Beranda / Romansa / PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN / Bab 2. Mbak Siapa nya Suami Saya?

Share

Bab 2. Mbak Siapa nya Suami Saya?

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-24 11:12:59

"Karena...aku takut anakku kamu cubit dan istriku nanti kamu rapetin 'anu'nya jadi bikin aku gak bisa 'anu', " sahut sang mantan takut-takut.

Aku mendelik ke arah mantan. Nur tertawa ngakak. "Hahaha, pak alasane loucuuuu," seru Nur.

"Maaf pak, alasan bapak tidak logis, dokter Wildan ada pasien operasi urgent. Saya sudah sering menolong persalinan normal, Insyallah saya profesional, " sahutku.

"Kalau gitu tolong carikan dokter lain saja," pinta mantan.

"Cari dokter lain buang waktu pak, ini kepala bayi kalau ditahan terlalu lama mbrojolnya bisa kecepit jalan lahir dan gagal nafas didalam perut. Bisa juga yang lebih fatal saat istri bapak mengejan dan tidak segera ditolong malah bisa jebol jalan lahirnya. Emang bapak mau kayak gitu?" tanyaku. Berusaha sabar dan tersenyum. Meminta pengertiannya.

"I-iya deh, saya terima," sahut mantan.

Akhirnya mantan mingkem.

"Nur, tolong pasangkan apron (celemek penolong persalinan) padaku, " instruksiku. 

Tanganku masih berada di jalan lahir pasien. Nur segera meraih apron di sebelahnya dan memakaikannya padaku. 

"Kamu bawa masker gak Nur? di sini belum isi stok maskernya." tanyaku.

"Bawa tadi 1 boks dari ruang perawat, mau dipasangkan maskernya mbak?" tawar Nur. "Boleh, makasih Nur," sahutku. 

Setelah masker dan apron terpasang, aku mulai meraih klem 1/2 kocher (alat untuk memecah ketuban) dengan tangan kiri sementara tangan kanan masih menahan kepala di jalan lahir.

Nur juga mengikutiku memakai apron, masker, dan sarung tangan bersih.

Saat tidak ada kontraksi, aku mulai memecah ketubannya. 

"Desssss ...serrrrr.....," suara ketubannya mengucur membasahi underpad.

"Ya Allah, apa itu Del, cairan apa itu," tanya mantan panik.

"Duh , ini cuma cairan ketuban pak, jangan Del Del Dul, Dal del dul terus pak,soal nyawa ini, bapak tenang ya, kalau bapak rame saja, tolong tunggu di luar." Akhirnya muncul juga tandukku.

"Oke aku diam, " mantan kembali mingkem.

Kulirik Nur yang masih menahan tawanya.

"Bu, dengarkan instruksi saya ya, kalau perutnya kenceng banget, keras, ngeden sekuat tenaga. Ingat ngedennya seperti orang pup," perintahku.

"Iya mbak, " jawab pasien.

"Nah, ayo ini sudah kenceng banget. Yuk ngeden, ambil nafas panjang lewat mulut. Dan ngeden...!" aku menginstruksi lagi.

"Heeeghhhh, heeeeggghhh,"

Terlihat kepala bayi menyembul keluar sedikit lalu masuk lagi ke jalan lahir.

"Salah bu, ngedennya jangan di leher ya, tapi di perut, seperti orang pup, istirahat dulu, masih hilang ini kontraksinbya," seruku.

"Nah, ini datang lagi kencengnya, ayo tarik nafas panjang lewat hidung dan mulut terus ngeden," perintahku.

"Heeeggghhh...heeegghhhh," pasien mengejan lagi.

"Duh, masih salah," aku gusar.

Aku lihat jalan lahirnya, kaku.

"Pak, bu, ini jalan lahirnya kaku, saya gunting ya sebagian jalan lahirnya. Daripada nanti robeknya amburadul, susah jahitnya." Kataku.

"Hahhh, digunting Del, ojo po'o, " si mantan terlihat resah dan gelisah menunggu di sini.

Baru saja aku hendak membuka mulut untuk mengeluarkan kata-kata mutiara, sang pasien menyahut.

"Mas, biar saja, nurut apa kata mbaknya, mbaknya yang lebih pengalaman, selak sakit iki wetengku."

