Share

BAB 3

PAPA MUDA 3

Oleh: Kenong Auliya Zhafira

Kenangan pahit memang kadang bisa membekas hingga napas berhenti berembus. Sekeras apa pun melupakan, rasa itu akan tetap hadir dalam batas pikir yang tidak bisa diprediksi. Alsaki belum mampu melakukannya.

Karena memang kenyatannya, kepingan kenangan itu masih timbul tenggelam dalam pikiran. Walau sesakit apa pun, hidup harus tetap maju, bukan mundur. Hanya melupa untuk menyamarkan luka yang terlanjur bersemayam.

Alsaki mencoba menatap wanita di sebelahnya. Ada binar bahagia di matanya setelah mengatakan mimpinya. Hampir sama dengan Arista dulu. Bedanya, Dyra tidak melepaskan apa pun untuk mendapatkan sesuatu.

"Kamu suka hal begitu juga?" Akhirnya hanya pertanyaan konyol itu yang keluar dari bibirnya.

"Banget. Selain bisa sebagai tempat mencurahkan isi hati, juga bisa mendapat banyak teman yang satu profesi," jawabnya begitu yakin, "udah lah, jangan bahas ini dulu. Sepertinya kumpulan udah mau dimulai," ujarnya lagi, lalu melangkah lebih cepat menuju kelas Cantika—ponakannya.

Pria yang masih menatap punggung kecil itu menjauh hanya terdiam di tempat. Ada sihir yang bekerja cepat membuat pertemuan pertama ini begitu dekat. Akan tetapi, ia sengaja menepikan semua itu dari tujuan hidupnya setelah jatuh dari ketinggian harapan.

Kegagalan pertama dalam hidup sudah cukup mengajarkan untuk tidak terburu-buru dalam urusan cinta. Alsaki tidak mau lagi terluka untuk kedua kali. Belum lagi memikirkan perasaan Gala, itu lebih menjadi prioritas utamanya saat ini.

Dengan cepat, pria yang mulai dikagumi ibu-ibu itu ikut bergabung bersama mereka. Alsaki lebih banyak menjadi pendengar. Karena kumpulan ini hanya membahas tentang perkembangan anak-anak selama pembelajaran.

~

Satu jam berlalu begitu cepat membicarakan perihal kemajuan anak. Alsaki percaya kalau Gala bisa bersikap baik persis saat di rumah. Sepertinya semua yang hadir juga memasang wajah puas akan hasil perkembangan belajar sang anak.

Ketika wanita yang memberi banyak pelajaran pertama kali untuk dunia baru anak-anak mempersilakan bubar dan pulang, Gala lebih dulu menarik tangan sang papa.

"Ayo, pulang. Gala pengin segera bermain," ajaknya.

"Oke ...."

Keduanya melangkah bersama menuju parkiran. Meninggalkan bisikan para ibu yang masih saja mengagumi dirinya. "Mau main di toko apa di rumah?" tanya sang papa sebelum melajukan roda duanya.

"Ke rumah dulu, Pa, ganti baju. Gala sendiri aja ke toko. Kan, deket dari rumah," jawabnya sembari melingkarkan kedua tangan ke perut sang papa. Erat.

Pria bergelar papa itu sengaja membangun toko di dekat rumah. Semua itu demi satu tujuan agar sang anak bisa aman dalam pantauan. Beruntung lokasi rumah orang tuanya cukup strategis, yakni dekat jalan raya. Jadi, hal itu mempermudah pembeli tertarik dan singgah.

Ketika dua pria beda usia menjauh dari area sekolah, ada seorang wanita yang memperhatikannya dalam diam. Bahkan bibirnya tanpa sadar membentuk lengkungan tipis serupa bulan sabit.

"Cantika ... yang tadi itu siapanya temen kamu?" Dyra mulai menyerah bersama penasaran yang membelenggu akalnya sejak pertama bertemu. Wajah Alsaki menurutnya masih muda, mungkin seusia dirinya.

"Nggak tahu, Tante ... mungkin om-nya. Selama ini Gala sering dianterin sama neneknya. Kenapa? Tante suka ya ...?" goda gadis kecil itu sembari memainkan dua jari telunjuknya.

"Ish! Anak kecil nggak boleh tanya soal begituan. Ya udah, kita pulang. Tapi, nanti mampir konter dulu. Tante mau beli pulsa."

Gadis kecil itu menurut, menaiki boncengan roda dua yang akan mengantar pulang ke rumah. Andyra melajukan roda duanya dengan kecepatan sedang. Menembus jalanan setenang mungkin seperti dirinya yang tenang menghadapi nasibnya sebagai pengangguran.

Ketika matanya melihat tulisan 'GALA CELL' terpampang jelas di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, ia segera menepi, lalu melangkah mendekat hingga sampai di depan etalase. Sedangkan Cantika memilih menunggu sembari duduk di atas roda dua.

