Share

PANGERAN DARI DUNIA SEBERANG
PANGERAN DARI DUNIA SEBERANG
Penulis: Alna Selviata

PINTU DIMENSI WANDARA

Peradaban yang modern dengan berbagai teknologi canggih, hirarki, pendidikan, ilmu pengetahuan yang sangat mumpuni semua ada di Kerajaan Wandara. Emas dan perak bertaburan di setiap sudut Kotanya, memang sangat menggiurkan bagi manusia yang serakah, sehingga berbagai dari belahan dunia lain berlomba-lomba menembus pintu gerbang Negara Kerajaan Wandara.

Seperti yang telah terjadi, gencatan senjata menggema lagi,  segorombolan pasukan Inggris ingin berusaha mengambil paksa harta pada peti istana kerajaan yang berisi ribuan berlian, batu permata, hingga batangan emas yang tak ternilai harganya.

Raja Garsan dari dinasti ke tujuh terjun langsung dalam peperangan, mahkota ketahtaan ia pertaruhkan demi melindungi harkat martabat kerajaannya yang seringkali di usik.

Di dunia yang berbeda, letaknya di sebuah kampung, sore itu sekumpulan anak kecil sedang bermain, tak biasanya mereka bermain jauh dari Desa tempat tinggalnya. Salah satu kapal plastik anak itu hanyut hingga mereka berlari mengejar arus sungai kecil. Namun kelima anak itu melihat cahaya dua pilar emas di balik lebatnya hutan. Salah seorang dari mereka mendengar teriakan yang sama dengan suara Ayahnya.

"Itu suara Ayah," ujarnya yang tak melepaskan pandangan dari cahaya pilar tersebut.

Dia berlari menuju cahaya mengejar asal suara itu, menaiki anak tangga beton yang pantang bagi warga setempat. Konon, bila menaiki anak tangga itu, mereka akan berpindah dimensi ke dunia lain. Semua itu bukan mitos belaka, banyak yang sudah melewati pintu dimensi tersebut hingga membawa mereka ke negara yang amat dasyat megahnya, semua kota-kota metropolitan berhiaskan kendaraan mewah baik darat maupun udara.

Bangunannya terbuat dari perak, tak ada kemalaratan di Negara Kerjaan Wandara, bahkan penghuninya semua berperawakan tampan dan cantik. Sehingga banyak yang manusia dari dunia lain memutuskan untuk  menetap di Wandara.

Gadis kecil itu berjalan menuju ke atas bukit, ke empat kawannya hanya bisa melihatnya dengan meneriaki.

"Maysa! Jangan kesana." Teriak mereka serentak.

Namun dia tak menghiraukan peringatan teman-temannya, gadis yang masih berusia sepuluh tahun itu melangkah dengan cepat hingga dia tenggelam dalam cahaya pilar itu, tak lama kemudian sosoknya sudah tak nampak lagi.

Sebab ketakutan, ke empat temannya berlari kembali menuju ke Desanya untuk melaporkan ke orangtua Maysa.

Maysa kecil sudah berada di alam  Wandara. Dia berpijak di atas jembatan kuning yang berlapis emas. Diseberang sungai pertempuran terjadi menjatuhkan banyak korban yang terhunus senjata dan pedang. Melihat pertempuran itu, Maysa berbelok arah, dia  berlari ketakutan menyusuri pinggiran aliran sungai yang sangat jernih, sembari memeluk boneka anak beruangnya, dia terus memanggil Ayahnya yang ikut  berperang dalam membela Kerajaan Wandara.

Cukup jauh perjalanannya, nafasnya terengah-engah, dia melihat di sekitarnya penuh tanaman buah yang yang tertata rapi.

Maysa terhenti saat dia berada di pohon apel yang termasuk wilayah perkebunan istana. Dia duduk tersungkur dengan tubuh yang sangat letih, berpindah dimensi menguras tenaga di tubuh mungilnya.

"Kau siapa?"

Ada suara menyeru dari arah belakangnya. Maysa kecil membalikkan badan dengan mimik wajah ketakutan, genggaman erat di bonekannya seakan meminta perlindungan pada benda mati itu.

Seruan tersebut berasal dari Anak laki-laki yang tampan. Mahkota kerajaan melekat gagah di atas kepalanya. Di kawal dua prajurit yang bertubuh besar  seperti pegulat, Anak laki-laki yang seusia Maysa itu menghampirinya.

"Kau sedang apa disini? " tanya anak laki-laki itu lagi.

Maysa kecil yang juga tak mengerti apa-apa tak bergeming. Kedua bibirnya saling mengunci.