Aku mengambil gunting dan melakukan episiotomi (pengguntingan jalan lahir) saat ada kontraksi rahim.

"Ya, ayoooo bu, semangat nekat, ngeden seperti pup, bayangkan ibu pup," 

"Heeegghhh, heeggghhhh," pasien mengejan dengan semangat 45, dan alhamdulillah, yang keluar adalah pupnya.

"Ibu, ibu lanjutkan pup dulu ya, mungkin kepala bayi tidak kunjung keluar karena terdesak oleh pup," kataku.

"Nur, tolong ambil underpad bersih, dan kapas basah, biar aku yang bersihin," pintaku.

"Iya mbak, " jawab Nur. Lalu menuju lemari kaca dan mengambil barang yang kupinta.

Segera kuusap jalan lahir dengan kapas basah dan kuganti underpad yang kotor dengan underpad bersih.

"Ayo ada kontraksi, ibu ngeden ya, dan tolong pant*t jangan diangkat biar tidak jalan lahirnya tidak robek morat marit ." Seruku.

"Heeeggghhh...heegghhhhh...," akhirnya dengan penuh perjuangan yang tiada akhir, kepala bayi keluar.

"Stop, berhenti ngeden, biar bayinya saya keluarkan perlahan," kataku sambil melakukan sangga susur leher, punggung, pant*t bayi, dan berakhir di kaki.

"Oweeee....oweeee...., " tangisnya membahana. 

"Anaknya cewek ya bu, cantik, selamat," kataku tersenyum mengikat dan memotong tali pusat. Kemudian aku membungkus bayi tersebut dengan kain bersih.

Sementara Nur menyuntikkan obat untuk mengeluarkan ari-ari.

"Ini pak bayinya, mau diadzani?" aku menyerahkan bayi pada sang mantan.

"Iya mbak, saya mau adzani dulu," sahutnya sambil menerima bayi yang kuberikan.

"Ibu mau IMD (Inisiasi Menyusui Dini) ? atau bayinya langsung dibersihkan?" tanyaku sambil mengeluarkan ari-ari.

"Saya mau IMD dulu mbak, " kata bu Rania.

"Nur, seperti biasa ya IMD," kataku memandang Nur.

Nur lalu mengambil sang bayi, membuka kain penutupnya dan meletakkannya pada dada pasien.

Terlihat mantan berdiri didekat pasien sambil mengelus-elus kepala anaknya.

"Makasih ya sayang, udah memberikan aku anak cewek yang cuantik seperti kamu, " ucap mantan sambil mencium kening istrinya. Dan setelah itu melirikku.

"Eh, maksudnya apa coba, mau bikin aku cemburu ? gak bakal berhasil ! Seumur-umur nolong persalinan gak pernah lihat tuh adegan sayang-sayangan, apalagi saat pasien masih belum dibersihkan dari darah persalinan." gumamku.

"Iya mas, sama-sama, Mas, jangan sayang-sayangan dulu, malu sama mbak bidannya," kata pasien tersipu.

Nur mesam mesem sambil berdehem dan memandangiku. Aku balas dengan mendelik.

"Ndak apa-apa bu, saya juga lega anaknya lahir selamat dan sehat, walau tadi ada yang menolak saya," kataku menyindir.

Aku mengeluarkan ari-ari dengan hati- hati dan bersiap menjahit jalan lahir.

"Nur tolong nyalakan lampu sentrongnya dan dekatkan kursinya ya," Pintaku.

Nur melakukan apa yang kupinta. 

Aku kemudian mempersiapkan obat bius, jarum jahit kulit, dan benang.

Setelah semua siap, aku mengganti sarung tangan dan mulai bersiap menjahit.

Aku melihat sang mantan mulai beralih ke belakangku. Tapi aku biarkan saja selama dia tidak cerewet dan diam saja.

Aku mulai menyuntikkan obat bius di jalan lahir yang kugunting tadi.

"Awww...sakit, " bukan teriakan dari pasien. Melainkan dari suaminya.

Nur tertawa. Aku manyun. "Pak tolong jangan lebay ya," kataku.

Aku mulai memasang benang pada jarum. Mantan berpindah tempat. Dari sisi kanan ke sisi kiri.

"Bismillah, saya jahit ya bu," seruku.

Lalu mulai menancapkan jarum dan menjahitnya.

