PAPA MUDA 5 B
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Ketika azan Zuhur berkumandang, karyawan Gala Cell mulai istirahat secara bergantian. Karena pengunjung memang datang silih berganti. Tidak bisa jika semua karyawan istirahat bersama, mereka harus bisa memanfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin.
"Dyra, kami berdua makan siang dulu ya? Kamu tungguin sebentar. Udah bisa melayani pembeli, kan?" tanya Adrian sebelum pergi mencari makan di warung sebelah pertigaan.
"Bisa, Adrian. Kamu tenang aja. Buruan ya, kan, gantian," pintanya.
"Siap!" Kedua pria itu berlalu pergi mencari makan siang. Sedangkan Dyra memilih sendiri sambil menunggu pembeli datang. Namun, belum ada pembeli yang hadir karena masa istirahat. Jadi, ia memutuskan untuk bermain dengan ponselnya sejenak.
Hari ini ia belum membaca novel online sama sekali. Begitu ada celah dan kesempatan, wanita yang menyukai cerita sejak sekolah langsung berselancar di aplikasi grup menulis. Bahkan dirinya sudah mulai memiliki penulis favorit.
"Wah ... Mbak Dila ada cerita baru. Kayaknya seru nih judul Cinta Pertama," ujarnya dengan mata penuh binar saat membuka bab pertama. Bagi seorang Andyra Arsha membaca adalah hal terasyik dalam hidup. Bahkan bisa menghabiskan waktu tanpa bisa berkutik.
Buktinya, wanita yang terpaku pada ponsel tidak menyadari kedatangan Adrian dan Malik. Dyra tetap membaca tanpa memperhatikan sekitar.
Kedua karyawan yang baru saja selesai makan siang menjadi saling pandang menatap wanita yang tengah tersenyum dengan ponselnya. Mungkinkah di dalam sana ada sesuatu yang membuat betah?
Daripada menebak sesuatu yang salah, Adrian memilih mendekat dan duduk di sampingnya. "Lagi ngapain sih, Ra? Senyum-senyum sendiri kayak orang gila," tanya Adrian tanpa mengalihkan kedua matanya dari pemilik wajah manis itu.
Seketika wanita yang tengah asyik membaca menoleh, menatap Adrian yang sudah selesai makan siang. "Ini ... aku lagi baca novel online. Seru tahu," jawabnya seolah berbagi keseruan menurut versinya.
Adrian mengerutkan dahinya. "Maksudmu novel di aplikasi?" tanyanya.
Dyra mengangguk sebagai jawaban. "Iya, tapi di aplikasi logo F. Kamu coba baca deh, kalau ada waktu senggang. Judul novelnya Cinta Pertama karya Adila Arista. Dia lagi terkenal, banget malah. Ceritanya selalu bikin baper, seolah itu adalah kisahnya sendiri," jelasnya lagi dan lagi.
"Kapan-kapan, deh ... aku nggak begitu suka baca," jawabnya. "Kamu mau makan siang nggak? Kalau iya, buruan. Bentar lagi udah masuk jam kerja," ujarnya lagi.
"Aku masih kenyang. Kalau udah baca kadang suka lupa makan. Ini mau sambil makan roti. Kebetulan tadi Mbak Namira bawain," jawabnya lalu mengambil roti yang sengaja disimpan di jok roda duanya.
Kedua matanya tidak terlepas sama sekali dari layar ponsel. Rasanya nangung karena sebentar lagi akan selesai. Bahkan jemarinya hanya meraba ketika mengambil roti dan memakannya sambil berjalan. Ia tidak menyadari kalau pria yang memberi pekerjaan tengah berdiri persis di depannya sembari melipat kedua tangan di depan dada.
"Dalam hitungan ketiga, pasti nabrak. Satu, dua, tiga ...." Alsaki menghitung dengan tepat.
Hal itu benar terjadi setelah hitungan ketiga selesai.
"Aw!" Dyra memekik ketika menabrak seseorang. Jemarinya mengusap dahinya yang sedikit berdenyut.
"Makanya kalau jalan itu pakai kaki, mata lihat ke depan," ujar pria yang membayangkan kejadian ini bakal terjadi sembari menahan dadanya yang sedikit sakit akibat benturan kepala Dyra.
"Maaf ... nggak sengaja," jawabnya sembari membungkuk. "Habis ceritanya lagi seru. Jadi, lupa jalan," imbuhnya lagi.