"Pangeran, tampaknya dia manusia dari dunia seberang," ujar pengawalnya yang memperhatikan garis di atas bibir Maysa.

Pangeran kecil itu makin mendekat pada Maysa, Gadis kecil berambut panjang itu menundukkan wajah, air matanya menetes karna ketakutan yang amat sangat sekarang ini.

"Siapa yang membawamu masuk kesini?" pangeran kecil itu belum puas sebab tak ada satupun pertanyaan di balas oleh Maysa.

"Prajurit, bawa dia ke Istana." Titahnya yang sudah bosan bertanya lagi sehingga dia memerintahkan kedua prajuritnya membawa paksa Maysa.

Maysa menjerit histeris, tubuhnya di bopong salahsatu prajurit itu. Mereka menuju istana dengan memakai Mobil yang rodanya mengambang satu cm dari tanah.

"Lepaskan aku!" Maysa memberontak. tangan mungilnya memukuli prajurit yang mengekang tubuhnya dalam lingkar tangan berotot itu.

"Pangeran yang mulia, kita mau bawa kemana gadis kecil ini ?" tanya prajurit itu.

"Bawa ke Istana Tapi tempatkan dia kamar rahasiaku, jangan sampai Ibu permaisauri atau Bunda ratu tahu ini." Sahut Pangeran cilik itu penuh kewibawaan sebagai Putra mahkota.

"Ya, Baginda."

Maysa di bungkus kain putih untuk menghilangkan kecurigaan penjaga istana, pangeran kecil itu memasuki lorong pribadi menuju kamar rahasianya yang berada di bagian belakang istana. Langkahnya di susul oleh dua prajurit yang masih menggendong Maysa.

"Bawa dia masuk ke kamar." Titah pangeran yang sudah ada di dalam kamar.

Prajuritnya meletakkan Maysa di lantai lalu membuka kain penutup itu. Maysa masih memeluk boneka beruangnya dengan air mata bercucuran. Suara lirih terdengar dari mulunya mengatakan ingin pulang.

"Silahkan kalian keluar," ujarnya pada kedua prajuritnya.

Pangeran menuang air di gelas peraknya, dia mendekat ke Maysa.

"Ini air, Kamu minum dulu." Ucapnya menyodorkan air itu.

Maysa menatap air yang di berikan padanya.

"Ini air biasa, kamu minum saja."

Maysa yang memang kehausan  langsung mengambil air lalu meneguknya.

"Nama saya Arlesa. putra bungsu di Kerajaan Wandara ini." Dia memperkanalkan dirinya.

Maysa menjalarkan pandangan matanya ke setiap sudut ruangan yang ia tempati bersama Arlesa, sangat mewah, bahkan lebih mewah dari istana disneyland yang seringkali ia tonton. Semua furniture dan pernak pernik hiasan istana menyilaukan matanya, emas dan perak jadi bahan utama pembuatan semua furniture tersebut.

"Dari tadi kau hanya diam saja. Apakah kau bisu?" tanya Arlesa mengamati Maysa.

"Saya tidak bisu." Akhirnya Suara Maysa sudah terdengar jelas olehnya.

Arlesa tersenyum kecil.

"Namamu siapa?"

"Namaku, Maysa. Putri Maysa." Gadis kecil lugu itu masih bergetar, sebab yang ia naungi sekarang sangat berbeda dengan dunianya.

"Kenapa kau bisa sampai ke Wandara? "

Maysa mengeleng, ia tak tahu apa Wandara itu.

"Aku mendengar suara Ayahku dibalik cahaya di hutan." Jawab Maysa mengingat moment dia berpindah dimensi.

"Jika penduduk Wandara lain mendapatimu, kau mungkin takkan bisa keluar dari sini," ujar Pangeran Arlesa.

Mendengar itu Maysa menangis kembali. Dia memohon pada Arlesa agar mengembalikannya ke tempatnya semula.

"Aku mau pulang, Ibuku sudah mencariku." Maysa memohon.

Arlesa diam memikirkan sesuatu, Maysa harus ia pulangkan, kalau tidak dia mungkin akan  di jadikan salah satu dayang istana oleh para Bunda ratunya.

"Seharusnya kau tidak boleh masuk tanpa ada orang yang menemanimu. Di sini dunia yang sangat berbeda dengan duniamu, kau hanya akan terluntah-luntah bila tak ada yang menemukanmu." Ucap tegas Arlesa.

Kewibawaan Arlesa sudah ia tampakkan sejak dini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Alfaiz Khadriansyah
benarkah kisah nyata?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status