Sang mantan berpindah posisi lagi dari kiri ke kanan, menyenggol lampu sentrong.

"Hati-hati Del," katanya perlahan. Aku diam saja dan terus menjahit.

Setiap kali aku menancapkan jarum, dia selalu berucap, "Hati-hati Del jahitnya, sambil beralih posisi dan menyenggol lampu sentrong."

Akhirnya kesabaranku habis dan berkata," Pak, tolong jangan wira wiri di belakang saya, nyenggol lampu sentrong, dan bilang Dal del dol, dal del dol terus, gak bisa fokus nih saya, " Taringku mulai keluar.

"Ma, maaf ya Del, aku diam deh," katanya lagi.

Nur ngakak dan pasien tersipu melihat kelakuan suaminya.

Aku melanjutkan menjahit dengan tenang.

"Maaf mbak Adel, atas kelakuan suami saya, sebenarnya mbak siapanya suami saya?"

Pertanyaan bu Rania membuatku tersenyum di balik masker yang kukenakan.

"Saya adalah ...,"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    bab 50. Malam Pertama (Ending)

    Rating 21Cinta lahir bertepatan dengan cinta Adam pada Hawa. Lalu cinta mekar dan berbunga bersamaan dengan cinta Yusuf pada Zulaikha. Sayangnya cinta menjadi gila bertepatan dengan cintanya Majnun pada Laila. Namun sayangnya cinta menjadi mati bersamaan dengan matinya Romeo dan Juliet. Namun hari ini, cinta hidup dan mekar kembali bersamaan dengan hadirnya cintaku padamu.Aku melempar tatapan mendelik pada mas Andi. Sementara mas Andi tersenyum kecil. Hatiku sudah ser-seran rasanya saat mas Andi berbisik di telingaku tadi."Mas, perlu dibantu untuk berdoa setelah akad? " tawar pak penghulu pada mas Andi.Mas Andi menggeleng. "Saya sudah bisa pak, " katanya seraya memegang kepalaku dan berdoa tepat diatas ubun-ubun, "Allahumma inni as'aluka min khoiriha wa khoirimaa jabaltaha 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarimaa jabaltaha 'alaih."(Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kej

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    49. SAH!!!

    Aku tidak menyangka Roma yang nekat akan meracuni mas Andi malah berbalik meminum racunnya sendiri. Malah kini dia harus menginap di ruang ICU.Tapi justru ada hikmah besar di balik kejadian tersebut. Menurut mas Andi, tante Ani meminta papa untuk mempercepat rancana pernikahanku dan mas Andi.Aku sangat berbahagia dengan keputusan papa. Apalagi bapakku protes padaku karena belum menikah tapi sudah sering semobil berdua."Bapak takut kamu khilaf dan tiba-tiba memberi bapak cucu," kata bapak waktu itu.Karena itu aku dan keluargaku menyambut baik rencana papa dan tante Ani. Tapi tante Ani juga punya permintaan, yaitu menguji reaksi Roma kalau tahu aku dan mas Andi akan menikah.Maka malam ini aku mengunjungi Roma lagi di ruangan VIP, setelah kemarin aku mengunjunginya di ICU.Sungguh suasana yang canggung banget. Sepi dan hening. Aku cuma bicara satu dua kalimat saja. Tidak tahu cara mencairkan suasana.Sempat bingung juga bagaimana memberitahu Rania dan Roma tentang rencana pernikahan

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    48. Bantuan dari Papa

    pov AndiSetelah aku mengantarkan Adelia pulang dari melihat Roma di ICU rumah sakit Al-Hikmah ke kontrakan, aku segera pamit pulang ke rumah baruku untuk melihat pekerjaan tukang.Ternyata lebih cepat dari prediksiku. Mungkin 4 hari bisa selesai dan aku langsung bisa membeli perabotan untuk mengisi rumah.Setelah ashar, para tukang berpamitan pulang, akupun menuju rumah Rania untuk beristirahat.Aku membaringkan tubuh penatku saat ponsel khusus keluarga di atas meja berbunyi.Aku bangun dari ranjang, dan langsung meraih benda pipih itu."Dari papa? tumben papa telepon," gumamku penuh tanda tanya.Tanpa membung waktu, aku bergegas untuk menerima telepon dari papa."Assalamualaikum, apa kabar Pa?" sapaku."Waalaikumsalam, kabar papa baik, ada hal penting yang perlu kita bahas, tentang masa depan kamu, bisa kamu ke rumah sekarang? " tanya papa."Iya Pa, Andi langsung berangkat habis ini ya,"jawabku.Setelah mendapat kepastian kedatanganku, papa langsung menutup sambungan telepon usai m

