Share

INGATAN YANG HILANG

Maysa masih menilik setiap kalimat Arlesa. Pria tampan itu sangat santun bicara, lembut, juga meneduhkan.

 'Pasti dia berasal dari keluarga ningrat, tutur bahasanya lembut sekali.' Imbuh Maysa dalam hati.

"Arlesa, kamu berasal dari kota mana?" tanya Maysa mencoba akrab.

Arlesa tergugu. Jawaban itu belum ia persiapkan. Dia sama sekali tak tahu nama Kota di dunia manusia.

"Dari Kota Bandung." Ujar Gus Alam yang tiba-tiba nimbrung di antara mereka.

Arlesa yang tadi tegang, kini bernafas lega. Tak rugi dia berteman dengan Gus Alam, pria paruh baya itu bisa menolongnya dari hal-hal yang tak dia ketahui di dunia manusia.

"Bandung? wah, jauh, ya." Ujar Maysa.

Arlesa megangguk, dia terjebak dalam kebohongan kecil lagi. Seharusnya dia  memberitahu Maysa bahwa dirinya adalah Pangeran Arlesa dari kerajaan Wandara. 

Arlesa memberikan tatapan tajam ke Gus Alam, pria itu mengerti bahwa dia tak mau  ganggu, dia ingin berdua dengan Maysa saja. Gus Alam pamit diri untuk keluar membeli rokok.

Setelah Gus Alam enyah, Arlesa kembali berfokus pada ingatan Maysa.

"Maysa, apa yang kau ingat dengan sesuatu di masa kecilmu?" 

Maysa menyerngit. Dia mengangguk lalu menjawab, " Ada banyak yang kulalui bermain dengan temanku." 

Arlesa rasa salah memberi pertanyaan, lalu bertanya lagi , " maksudku, apa yang pernah kamu alami di masa kecil, hingga kamu di bawa pulang oleh pria berbadan kekar?" 

Maysa tak mengerti apa yang di maksud oleh Arlesa. ekspresi kebingungan nampak jelas di wajah manisnya.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu." 

Arlesa belum putus asa, dia mencoba membantu Maysa agar mengingat saat dia di Wandara.

"Aku Arlesa Dirhantara. Lima belas tahun yang lalu, ada seorang anak laki-laki yang menemukanmu di kebun istana." Jelas Arlesa.

Maysa makin bingung, sejak kapan dia ke istana? dia bahkan ke luar pulau belum pernah apalagi ke istana kerajaan yang di maksud Arlesa, batinnya.

"Kamu ingat, saat bunda Ratu Risani datang ke kamar rahasia istana, dia datang bersamaku juga panglima Rajab." Arlesa mulai mengungkap satu per satu identitasnya di depan Maysa.

Tentu Maysa tercengang atas pengakuan Arlesa itu. Tetapi di benaknya,  Arlesa mungkin sedang berhalusinasi. Bisa saja pria itu juga mabuk, pikir Maysa geli.

"Kamu mabuk berat juga .." Lirihnya agak menjauhkan diri dari Arlesa.

Arlesa berusaha menenangkan Maysa yang mulai menjauh darinya.

"Aku tidak mabuk, aku tidak suka mabuk. Aku sedang dalam keadaan sadar Maysa. Apa kamu pernah tersesat di hutan?"

Maysa seketika mengingat lima belas tahun lalu, dimana dia  tersesat di hutan seorang diri di malam hari.

"Iya, aku pernah tersesat di hutan .."

Arlesa tersenyum kecil.

"Maysa, kamu mengingatnya." 

"Lalu kenapa? aku tersesat karena tidak tahu jalan pulang, bukan karena dari istana ataupun kerajaan." Lanjut Maysa.

Seketika wajah Arlesa berubah. Maysa sungguh tidak mengingatnya dan juga Wandara. Secepat itu kah Maysa melupakan itu? sementara Arlesa menanti moment ini setiap saat.

Arlesa menyeberang dunia agar bisa bertemu Maysa, juga ingin mengatakan cinta. Tetapi, wanita itu sama sekali tidak mengingatnya. 

Arlesa merasa Maysa selalu mengingat janji mereka, ternyata itu salah, sikap Maysa tidak sesuai harapannya. Gadis itu melupakan janji mereka lima belas tahun yang lalu.

"Arlesa, kamu kenapa?" tanya Maysa membuyarkan lamunannya.

Arlesa menelan saliva. Dia mencoba mengeyahkan rasa kecewanya, agar tak terbaca oleh Maysa.

"Aku baik-baik saja," sahut Arlesa menyipitkan  mata.

Bagaimana cara agar cintanya pada Maysa bisa terungkap? sementara ingatan gadis itu hilang.

"Apa ada yang salah?" tanya Maysa menyelidik di tatapan misteri Arlesa.

