Apa yang bisa diharapkan dari anak berumur dua tahun? Di novel, Alwin berusaha menyelamatkan kakaknya yang dibunuh oleh Cithrel, namun Virion membuat Alwin tidak dapat menyelamatkan Chlora.
Chlora mengeraskan rahangnya. “Fuck you, Virion. In this life, I will destroy your family.”
“Kakak bicara apa?” tanya Alwin.
Chlora menggeleng dan tersenyum. “Alwin, bukankah ini saatnya kau tidur siang?”
“Ah iya, pantas saja aku merasa mengantuk.”
Chlora meloncat dari kursinya. Alwin yang melihat tingkah kakaknya ikut mengikutinya. Jantung Chlora berhenti sedetik melihat hal itu. “Alwin! Jangan melompat dari kursi!”
“Tapi kakak juga melompat dari kursi. Apakah aku tidak boleh mengikuti kakak?”
Chlora memijat kepalanya. Dia harus menjaga sikapnya agar sang adik tidak mengikuti tingkahnya. Chlora bersyukur dunia ini memiliki benua dan bahasa yang berbeda dengan bumi. Namun yang aneh, di sini juga ada bulan dan matahari.
“Ayo kita ke kamar.”
Chlora mengecup dahi adiknya dan keluar dari kamar. Chlora menuju ruang kerja orang tuanya. Chlora berhenti di depan pintu ketika mendengar Galan dan Violet yang sedang berbicara. Chlora menyipitkan matanya.
“Galan, apakah kau sudah mendapatkan kabar siapa yang memiliki pedang Lazarus?”
Galan menggeleng. “Belum, aku rasa pedang itu masih tersegel di kuil.”
Violet menggigit jarinya. “Apakah kita perlu menyembunyikan Chlora agar pemilik pedang itu tidak dapat menemukan Chlora?”
Chlora mengernyit. Apa yang orang tuanya bicarakan?
“Tidak apa, Violet. Jika Chlora ditakdirkan menjadi pasangan pemilik pedang Lazarus maka berarti ia mampu menaklukkan iblis yang tersegel di pedang itu.”
“Tapi iblis tetaplah iblis! Dari semua orang kenapa harus anakku yang mendapatkan takdir itu,” nada suara Violet melemah.
Galan memeluk Violet. “Itu tidak seburuk yang kau pikir, Violet. Walaupun Chlora sudah mendapatkan bunga magnolia emas bukan berarti dia langsung terpilih menjadi pasangannya. Aku pernah mendengar bahwa pemilik pedang itu dapat memilih salah satu orang yang terpilih.”
Mata Chlora membesar ketika mendengar kata-kata ayahnya. Ia segera berlari ke kamarnya dan merebahkan badannya. Ingatan Chlora dari kehidupan sebelumnya lama-kelamaan kembali. Jika sebelumnya Chlora hanya mengingat tentang buku itu dan umurnya, kini ia bisa mengingat orang tua dan saudaranya di masa lalu.
Mata Chlora terbuka lebar ketika sakit di kepalanya menghilang. “Aku ingat! Shelia juga mendapatkan bunga magnolia emas. Tentu saja Virion akan memilih Shelia dibanding aku. Shelia adalah tokoh utama sedangkan aku adalah tokoh antagonis, dan aku juga tidak berniat untuk mengubah karakterku.”
“The bitch gonna win, and it’s me,” Chlora menyeringai.
*
Chlora menatap gaunnya yang berwarna merah muda. Hari ini Chlora dan Alwin akan ikut dengan Violet untuk pergi ke pesta teh Duchess Mason. Chlora melirik Alwin dan bersyukur karena adiknya bukanlah anak nakal yang suka merundung orang lain.
“Chlora, Alwin, ayo kita berangkat,” ucap Violet.
Alwin dan Chlora duduk bersebelahan. Chlora melirik jendela dan melihat beberapa orang yang ada di jalan. Chlora mendesah dan menyiapkan rencana. Ia akan bersikap kasar dengan anak lain lalu pergi menyendiri ke suatu tempat.
Chlora menatap bangunan megah yang ada di depannya. Kastil Mason, tentu saja itu terlihat megah mengingat keluarga mereka yang kaya dan juga kedudukan bangsawan mereka yang tinggi. Violet memberi salam kepada perempuan bangsawan yang lain. Chlora juga ikut memberi salam dan membuat bangsawan lain terkejut.