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    47. Curiga Adelia Hamil

    pov RomaAku seperti bermimpi mendengar suara Rania mengaji di dekatku. Suara itu terdengar samar dan begitu merdu.Selanjutnya masih seperti dalam mimpi, saat aku mendengar Rania berkata, "Mas, cepat sembuh ya, sakit hatiku saat melihatmu masih mencintai Adelia tidak seberapa dibanding khawatirnya aku karena takut kehilanganmu,"Aku merasa Rania mencium kening dan mengelus rambutku. Serta berbisik,"aku mencintaimu Mas, mencintai kelebihanmu dan segala kekuranganmu,"Kemudian sepi lagi merajai hati. Lalu aku merasa berada di padang rumput yang luas.Antara sadar dan tidak, aku seperti melihat Rania menggendong Rum menjauh dariku, "Jangan pergi," seruku.Tapi Rania tetap berlalu sambil melambaikan tangannya. "Kamu sepertinya lebih mencintai Adelia, Mas, jadi apa gunanya aku dan Rum ada di dekatmu," sahutnya semakin menjauh.Terengah-engah aku mengejarnya."Aku minta maaf sayang, aku janji akan melupakan Adelia, aku mohon maafkan aku, aku akan jadi suami dan ayah yang baik." Janjiku."Te

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    46. Mas Roma Insyaf

    pov RaniaAku baru saja berganti baju seusai mandi saat mendengar mas Andi berteriak. Dari suaranya terdengar begitu panik.Aku buru-buru keluar dari kamar dan menuju ruang makan, asal suara mas Andi berteriak.Mama juga tergopoh-gopoh turun dari kamarnya di lantai atas.Dan betapa terkejutnya aku melihat mas Roma tergeletak miring dengan berwajah kebiruan dan mulutnya berbusa.Aku langsung menangis histeris. Mas Andi lalu memberikan Rum pada mama.Mas Andi segera memeriksa nadi di pergelangan tangan Roma kemudian dia langsung berlari ke arah kamarnya.Tidak berapa lama, ambulance pun datang. Mas Andi segera menuju ruang depan dan kembali ke ruang makan bersama perawat UGD.Kemudian mas Andi dan perawat tersebut menaikkan mas Roma ke atas brangkard kemudian mendorongnya ke halaman."Rania, ayo ikut denganku ke rumah sakit," instruksi mas Andi padaku.Aku mengangguk. Dengan wajah bingung dan masih berlinangan air mata aku mengikuti mas perawat yang mendorong brangkard ke dalam ambulance

  • PASIENKU ADALAH ISTRI MANTAN    bab 45. Permintaan Rania

    pov dokter Andi Semalaman aku memikirkan perkataan Adelia di telepon. Apa benar Roma akan melakukan hal nekat untuk mendapatkan Adelia, sementara aku adalah sepupu Rania. Apa Roma tega melakukan hal buruk padaku.Ah, masa bodoh. Aku cuma perlu waspada saja pada segala ucapan dan tindakan Roma sekarang.Lelah berpikir kemungkinan yang akan Roma lakukan padaku membuatku lelah dan tertidur.Besok harinya, setelah sholat subuh, aku memilih bersantai di kamar sebelum aku mengawasi para tukang di rumahku.Saat sedang asyik membaca artikel kesehatan, aku dikejutkan oleh ketukan pintu. Sepertinya suara Roma."Ndi, coba keluar kamar sebentar, aku mau ngobrol," serunya.Dengan rasa penasaran aku membuka pintu dan tampaklah wajah Roma di depan kamar.Aku mulai bersikap waspada."Ada apa? tumben ngajak ngobrol," tanyaku. Curiga? jelas. Selama aku tinggal disini, dia jarang mengajakku ngobrol lebih dahulu."Iya, cuma mau nanya aja, semalam kayaknya aku denger kamu beli rumah ya," tanya Roma ramah.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status