Share

06. DEEP TALK

Aluna menelan saliva saat pria itu meloloskan kemeja putih dari tubuh atletisnya. Dirga sudah duduk membelakangi Aluna. Menyodorkan punggung putih mulus tersebut untuk mendapatkan terapi dari sang pacar rahasia.

"Aku mulai, ya, Om."

Aluna membalur minyak angin yang baru dia beli beberapa saat lalu pada punggung Dirga. Secara perlahan ia mengolesi minyak angin agar terbalur dengan rata. Tanpa Aluna sadari sentuhan lembut yang dia lakukan menimbulkan desiran asing pada aliran darah pria itu..

"Kalau sakit bilang, ya."

Dirga mengangguk paham dan Aluna mulai mengerok punggung sang CEO dengan koin. Garis merah kini menghiasi punggung Dirga. Pria itu benar-benar sedang sakit.

"Istri saya sudah mengakui kalau dia selingkuh. Kami berdua bertengkar."

Aluna berhenti sejenak saat Dirga membuka suara. Pria itu tiba-tiba saja menceritakan permasalahannya dengan sang istri. Aluna tidak menanggapi, dia kembali mengerok punggung Dirga.

"Sampai saat ini, kami belum dikaruniai seorang anak. Dia menuduh saya mandul dan itu alasan istri saya selingkuh."

"Om udah periksa ke dokter?" tanya Aluna penasaran.

"Sudah. Kami berdua dinyatakan sehat. Hanya saja, tuhan belum memberi kepercayaan pada kami."

"Oh …." Aluna mengangguk pelan.

"Menurut kamu, apa wajar istri saya berselingkuh dengan alasan itu?"

Gerakan tangan Aluna melambat, gadis itu tengah berpikir jawaban apa yang harus dia berikan pada Dirga. Hal yang sangat wajar jika seorang wanita yang sudah menikah menginginkan kehadiran seorang anak di dalam kehidupannya. Aluna pun pasti menginginkan hal yang sama jika sudah menikah nanti.

"Mungkin istri Om lagi di fase jenuh aja. Coba Om bicarakan lagi baik-baik. Bicara dari hati ke hati. Menghabiskan waktu berdua ke tempat-tempat indah dan romantis. Kali aja istri Om luluh dan mau menerima Om lagi," tutur Aluna sok bijak.

"Itu juga yang dikatakan istri saya."

Terlihat bahu pria itu naik turun, seperti sedang menghembuskan napas dengan berat. Aluna yang sudah selesai segera menaruh koin dan minyak angin di atas nakas. Lalu membersihkan tangannya yang penuh minyak dengan tisu basah.

"Dia bilang, saya terlalu sibuk dan tidak ada waktu untuk dia. Itu juga salah satu alasan Mayang selingkuh dari saya."

Aluna kembali menelan saliva saat Dirga berbalik sehingga Aluna dapat melihat roti sobek yang terpampang nyata di depan mata. Pria itu mengenakan pakaian kembali. Tubuhnya terasa lebih baik setelah mendapatkan perawatan dari sang pacar.

"Terima kasih."

Dirga menggerakkan tangan, mengelus pucuk kepala Aluna dengan lembut seraya mengulas senyum simpul. Hal yang membuat Aluna terpaku beberapa saat. Batinnya bergumam, kenapa pria ini manis sekali?

"S-sama-sama," jawab Aluna gugup.

"Sekarang kamu bilang, kamu mau apa? Biar saya suruh teman saya yang belikan." Dirga menyandarkan tubuhnya ke punggung ranjang.

"Nggak usah, Om. Lagian aku cuma ngerokin doang." Aluna menutup sebagian tubuh Dirga dengan selimut.

"Mau kemana?" Reflek Dirga menahan tangan Aluna saat melihat gadis itu tiba-tiba berdiri.

"Ke kamar mandi, Om. Cuci tangan."

"Oh. Silahkan."

Aluna lekas pergi menuju kamar mandi. Meninggalkan Dirga yang belum melepaskan pandangannya. Aneh sekali, entah kenapa Dirga tiba-tiba khawatir jika Aluna akan pergi dari tempat ini. Dirga takut Aluna pulang karena sudah menyelesaikan tugas yang ia berikan.

"Om sudah makan? Mau aku belikan sesuatu?" tawar Aluna saat keluar dari kamar mandi.

CEO tampan itu menggelengkan kepala. Aluna tersenyum, dia sudah menduga jika Dirga belum makan. Gadis itu lekas meraih tas miliknya yang ada di sofa yang tak jauh dari tempat tidur Dirga. Hendak mengambil sesuatu dari dalam sana.

"Om tunggu sebentar, ya. Saya belikan makanan dulu buat Om."

"Pakai uang kamu?" tanya Dirga. Aluna mengangguk mengiyakan.

"Tidak. Saya tidak mau."

"Nggak apa-apa, Om."

"Nggak mau. Kesini."