“Hai Chlora! Sudah lama kita tidak bertemu,” sapa Zoey.
Chlora tersenyum. “Aku tak mempunyai waktu untuk bermain dengan kalian, Zoey.”
“Tidak masalah.”
Shelia yang akan menyapa Chlora langsung terdiam ketika melihat tatapan sinis Chlora. Chlora sangat tidak menyukai Shelia. Jika tidak ada Cithrel, Michael, dan Virion di belakangnya, Shelia hanyalah perempuan yang lemah.
“Pergi dari sini, kau tidak mungkin melupakan kata-kataku dua tahun yang lalu bukan?” ucap Chlora pedas dan Shelia langsung menunduk.
Chlora melirik Alwin dan menyadari bahwa anak itu sedang bermain dengan teman-teman seumurannya. Chlora bernapas lega, ia segera pergi ke tempat yang ia rasa tidak ada orang. Kaki kecil Chlora berhenti di taman bunga kastil Mason.
“Ah, akhirnya aku bebas.”
Chlora duduk di bangku yang berada di taman dan menatap bunga-bunga yang mekar. Tiba-tiba saja Chlora membenci bunga-bunga di hadapannya. Pasangan Virion? Sampai Chlora lahir kembali sebanyak sepuluh kali pun dia tidak akan sudi!
“Bruk!”
Chlora menoleh dan melihat seorang anak laki-laki yang terjatuh. Sebagai perempuan yang memiliki jiwa berumur dua puluh lima tahun, Chlora langsung menolong anak laki-laki itu. Ia membantu anak itu duduk di bangku.
“Sebaiknya kau berhati-hati saat berlari. Jika sudah terluka begini, pasti sakit, bukan?”
Anak laki-laki itu menunduk. “Aku tidak suka berada di keramaian, jadi aku berlari ke sini.”
Chlora memanggil salah satu pelayan dan mengatakan pada mereka untuk segera mengobati lukanya. “Ah, aku juga tidak suka keramaian. Lebih tepatnya, aku tidak suka dengan dunia ini.”
“Kenapa? Apakah ada hal yang kau benci di sini?”
Chlora mendongak. “Aku ditakdikan menjadi pasangan pemilik pedang Lazarus. Konyol sekali, bukan? Tapi aku yakin orang itu akan memilih sang tokoh utama. Ah, ibuku memanggil.”
Chlora langsung pergi dari sana ketika melihat Violet meninggalkan anak laki-laki itu.
“Diam! Jangan ganggu aku!” pekik Chlora kesal. Ia sedang bepergian untuk membeli baju baru tapi tiba-tiba Shelia dan Cithrel muncul di hadapannya.Cithrel menunduk sedih. “Chlora, apakah kau benar-benar membenci kami? Maafkan aku.”“Ya! Aku benar-benar membenci kalian, jadi pergi dan jangan ganggu aku lagi!” teriak Chlora. Kesabarannya benar-benar diuji oleh dua anak berusia lima tahun.“Chlora, kami harus berbuat apa agar kau tidak membenci kami lagi?” tanya Shelia.Chlora menatap Shelia dengan tatapan sinis. “Pertama, jangan pernah ganggu aku lagi. Kedua, jangan pernah muncul di hadapanku. Jika kalian melakukan hal itu aku akan berhenti membenci kalian berdua,” jawab Chlora geram.Ia menghempaskan tangan Shelia yang memegang tangannya dan pergi dari sana. Suasana hatinya langsung menjadi buruk. Ayolah, satu-satunya hal yang ingin Chlora lakukan hanyalah hidup dengan tenang dan bahagia tanpa drama yang disebabkan oleh tokoh utama.“Lucy, ayo kita kembali. Suasana hatiku sudah hancur
Chlora meniup lilin yang ada di hadapannya. Galan, Violet, Alwin dan yang lainnya menepuk tangan dengan kencang. Chlora tersenyum dan menatap kue ulang tahun itu. Sudah tujuh tahun ia hidup di dunia ini. “Selamat ulang tahun yang ke tujuh, Chlora! Aku membelikan ini untuk kakak,” ucap Alwin sambil menyerahkan sebuah kotak kado.Chlora menerima kado itu dan menepuk kepala Alwin. “Terima kasih, Alwin.”“Saya sudah meletakkan kado-kado itu di kamar Chlora,” ucap Lucy.Galan menunduk dan tersenyum. “Selamat ulang tahun, Chlora! Ayah dan ibu memberikan kado untuk Chlora. Chlora bisa mencari kado itu sendiri.”Chlora mengangguk. “Terima kasih, ayah, ibu. Chlora pergi ke kamar dulu.”“Sepertinya dia sudah tidak sabar untuk membuka kado-kado itu,” Violet tertawa.Chlora berlari ke kamarnya dan menemukan setumpuk kado. Chlora heran ketika melihat kado yang sebanyak itu. Biasanya kado itu diberikan oleh pelayan-pelayan yang ada di kastil Beasley karena mereka tersentuh dengan kebaikan Chlora.