Alsaki menggeleng melihat Dyra yang belum sehari menjadi karyawannya. Bisa-bisanya membaca cerita sambil makan roti tanpa mempedulikan hal sekitarnya. Beruntung ini bukan di jalan raya.
"Cerita begitu saja sampai bisa lupa diri. Kayak terkenal saja orangnya," ejeknya sengaja agar pandangan wanita itu kembali fokus.
Merasa penulis favoritnya dipandang rendah membuat Drya naik darah. Sebal. "Mas Al jangan ngomong gitu. Ini memang penulisnya udah terkenal. Karyanya udah banyak, apalagi readersnya. Cantik juga orangnya. Namanya Adila Arista. Kalau nggak suka baca novel, mending nggak usah komentar apalagi merendahkan dong ...," jelas Dyra masih mencoba meredam rasa tidak terima.
Seketika Alsaki mematung di tempat mendengar nama wanita yang dulu pergi demi sebuah mimpi menjadi penulis terkenal. Ia menatap Dyra dengan perasaan yang entah. Ada sekelumit benci mengetahui Arista meraih mimpinya setelah melepaskan dirinya dan Gala—harta paling berharga dalam hidup. Padahal untuk mencapai titik itu pasti bisa tanpa harus melepaskan orang-orang tercinta.
"Buat apa cantik dan terkenal jika harus ada hal yang dikorbankan. Itu bukan kesuksesan, melainkan kegagalan paling fatal dalam kehidupan," ucap Alsaki yang membuat wanita di depannya langsung mengerutkan dahi dan terdiam.
"Apa aku salah ngomong? Kenapa Mas Al jadi terkesan marah?"
------***-----
Bersambung
PAPA MUDA 49LAST EPISODEOleh: Kenong Auliya ZhafiraTanpa pikir panjang, begitu bibir wanita di depannya berhenti bicara, Alsaki segera memberikan kecupan mesra dan santai. Bibir yang saling bertemu seakan tahu jika luka dulu masih ingin diberi penawar. Mencairkan segala luka yang terjebak kesalahan lalu. Perlahan, kecupan itu kian tenggelam bersama kehangatan yang begitu mereka rindukan saat hati merasa ingin pergi tapi kenyataan menawan kuat perasaan. Sungguh sesuatu yang membuat jiwa sekarat. Alsaki menarik diri setelah lima menit berlalu menyelam indahnya cinta berbalut rindu. Ya, meski bertemu setiap hari tapi rindu itu justru semakin menggebu. Apalagi jika tentang menguraikan bahasa paling indah dari cinta. Hal itu dipastikan melumpuhkan debaran dalam sekali tarikan napas. "Aku mencintaimu ... menikahlah denganku, Andyra Arsha," pinta sang pria sekali kali. "Aku juga sangat mencintaimu. Jangankan menikah denganmu, hidup dan mati bersamamu pun aku mau," jawab Dyra tanpa l
PAPA MUDA 49LAST EPISODE HOleh: Kenong Auliya ZhafiraDyra sengaja berjalan lebih cepat untuk memastikan keberadaan Malik di taman belakang. Takutnya itu hanya tipuan belaka. "Aku lihat Malik dulu ada apa enggak, Mbak. Bentar," ujarnya sembari mengintip dari balik tembok. Ia dapat melihat pria bernama Malik itu tengah memainkan ponselnya. "Oke, Mbak ... Malik beneran ada di sini," ucapnya lagi setelah memastikan kebenarannya. Arista tanpa ragu menuju taman belakang dengan pose layaknya bintang. Meskipun pakaian sederhana, tetapi ada niatan untuk mencari perhatian dari pria yang sibuk menatap layar ponsel. Namun, semua itu percuma. Pria bernama Malik itu tidak melirik sama sekali. "Haduh ... aku ini kurang cantik apa gimana? Wajahnya datar begitu tanpa ekspresi," kesalnya. Dengan mendekat beberapa langkah, Arista mencoba mengajak bicara. "Biarlah urusan hati bisa dipikirkan sambli jalan atau biar menjadi bagian dari masa lalu. Karena hati emang tidak bisa dipaksa," ucapnya lagi dis