Satu tangan ia gerakkan sebagai kode agar Aluna segera mendekat padanya. Aluna lekas berjalan menuju pria itu. Seketika manik mata Aluna membulat sempurna saat Dirga tiba-tiba menarik tangan Aluna sehingga dia terduduk tepat di samping Dirga. Hal yang lebih mengejutkan lagi saat pria itu spontan melingkarkan tangan pada pinggang ramping Aluna.

"Pesan online saja. Saya yang bayar."

Tidak ada yang bisa Aluna lakukan selain mengangguk setuju. Dirga lekas mengambil ponsel lalu memesan makanan secara online. Setelah selesai, Dirga menaruh ponsel tersebut di atas nakas.

"Om!"

Aluna tersentak, tiba-tiba Dirga bangkit dan memeluknya. Menaruh dagu di pundak Aluna, pria itu mengatakan sesuatu yang membuat Aluna tercekat. Dia bahkan bisa merasakan hembusan napas pria itu membelai lembut lehernya.

"Wangi. Saya suka."

Dirga mendekatkan hidungnya pada leher Aluna. Menghidu aroma tubuh yang bagi ia begitu menenangkan. Aroma stroberi, bau tubuh Aluna seperti anak kecil. Namun, Dirga sangat suka.

"Pakai sabun bayi, ya?" Dirga mengencangkan pelukannya.

"Hah? Ng-nggak," timpal Aluna.

"Mulai hari ini jangan panggil saya Om. Panggil saya Papi. Bagaimana?"

"Papi?"

Aluna menoleh, mendapati jarak mereka yang teramat dekat membuat Aluna gugup seketika. Aluna mulai kesulitan berpikir jernih, terlebih CEO tampan itu mulai menyatukan kening mereka. Aluna yakin jika hari ini miliknya yang paling berharga akan direnggut oleh Dirga.

"Saya tidak punya anak. Anggap sebagai latihan kalau suatu saat saya punya anak yang akan memanggil saya Papi."

"Apa ada anak yang seperti ini?"

Aluna menarik diri, tertawa mendengar ucapan Dirga yang bagi ia terdengar sangat konyol. Mana ada anak dan ayah yang berpelukan seintim ini. Dirga harus segera tidur, ucapannya mulai melantur.

"Om sebaiknya tidur. Nanti kalau makanannya sudah datang, aku bangunin Om."

"Saya tidak mengantuk," tukas Dirga.

"Lalu, Om mau ngapain? Mendingan Om tidur biar cepat sembuh."

"Saya mau ini."

Dirga kembali menarik tangan Aluna. Membuat tubuh gadis itu dalam sekejap berada diatas tubuh Dirga. Keduanya saling bersitatap, tangan Aluna yang menahan di dada Dirga seketika membuat pria itu merasakan sesuatu yang asing menjalar di aliran darah. Sesuatu yang membuat Dirga secara spontan mendaratkan satu buah kecupan singkat di bibir tipis Aluna.

"Boleh saya meminta hak dari kamu? Hak dari perjanjian kita?"

Tak langsung menjawab, Aluna terpaku saat pria itu dengan lembut menyampirkan rambut ke belakang telinga. Pandangan Dirga kembali tertuju pada bibir tipis itu, ingin sekali Dirga meraup bibir Aluna dengan bibirnya. Namun, dia masih menunggu jawaban dari Aluna.

"Kamu boleh minta apa saja sebagai imbalan. Kamu juga bisa memiliki penthouse ini jika kamu mau. Saya butuh kamu. Saya menginginkan kamu sekarang."

Aluna tersenyum kecut, untuk beberapa saat dia merasa bodoh karena sempat terpesona dengan sikap manis partner bisnisnya. Dia kembali tersadar jika hubungan mereka hanya sekedar saling memanfaatkan. Pria itu pernah memberi ia sejumlah uang, tentu harus ada timbal balik untuk pria itu.

"Bagaimana? Kamu bersedia?"

Aluna menyeringai, entah mendapat keberanian dari mana gadis itu mulai mendekatkan wajahnya. Aluna mulai membenahi posisi sehingga sekarang dia sudah berada diatas pria itu. Tepat di pangkuan kaki Dirga, Aluna merapatkan diri, mengikis jarak yang bersisa sejengkal itu.

"Bos, aku sudah bawa makanan sama … oh, my god! What are you doing, Bro?"

Pekikan tersebut sontak membuat Aluna menoleh dan segera beranjak dari tempatnya. Bagas yang mendapat perintah dari Dirga untuk membelikan pakaian baru untuk Aluna dibuat menganga saat mendapati seorang wanita berada tepat di atas tubuh Dirga. Aluna lekas berlari ke kamar mandi, sedangkan Dirga mengusap wajah dengan kasar. Bagas datang di waktu yang tepat.

"Oke, oke … aku simpan disini. Selamat bersenang-senang, Bos," kekeh Bagas. Pria itu menaruh barang bawaannya di atas meja lalu secepat kilat lari setelah dipelototi Dirga.

"Dasar, suami istri sama-sama gila," sungut Bagas. Padahal dia hendak memberikan informasi mengenai Mayang.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
keren, demi apa coba ini bagus.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status