Chlora menyesap tehnya. “Jadi, aku jelaskan semuanya padaku, Zoey.”“Aku yakin kau sudah mengetahui siapa aku sebenarnya, mengingat kau membaca buku itu.”“Hm, kau adalah penyihir,” jawab Chlora tenang.Zoey menghembuskan napasnya. “Kami penyihir bisa mengetahui perbedaan antara jiwa-jiwa manusia. Aku bisa merasakan bahwa jiwamu berusia lebih tua dari pada tubuhmu.”“Menarik, tapi dari mana kau mengetahui tentang buku?”“Jika kau berpikir dunia ini terbentuk karena buku itu, maka kau salah. Dunia ini sudah ada sebelum buku itu. Kemungkinan penulis yang membuat buku itu adalah penyihir yang berasal dari sini. Jika penyihir itu sudah dalam tingkat tertinggi, maka dia bisa berpindah dimensi sesukanya. Semua penyihir tahu tentang keberadaan buku ‘Bunga dan Cinta’,” jawab Zoey.Chlora mengangguk mengerti. “Tapi alur cerita buku itu berubah karenaku, bukan?”“Iya. Aku tidak menyangka jika kau bisa bereinkarnasi ke dunia ini. Di dunia ini tidak ada yang namanya reinkarnasi. Setelah mati, mak
Chlora menatap Shelia dan Cithrel dengan datar. Kedua orang itu tampaknya tidak pernah berhenti mengejar-ngejar dirinya. Chlora merasa seakan mereka sedang terjebak dalam cinta segitiga. “Kau tidak boleh berbicara dengan Chlora!” pekik Shelia.“Mana bisa begitu? Jelas-jelas aku yang tiba di sini lebih dulu!” balas Cithrel.Chlora menguap. Padahal tujuannya pergi ke kastil Woods hanyalah untuk menemui Zoey. Chlora melotot ke arah Zoey namun gadis itu hanya mengangkat kedua bahunya. Chlora menahan geramannya. “Aku tidak akan berbicara dengan kalian berdua, jadi bisakah kalian diam?” ucap Chlora.Shelia dan Cithrel langsung terduduk. Chlora bisa mendengar suara tawa Zoey yang kecil. Sial, Chlora sedang tidak ingin meladeni kedua tokoh utama itu. Dia ingin berdiskusi pada Zoey karena sebentar lagi Virion akan masuk ke dalam akademi.“Mengapa kalian tiba-tiba muncul di sini?” tanya Zoey.Shelia menunduk. “Aku sedang berjalan-jalan, dan tanpa sengaja melihat kereta kuda yang memiliki lamb
Chlora mencorat-coret ide yang akan ia gunakan untuk terhindar dari kematian. Chlora tidak akan merasa lega jika Shelia dan Cithrel terus masuk ke dalam kehidupannya. Di mana ada tokoh utama, di sana ada masalah.“Mengapa Virion harus ikut dalam masalah ini? Hidup memang merepotkan,” keluh Chlora.Chlora bergidik ketika tiba-tiba udara menjadi lebih dingin. “Ah, lagi pula aku dan dia sama-sama merupakan tokoh antagonis. Tak bisakah kami menjadi teman?”Chlora memutar matanya. “Mana mungkin. Aku adalah orang yang meracuni Shelia di novel. Ah, Shelia dan para laki-laki bodoh itu, sangat menyebalkan.”Chlora menatap jam yang bergerak. Waktu berjalan dengan sangat cepat. Chlora menyesal ia menurunkan kewaspadaannya karena kasih sayang Galan dan Violet. Chlora tahu jika ia tidak bisa bersantai seperti ini jika dia ingin hidup.“Sayang sekali aku terlahir kembali menjadi manusia biasa, bukan penyihir. Situasi akan menjadi lebih menguntungkan jika aku adalah penyihir.”Chlora menatap bunga m