"Apakah kau pernah mendengar Wandara?" tanya Arlesa yang ingin meyakinkan hasratnya lagi.

Maysa tersentak. Pria itu menanyakan Wandara yang terkenal sebagai kerjaan tak kasat mata terbesar di Asia. Maysa hanya mengetahui itu lewat sosial media, juga dari legenda yang banyak di bicarakan dari mulut ke mulut sampai sekarang ini.

"Aku pernah dengar, itu kerajaan jin, kan?"

Arlesa mengangguk kecil. Jin? bila manusia awam mendengar nama jin, pasti  ketakutan. Apakah Maysa akan bereaksi demikian? semoga tidak. Lagi pula Arlesa bukan jin sepenuhnya, ada darah manusia dari Bunda Risani mengalir di tubuhnya. 

"Aku buatkan kopi, supaya kita lebih fresh lagi." Imbuh Maysa berlalu ke bartender.

Arlesa menghela nafas. Dia berpikir keras, agar Maysa mengingatnya. Apa yang sudah terjadi, ingatan pada saat di Wandara tak mudah begitu saja di lupakan oleh manusia, karena Wandara dunia yang mengesankan, itu kata manusia yang pernah berkunjung kesana. 

Arlesa tidak mengetahui, bahwa sebelum Maysa di lepas ke dunianya, Panglima Rajab  sudah menghapus ingatan Maysa selama di Wandara. Ini demi menjaga kerahasiaan istana.

"Ini kopinya, americano." Seru Maysa.

"Terima kasih," ucapnya seraya menenangkan hati.

Maysa menatap wajah Arlesa yang nyaris sempurna. Bukan, pria itu sudah sempurna bila melihat sudut  kacamata manusia.

'Kenapa aku merasa pernah mengenal Arlesa?' batin Maysa. Tanpa ia sadari, batinnya memanggil untuk menyatu pada pangeran Wandara itu. Ada takdir yang sudah mengikat mereka untuk menjalani kisah yang berlawanan dunia. 

Takdir yang berkesinambungan agar mengungkap misteri hidup orang-orang di sekitar mereka. Waktu yang akan menjawab, kisah Arlesa dan Maysa sudah di gariskan menjadi sebuah legenda di Kerajaan Wandara kelak.

Arlesa memandangi lagi Maysa.

"Setiap malam kamu sendiri disini?" tanyanya

"Ya, jika adikku Gala sudah pulang, aku sendiri."

"Kenapa kamu harus buka cafe di malam hari?" 

Maysa tersenyum. Pria itu tidak tahu bagaimana sulitnya hidup di dunia manusia. Seperti Maysa yang berjuang untuk sesuap nasi. Jelas sangat berbeda dengan kesejaterahaan di Wandara.

"Kalau aku tidak kerja keras, mana mungkin keluargaku bisa makan? adikku juga kuliah dan sekolah. Ini tanggung jawabku." Sahut Maysa  lalu menyeruput kopinya.

Arlesa terenyuh. Luar biasa, itu yang di simpulkan untuk Maysa. Dia berharap bisa membantu Maysa, tapi bila itu berupa uang langsung, tentu Maysa akan menolaknya. Lalu, apakah dengan cara melindugi dia di malam hari? atau? Arlesa punya rencana. Besok dia akan melakukan itu bersama dengan Gus Alam.

"Apa akau bisa menemanimu setiap malam disini? hem, kebetulan aku orang yang sulit tidur malam. Jadi, aku ingin berada disini saja setiap malam." Ujar Arlesa.

Antara senang dan khawatir, Maysa masih belum seutuhnya percaya dengan Arlesa. Pria itu di kenalnya tadi siang, waspada tentu juga menyeringainya.

"Apa kau bisa di percaya?" tanya Maysa agak curiga.

Arlesa tertawa kecil, ada lesung pipi nampak di kedua pipinya.

"Tentu saja, aku bukan orang jahat."

Malam itu mereka habiskan waktu bercengkrama hingga subuh menjelang. Arlesa mengantar Maysa pulang dengan menggunakan taksi. Biasanya, itu tugas  Gala yang menjemput kakaknya. Tetapi, ini akan jadi rutinitas Arlesa setiap subuh.

"Terima kasih, kamu baik sekali, Arlesa." Ucap Maysa polos. 

"Ya, kamu masuk. Aku akan pergi setelah kamu masuk ke rumah." 

"Mulai sekarang kita akan jadi teman," imbuh Maysa dengan senyuman manisnya.

"Teman? ya teman dulu." Sahut Arlesa pelan seakan kalimat itu tak ingin di dengarkan oleh gadis pujaannya.

Maysa membuka pintu pagar kayunya, rumah Maysa begitu sederhana, letaknya di pinggiran kota. 

Saat di teras rumah, Maysa melambaikan tangan pada Arlesa. Pria itu tersenyum lagi, lalu masuk ke dalam taksi kembali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status