Sembari menunggu antrian, matanya liar melihat sekeliling. "Lumayan besar juga dan lengkap," batinnya memuji. Kertas berukuran sedang yang tertempel di pintu menarik perhatiannya.

'Menerima karyawan baru dengan syarat sebagai berikut:

Single

Usia maksimal 25 tahun

Penampilan menarik

Bisa internet

Jika berminat dan memenuhi syarat silakan hubungi kontak di bawah ini.

081327881987'

Andyra dengan cepat menyimpan nomor yang tertera dalam kontak ponselnya. Ada keinginan untuk ikut mencoba peruntungan di sini. Selain itu, ia juga ingin menyudahi statusnya sebagai pengangguran.

"Semoga bisa kerja di sini. Selain dekat dengan sekolah Cantika, sepertinya konter ini lumayan besar dan lengkap. Pasti lumayan buat beli jajan bulanan," doanya dalam hati.

Setelah selesai, ia kembali untuk meluruskan niatnya singgah di konter, yakni membeli pulsa. Tidak butuh waktu lama, tujuannya sudah terlaksana. Andyra pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

~

Di rumah bergaya sederhana tapi elegan, pria yang baru saja menebarkan pesona mendaratkan tubuhnya sejenak di sofa ruang tamu. Sedangkan Gala—anaknya mengikuti gaya sang papa. Tingkah bocah kecil itu kadang kerap membuat bibirnya tersenyum.

"Kamu ganti baju dulu sana, baru main. Papa mau ke toko," ujarnya tiba-tiba sembari mengelus lembut rambut hitam anaknya.

"Siap, Pa!" Bocah itu melangkah pelan menuju kamarnya. Usianya yang menginjak lima tahun memang sudah terlatih memakai pakaian sendiri. Semua itu berkat kerja keras sang ibu yang ikut membantu mengasuh sejak bayi.

Lagi dan lagi mengingat semua itu membuat dadanya sesak. Hati ingin melupakan tapi kepala terus memikirkan. Begitu sulit menyamarkan luka yang mungkin telah mengering. Alsaki sadar dirinya adalah pria terlemah jika berhubungan dengan cinta dan wanita.

Ketika tengah mengingat kejadian lalu, satu getaran ponsel mengalihkan lamunannya. Pesan dari nomor tidak kenal menghiasi urutan pertama kotak pesan.

081222888777

[Selamat siang. Kebetulan saya baru singgah di konter 'Gala Cell' dan melihat kertas selebaran tentang menerima karyawan baru. Saya ingin mendaftar. Apa masih membutuhkan karyawan?]

Pria yang tersadar dari kisah lalu mengerutkan dahinya. Sebagai pemilik, Alsaki sengaja membebankan syarat single agar bisa bekerja penuh dalam berbagai keadaan. Selain itu sistem kerjanya memang buka dari pagi hingga malam hari.

Dengan sedikit malas, pria yang masih bersandar di sofa membalas pesan begitu singkat.

Gala Cell

[Datang saja besok ke konter. Jika memenuhi semua syarat, akan dipertimbangkan.]

Setelah pesan terkirim, Alsaki meletakkan ponsel begitu saja di sofa. Entah kenapa tiba-tiba lelah dengan segala keadaan yang ada. Bergelut dengan hal yang itu-itu saja kadang mendatangkan kejenuhan. Separuh jiwanya terasa kosong. Hampa.

Sang ibu yang melihat anaknya termenung sengaja mendekat, menanyakan sesuatu yang mungkin mengganjal hati dan pikiran pria di depannya.

"Kamu kenapa, Al? Sakit?" tanya sang ibu khawatir. "Atau ada yang dipikirkan?" tanyanya lagi.

Alsaki bangkit, menegakkan tubuhnya. "Enggak sakit. Cuma lelah sedikit. Ya udah, aku mau ke toko dulu," jawabnya sembari berdiri hendak pergi ke toko. Namun, langkahnya kembali tertahan karena satu pertanyaan.

"Sampai kapan kamu hidup sendiri, Al? Carilah mama pengganti untuk Gala sekaligus istri untukmu. Kamu masih butuh seseorang di sampingmu. Yang selalu mengulurkan tangannya saat butuh, dan memeluk ketika ragamu lelah. Menikahlah lagi, Al ...," mohon wanita yang memasang wajah iba di depannya.

Seketika pria yang masih betah sendiri itu kesulitan menelan ludahnya sendiri. Tubuhnya seakan kaku. Bahkan pikirannya tiba-tiba tidak berisi. Bibir juga seolah terkunci mencari jawaban yang ia sendiri tidak tahu.

"Me--menikah? Jangankan memikirkan itu, keinginan memulai saja belum ada. Aku belum siap kehilangan lagi untuk hal yang tidak bisa kucegah."

-------***-------

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status