PAPA MUDA 49LAST EPISODE GOleh: Kenong Auliya ZhafiraPria yang ingin melibatkan apa pun yang ada di konter sebagai sarana bagian dari kejutan itu berbalik, lalu menjelaskan apa yang terbayang dalam benaknya. "Jadi, begini. Nanti, ponsel second yang ada di etalase dinyalakan semua. Aktifkan senter dan masukkan ke botol minum plastik. Lalu bentuk lambang hati di sini. Kita akan berada di dalam lambang itu saat mereka datang. Nanti minta Malik menutup mata mereka. Setelah kedua wanita itu melihat kita, kita bergantian mengatakan apa maunya kita. Gimana?" terang Alsaki sebagai pemilik ide yang cukup menghemat biaya. Adrian sendiri cukup mengagumi pola pikir pria di depannya. Soal memperlakukan wanita yang dicintai memang Alsaki bisa dikatakan sebagai juara. Hanya keadaan yang tidak mendukung hingga hatinya tersakiti dan terluka dalam. Akan tetapi, semua itu telah berlalu. "Boleh, Mas. Mau mulai sekarang, atau gimana? Takut mereka keburu datang." "Ya udah. Kita mulai sekarang." Ked
PAPA MUDA 49LAST EPISODE FOleh: Kenong Auliya ZhafiraMereka bergegas merapikan semua, lalu berjalan bersama layaknya teman. Tidak ada lagi rasa ingin menyaingi atau pun tersaingi. Tuhan memang Maha Pembolak-balik Hati manusia. Arista dan Dyra melihat dengan jelas para pria duduk lesehan di lantai konter tanpa alas sembari menyantap mi ayam bersama. Hal sederhana tapi terasa istimewa. "Punya kita, mana?" celetuk Dyra tiba-tiba yang membuat mereka berhenti mengunyah. "Ada. Duduk dulu. Ambil sendiri, tuh, di dekat Malik," jawab Alsaki sambil menelan mi yang telah berada di mulut. Mereka membaur bersama tanpa ada batasan sosial apa pun. Bahkan perasaan seakan mengerti bahwa ini bukan waktunya untuk bicara. Sekarang adalah waktu untuk menikmati kebersamaan tanpa ada celah kebencian. Sungguh pemandangan luar biasa untuk manusia yang pernah terluka karena masa lalu bisa duduk bersama tanpa saling mengingatkan luka. Hidup mungkin aslinya sederhana, hanya pikiran yang membuatnya rumit ta
PAPA MUDA 49 LAST EPISODE EOleh: Kenong Auliya ZhafiraKetika para wanita asyik bercerita, para pria justru baru selesai setelah beberapa jam menggadaikan waktu untuk sebuah tanggung jawab akan pekerjaan. Ketiganya saling menyandarkan punggung pada tembok untuk menopang sebentar rasa lelah. Sesekali tubuh menggeliat guna melemaskan otot-otot. "Tumben banget hari ini ramai. Sampai kewalahan begini," keluh Malik yang merasakan lelah kaki. "Iya. Aku aja tumben merasa lelah," timpal Adrian. Alsaki paham apa yang mereka katakan. Tanpa basa-basi, ia segera melakukan panggilan telepon untuk memesan mi ayam langganan di sebelah selatan konter. Meski sedikit jauh, tetapi rasanya enak. "Halo, Pak ... pesen mi ayam spesia lima porsi ya? Bisa dikirim ke konter seperti biasa, kan?" pinta pria yang kerap melakukan pemesanan dadakan kalau perut mengajak bercanda pada jam kerja. "Siap, Mas Al!" sahutnya singkat. "Terima kasih sebelumnya." Sambungan telepon terputus. Dua pria yang mendengar
PAPA MUDA 49LAST EPISODE DOleh: Kenong Auliya ZhafiraOrang-orang di sekitar terdiam mendengar bisikan Adrian yang masih terdengar jelas untuk telinga normal. Mereka berpikir sesuai asumsi masing-masing. Akan tetapi, satu doa mengaminkan untuk sesuatu yang belum pasti antara Adrian dan hatinya. Tanpa mereka sadari dari arah lain pun ada wanita yang diam-diam mematung tanpa bisa beranjak. Ya, kehadiran Arista cukup bisa menyaksikan perdebatan manis itu. Ia hanya sengaja menunggu dua pria itu berhenti dari pertikaian kata. Akan tetapi, sikap Adrian justru membuatnya berpikir lagi tentang salam yang disampaikan Dyra waktu itu. Ia tidak memungkiri ada desiran setitik melihat pria yang biasa saja bisa berubah semarah demikian. Namun, ia tidak ingin gegabah menjalin kedekatan setelah kejadian kemarin. "Apa mungkin Adrian suka padaku? Bagaimana bisa?" batinnya masih menerka penuh rasa tidak percaya. Bertepatan tubuh Ghava yang berbalik, semuanya baru menyadari akan kehadiran orang lain