Chlora melihat laporan harta kekayaan keluarganya. Banyak bangsawan yang menyesal karena mereka percaya dengan rumor itu sehingga menolak untuk membeli tambang Lunar. Kini mereka hanya bisa mengigit jari karena harga tambang Lunar sudah jauh di atas.“Setidaknya aku sudah mengambil salah satu harta kekayaan yang Cithrel miliki di novel. Menurutmu apa lagi yang harus aku ambil?” tanya Chlora.Zoey menggigit biskuit yang ada di tangannya. “Kau tahu bukan jika dia memiliki salah satu pedang yang menjadi legenda? Kau bisa mencari pedang itu dan memberikannya pada Alwin.”“Lebih kuat pedang itu atau pedang Lazarus?” ucap Chlora.“Tentu saja pedang Lazarus. Tapi pedang itu juga memiliki harga yang sama dengan pedang Lazarus. Ah, kemarin aku berhasil mencuri buku itu dari dimensi lain,” Zoey mengeluarkan sebuah buku yang memiliki sampul berwarna merah muda.Chlora menerima buku itu dan tertawa. “Astaga, buku sialan ini. Tapi aku membutuhkannya karena ingatanku sudah mulai samar. Bisakah aku
Chlora menelan ludahnya. Hari ini adalah hari di mana ia akan menjalani tes untuk masuk ke akademi. Tentu saja bukan tes itu yang Chlora takutkan, tapi ia malas betemu Shelia dan Cithrel. Chlora tidak terlalu peduli dengan Shelia, tapi Chlora merasa bahwa Cithrel menyukainya.“Rasanya kepalaku akan pecah bila meladeni orang yang jatuh cinta,” celetuk Zoey.Chlora menoleh tidak percaya. “Hallo, seharusnya kau bisa menyihir Cithrel agar dia tidak jatuh cinta denganku, bukan?”“Mana mungkin! Sihir tidak bisa membuat orang mencintai atau berhenti mencintai!” ucap Zoey.Chlora memijat-mijat kepalanya, hal yang hampir setiap hari ia lakukan setelah bereinkarnasi di dunia ini. “Sial, siapa sangka alur ceritanya akan sehancur ini.”“Chlora, aku berharap kita bisa lolos ke akademi agar kita bisa terus bersama,” senyum Cithrel.Shelia menatap Cithrel dengan pandangan jijik. “Chlora terlalu bagus untukmu, Cithrel! Kau sama sekali tidak pantas berada di samping Chlora!”“Aku akan membuat diriku p
Chlora menatap kamar yang akan ia tempati selama lima tahun ke depan. Karena Chlora adalah murid jenius yang bisa mengerjakan soal dengan mudah dan cepat. Bahkan kini sudah tersebar jika Chlora menjadi murid paling jenius yang ada di akademi.“Padahal soal itu sama sekali tidak sulit. Ah, aku lupa, aku tinggal di benua asia yang pada saat kami masih berada di kelas dua kami sudah diwajibkan menghafal perkalian,” desah Chlora.Chlora meletakkan tasnya. “Ada untungnya juga menjadi murid yang jenius. Aku diberikan kamar yang bisa ditempati sendiri agar aku bisa fokus belajar.”Chlora memandang kamarnya yang berukuran 3x3 meter. Tentu saja kamar ini lebih kecil dari pada kamar yang lain karena kamar ini hanya digunakan untuk satu orang. Chlora membuka jendela dan menatap pemandangan.“Sial, apa yang harus aku lakukan di sini? Rasanya memang sejak awal aku tidak punya tujuan hidup selain hidup dalam kemewahan,” keluh Chlora.Chlora menatap gedung di mana siswa laki-laki tinggal. Gedung itu